16 Membagi Hati

Berubah. Semuanya berubah. Aku tidak suka dengan perubahan ini. Perubahan ini terlalu asing bagiku.

Empat puluh hari sudah aku mengagumi pria dari kelas 11 IPS itu. Semakin hari, aku semakin berubah. Kata mereka, kata-kataku lebih sopan, senyum yang ada diwajahku tak pernah alpa. Dan kini, aku terlihat lebih rapi dari biasanya.

Bahkan aku sudah mulai mengenakan ciput dikepalaku untuk menutupi rambut dibagian puncuk kepalaku agar rambutku tidak terlihat. Kerudungku sedikit panjang. Dan aku sudah mulai mengenakan pelembab wajah dan parfum seperti perempuan lainnya. Istilahnya, mereka bilang aku kini terlihat lebih keren.

Aku tak tau bisikan apa yang membuatku seperti ini. Semakin hari, aku semakin berubah. Aku menjadi lebih semangat dalam belajar. Sehingga jika ada tugas ataupun presentasi di kelas, aku langsung sigap dan siap tampil.

Akupun menjadi aktivis di sekolahku. Di Pramuka, aku yang selalu ditunjuk oleh kakak kelas untuk menjadi koordinator atau ketua dalam setiap acara. Satu pekan yang lalu, aku terpilih untuk mengikuti perkemahan tingkat penegak se-kota yang diadakan oleh TNI.

Keadaan ini membuat aku semakin mencintai diriku sendiri. Aku semakin mencintai hidupku, duniaku.

Dan benar kata salah satu pujangga cinta bahwa cinta bisa mengubah karakter seseorang yang merasakannya. Dan seseorang akan mengikuti segala sesuatu yang dicintainya. Kini, aku sepenuhnya percaya. Selama perubahan itu adalah perubahan yang baik.

"Shana!! Sini, Shan! Cepetan!" Dari luar kelas, Risma dan Lulu memanggilku.

"Iya bentar. Ini sedikit lagi" teriakku dari dalam kelas.

Saat itu, aku sedang mengerjakan tugas yang diperintahkan guru mata pelajaran jam sekarang. Risma, Lulu dan beberapa temanku sedang nongkrong diluar kelas seperti biasanya.

"Cepet, Shan! Ini penting!" teriak heboh gadis-gadis itu. Akupun meninggalkan kelas dan memenuhi permintaan mereka.

"Apa?" tanyaku seraya mengahampiri Lulu dan Risma.

"Sok, Lu!" bisik Risma.

"Enggak ah, Risma saja." Kulihat Risma, Lulu dan Anisa sedang saling memberi kode. Tapi aku tidak mengerti apa maksud mereka.

"Maaf ya, Shan. Tadinya kita gak mau kasih tau kamu. Tapi harus bagaimana lagi? Kamu pasti bakalan tau. Daripada sakitnya nanti, mending kita kasih taunya sekarang" ujar Lulu dengan wajah yang ditekuk. Aku mulai merasa tidak enak perasaan hati.

"Apa sih? Aku gak ngerti, Lu!" Mendengar kata sakit membuat hatiku seperti ditancap oleh belati. Sepertinya ada yang tidak beres disini.

"Tapi bingung ngomongnya gimana. Kamu gak kenapa-kenapa, ya?" ujar Risma dengan wajah yang sama ditekuk seperti Lulu.

"Ayo ngomong! Aku penasaran. Tentang apa sih?" desakku yang tidak sabar mendengar apa yang akan mereka katakan.

"Kak Cokelat, Shan. Kak Cokelat, em-" ucap Lulu yang belum selesai.

"-Sudah punya pacar. Iya 'kan?" serobotku tanpa mendengarkan kata-kata Lulu sampai akhir.

Lulu, Risma dan Anisa saling memberi kode melalui kontak mata sebelum akhirnya mereka mengangguk pelan.

"Iya, Shan. Maaf ya. Aku juga terkejut" sahut Risma dengan hati-hati.

"Ahahaha. Haha.." Aku tertawa lepas dan sangat keras. Entah apa sebabnya semua ini terasa geli dan sangat lucu bagiku.

"Lah, si Shana malah ketawa!" sahut mereka. Dan mereka ikut tertawa denganku. Entah apa yang mereka tertawakan.

"Lucu tau ekspresi wajah kalian! Biasa saja kali mukanya! Ahaha" celotehku yang tidak bisa menahan tawa.

Setelah aku selesai tertawa kemudian semuanya hening.

"Kamu gak cemburu, Shan?" tanya Lulu kembali memasang wajah serius.

"Hah!? Cemburu? Ahaha. Buat apa aku cemburu? Emang aku siapanya dia? Kenal saja enggak! Ahaha." Suara tertawaku yang berlebihan mungkin mereka menyangka aku gila. Sebab ini sakit.

