webnovel

Semua Sayang Gabriel

Ibra POV

_________________________________________

Tubuh Gabrielku terbaring lemah di ruang ICU, Dokter Ronald mengizinkanku untuk menemani Gabrielku disini, bahkan dengan sangat baik, Dokter Ronald memberikanku handuk agar aku membersihkan diri.

Karena bingung harus menghubungi siapa untuk membantu menjaga Gabriel, Aku memutuskan menghubungi Ummi dan Abi, memberi tahu bahwa Gabriel kecelakaan, Ummi dan Abi akan berangkat besok pagi ke jakarta, bahagia sekali rasanya memiliki orang tua yang tidak perduli orientasi seksual anaknya, mereka tetap menganggapku dan tidak membuangku.

"Gabrielku, bangunlah, maafkan kebodohanku"

Dalam kekalutanku, pintu ruangan diketuk, Lusi dan Lita terlihat dari kaca pintu, aku mengangguk pelan menandakan jika aku memperbolehkan mereka masuk, mereka berdua berdiri disamping ranjang Gabriel, saling menatap tak berani menyapaku yang dalam keadaan terisak, kupandangi Gabrielku, beruntungnya aku dan Gabrielku memiliki banyak orang yang mendukung, mereka menganggap aku dan Gabrielku kapal bagi mereka, bahkan mereka tidak mau membiarkan kapalnya karam.

"mas, ini tadi Lita sama Lusi beli baju ganti buat mas, semoga ukurannya pas" ucap Lusi memulai percakapan.

"iya mas, mas ganti baju dulu, kalau perlu mas makan dulu aja, biar kita berdua yang jagain Ko gabriel, kalo mas sakit nanti yang jagain koko siapa" Lita menimpali.

Dua gadis ini benar-benar baik, padahal aku paling sering memarahi mereka, tapi mereka tidak pernah dendam sedikitpun padaku, terbuat dari apa hati mereka berdua, dengan begitu tulus memberikan perhatian mereka untukku dan juga Gabrielku.

Kuambil Paperbag yang disodorkan Lusi, tak mampu lagi aku menahan rasa ingin mengucapkan terima kasih, kedua gadis ini kupeluk bersamaan, menangis semakin pilu bertiga.

"mas baim harus kuat, koko pasti sembuh, kita berdoa sama sama untuk kesembuhan koko ya mas" Lita ikut terisak menenangkanku, tangannya dengan lembut membelai punggungku.

Tak kalah perhatian dengan Lita, begitu juga Lusi, Ia malah terisak paling kencang memelukku "iya mas, mas baim harus yakin, tuhan pasti akan mengembalikan Ko Gabriel untuk mas, kapal yang sudah kita bangun gak akan karam mas"

"makasih ya" lirihku melepas pelukan mereka berdua, kami saling berusaha meredam tangis sendiri-sendiri, aku dan Lita sudah bisa tenang, tapi tidak dengan Lusi.

"udah Lus, Gua tau Lu sedih, tapi jangan gini dong, gak enak bikin Mas Baim makin sedih" ujar Lita menenangkan, Lita membelai pundak Lusi dengan penuh perhatian.

"iya Lus, kamu gimana sih, nyuruh Mas gak boleh sedih, malah kamu yang nangis gak bisa diem" timpalku membenarkan ucapan Lita.

"sakit tau Mas" ucap Lusi semakin terisak.

"iya mas juga ngerasain Lus, kamu yang sabar, mas tahu kamu sayang sama Gabriel, makasih Lus" ujarku ikut memegang bahu Lusi, tidak kusangka Lusi seberperasaan itu terhadap hubunganku dengan Gabriel.

"mm-mas" ujarnya lagi lebih lirih, "sakit, sepatu mas nginjek kaki lusi"

Aku melihat kearah kakiku, ah sial, benar saja, tanpa disadari sepatuku menginjak kakinya yang hanya mengenakan sandal jepit.