Aku akui dalam hati kecilku sakit. Bukan cemburu. Tapi sakit. Seperti ada sesuatu yang tajam yang menancap di hulu hatiku. Dan ini untuk yang pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan rasa sakit di dada di sebabkan oleh seorang lelaki.

"Nih, Shan pacarnya Kak Rangga angkatan kita juga. Dia dari kelas 10 IPS 1, namaya Anis. Awalnya juga aku gak percaya. Anisa yang cerita sama kita. Setelah lihat di facebook Anis ternyata bener. Nih, Shan orangnya." Terang Lulu dengan ekspresi wajah yang tidak aku fahami apakah meledekku ataukah menenangkanku.

Lulu kemudian memberikan handphonenya  padaku untuk melihat gambar diri seseorang di dalamnya.

"Pantes, Lu. Dia cantik, terus putih lagi. Pantes. Dia pantes, Lu" ujarku sembari memaksakan bibirku untuk tersenyum.

"Ah, Shana. Jangan gitu! Nih ya, aku tanya Eva di dalam. Dia orangnya jujur banget. Tunggu ya!" Lulu kemudian berlari kedalam kelas.

Kulihat Risma sedang melamun sendiri. Ku hampiri saja Anisa yang sedang memainkan ponselnya.

"Emang bener ya, Anisa? Tau dari mana kak Rangga pacarnya Nis, siapa tuh? Anis?" tanyaku pelan.

"Enggak tau. Soalnya banyak orang yang bilang gitu. Terus kemarin-kemarin ada yang bilang mereka sudah putus. Tapi di facebook mereka masih saling mengomentari. Terus ada yang bilang juga mereka tuh HTS-san atau Hubungan Tanpa Status gitu. Entahlah aku tidak tau" cerita Anisa.

"Oh, gitu? Sejak kapan?" tanyaku sebagai basa-basi semata.

"Enggak tau. Eh, ngomong-ngomong, kak Rangga anak Paskibra, ya?" tanya Anisa.

Tak lama setelah aku berbincang-bincang dengan Anisa, Lulu kembali lagi dengan sisa tawanya.

"Tuh kan, Shan! Aku tanya Eva gini, Va, menurut Eva dia cantik gak? Terus Eva hanya bergidik. Terus dia ngomong yang aneh-aneh. Berarti bener, Shan. Kamu yang lebih-" ucap Lulu yang kalimatnya dihela olehku.

"-Sudahlah, Lu! Iya, iya. Makasih sudah kasih tau aku. Jadi aku yang mundur, udah gitu ngilang deh ke laut! Aku lanjutin ngerjain tugas, ya di dalam. Makasih, ya." Aku berusaha menjawab dengan nada bicara yang tenang. Aku tak ingin membuat temanku khawatir karenaku.

"Kamu gak kenapa-kenapa, Shan?" tanya Lulu yang terlihat khawatir kepadaku.

"Enggak, aku tak apa-apa. Tenang saja." Akupun membalikkan badan dari mereka. Sebelum aku melangkah, tanpa permisi, satu titik air berhasil keluar dari mataku. Segera ku hapus air itu dengan punggung tanganku. Dan cepat-cepat masuk ke dalam kelas.

Jujur, meski memaksakan diri, aku tidak bisa fokus untuk belajar. Aku tidak ingin seperti ini. Keceriaanku berubah menjadi gulungan kabung yang menguasai jiwaku.

Ketika pelajaran selesai, aku cepat-cepat pulang. Sesampainya di rumah, aku ambil air wudhu untuk membersihkan anggota badan tertentu. Lalu kubentangkan sajadah dan mulai melantunkan ayat-ayat suci bersama hati yang rapuh.

Sesekali air mataku berjatuhan tak tertahankan. Ada apa ini? Ada apa denganku? Aku tidak suka aku yang sekarang. Shana adalah gadis yang acuh terhadap lelaki manapun. Tapi mengapa lelaki ini lain?

Mengapa Tuhan mesti menanamkan perasaan ini pada hatiku jika akhirnya aku harus terluka? Mengapa aku lemah karena pandangannya? Mengapa harus seorang pria yang bernama Rangga yang harus berlabuh dihatiku? Kenapa harus ada tangis? Aku tidak suka dengan aku yang sekarang.

Dimataku, dia terlihat seperti pemuda yang baik-baik. Dia ramah dan sangat sopan santun. Mungkin pula ia setia. Jika benar ada perempuan lain yang terlebih dahulu berlabuh dihatinya, maka ia tidak mungkin membagi hati kepada perempuan yang lain.

Dia pemuda yang baik. Sementara aku seorang perempuan yang tidak tau malu. Dia sopan santun. Tapi aku? Aku hanyalah gadis tomboy yang kasar dalam setiap kata-katanya.

avataravatar
Next chapter