"ah--maaf Lus, mas minta maaf" ujarku merasa tidak enak.

Lita tersenyum menahan tawa, akupun sebenarnya sama, sedangkan Lusi mengerucutkan bibirnya.

"ya udah, mas titip Gabriel sama kalian ya, mas ganti baju sama makan dulu, kalian bener, mas harus tetap sehat biar bisa nemenin Gabriel" ujarku meninggalkan keduanya di ruangan.

* * *

Sudah seminggu Gabriel terbaring di Rumah sakit, Ia masih saja belum sadar dari komanya, Aku menjaga Gabriel bergantian dengan Abi, Umi dan tuyul perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Sarah, Sarah rela bolos sekolah untuk menemani Gabriel, dia bersikeras mau ikut ke jakarta, apa boleh buat, Ummi dan Abi malah memperbolehkannya, yang kudengar Sarah beralasan jika kakak iparnya mengalami kecelakaan dan koma, hal ini membuat wali kelas Sarah mengijinkannya, Sarah memang jujur, tapi wali kelasnya yang salah pengertian, Ia mengira kakak iparnya seorang wanita sehingga menitipkan salam untuk mba gabriella, itu yang dikatakan Sarah kepadaku saat hari pertama kedatangannya di jakarta.

Tapi aku beruntung mempunyai adik yang usil namun perhatian, setiap hari Sarah tidak pernah absen dan tidak pernah bosan untuk menjaga Gabriel disaat Aku kerja, bahkan Sarah mengajak Gabriel ngobrol, seolah tubuh Gabriel bisa merasakan dan mendengar suara Sarah, Sarah bercerita tentang teman-temannya dan Fanspagenya yang katanya followersnya bertambah, entah Fanspage apa yang Sarah maksud, Ia menyebutkan GaIblovers.

Hubunganku dengan Rasty mulai membaik, tapi aku tidak mau mengurus kehamilannya, bukan karena aku menelantarkan Rasty, aku hanya masih belum yakin hingga bayi itu lahir dan melakukan tes DNA, aku berjanji akan menebus kesalahanku dengan cara menikahi Rasty dan menyayangi anak yang dilahirkannya nanti, dengan catatan setelah tes DNA itu benar membuktikan jika bayi Rasty memang adalah darah dagingku.

"Mas Baim" teriak Lusi yang langsung membuka pintu tanpa ruanganku tanpa permisi, kebiasannya itu tidak juga hilang, padahal aku sudah menegurnya beberapa kali.

"kamu bisa gak sih ketuk pintu dulu, ngagetin aja" omelku ke Lusi, sedangkan yang diomeli hanya mengeluarkan cengiran andalannya, karena sekarang marahku pada mereka tak lagi serius, itu semata mata bentuk sayangku kepada mereka. "ada perlu apa?" tanyaku melihat matanya yang menyimpan sesuatu.

Akhir akhir ini aku memang lebih sering melamun, tidak fokus terhadap pekerjaanku.

"Lusi udah ketemu nomer telepon Mamanya Ko Gabriel" ujarnya memekik kegirangan.

Kuakui aku lebih terkejut dengan infonya barusan, "ss-serius?, gi-gimana bisa?" tanyaku terbata-bata.

"mas harus makasih ke sarah, berkat kekuatan socmednya sarah tuh mas, sarah iseng ngepost foto dia lagi nungguin Ko Gabriel di twitter, ternyata sarah punya mutualan dan mutualannya itu tetangga Ko Gabriel di palembang"

Lusi menjelaskan dengan tersenyum bahagia.

Lusi, Lita dan Sarah sudah bertemu sejak hari pertama kedatangan Sarah, Abi dan Ummi.

Lusi dan Lita yang tidak pernah absen menjenguk Gabriel setiap harinya akhirnya semakin akrab dengan adikku, jelas saja mereka akrab, mereka memiliki hobby yang sama, dan memiliki kapal yang sama bagi mereka, sehingga dalam hitungan hari mereka sudah tampak dekat seolah sudah saling mengenal lama.

"ya udah mana nomernya" ujarku meminta nomer mama mertuaku yang Aku sendiri belum pernah ketemu.

Lusi menyodorkan secarik kertas yang berisikan nomor handphone.

Tanpa banyak berpikir, Aku menelpon nomor yang diberikan Lusi, tak lama seorang perempuan mengangkat panggilanku, Ia mengaku bernama Florentia, aku sempat berpikir namanya hampir mirip dengan nama tengah Gabriel.

Aku mengenalkan diri dan menjelaskan semuanya secara terperinci kepada mamanya Gabriel, sehingga hari ini juga mama dan papanya Gabriel segera terbang ke jakarta.

"gimana mas?" tanya Lusi setelah Aku menutup panggilan telepon.

"udah beres, mama sama papanya Gabriel mau ke Jakarta sore ini juga" jawabku tersenyum.

"yaaaah" ujar Lusi lemas, "Sarah, Abi sama Uminya mas Baim bakal pulang dong" ujarnya lagi, raut wajah Lusi terlihat murung.

"iya pasti, soalnya Sarah juga kan harus sekolah"

"kurang lama tau mas, kita tuh udah cocok banget ama Sarah" ujarnya lagi.

"ya udah, nanti kan bisa main ke yogya, mau main kapanpun boleh, mas ijinin" jawabku membuat Lusi tersenyum bahagia.

"oh iya, name tag mas mana?" Tanya Lusi tiba-tiba, "gak make name tag dimarahin HRD lho mas" ujarnya lagi mengingatkan.

"gak tau, udah gak mikirin, lagian mas juga mau resign Lus, mas mau fokus kesehatan Gabriel dulu"

Wajah Lusi tertunduk, "yaah, Lusi sama Lita bakal kehilangan mas dong" mata Lusi tak dapat dibohongi, Ia menitikkan air matanya.

"kita kan masih bisa ketemu diluar, di Rumah Sakit juga bisa ketemu, mas gak akan larang kalian jenguk Gabriel, yang paling penting, kalian ijin sama mama dan papanya dulu, jangan asal nyelonong kayak ke mas" ujarku memberinya pengertian.

"ya udah mas, semoga ini jalan yang terbaik buat mas" ucap Lusi lirih, "Lusi jadi kangen Ko Gabriel" ujarnya lagi menambahkan.

"Minta doanya ya Lus, biar tunangan mas itu cepet siuman dari komanya" ujarku dibalas anggukan oleh Lusi.

* * *

Menit berganti jam, jam berganti hari, dan hari berganti bulan, sudah memasuki bulan ketujuh Gabrielku Koma, namun Gabrielku masih belum siuman, tapi Aku sedikit lega, karena Mama dan Papanya memberikan penjagaan yang ketat.

Ternyata Gabrielku itu anak pengusaha yang kaya raya, satu-satunya pewaris tunggal, namun hidupnya di jakarta tidak bermewah-mewahan, padahal Ia tidak perlu bekerja untuk menghasilkan uang, Aku semakin mencintai Gabrielku dengan segala kesederhanaannya, walau sekarang tubuhnya sudah kurus kering.

Hanya keajaiban tuhan yang bisa membantu Gabrielku.

Aku sudah resign dari perusahaanku, PT GENta Jaya OTomotif, yang sering aku dan Gabrielku singkat menjadi PT Genjot, hal ini kulakukan agar aku bisa fokus menjaga Gabrielku, aku fokus mengembangkan bisnis kecil kecilan, Aku membuka toko buku dan juga cafe di Yogya yang dihandle Ummi, Abi dan juga Sarah, aku masih belum memberitahu siapa diriku yang sebenarnya kepada orang tua Gabriel, aku masih mengaku sebagai teman, karena aku tidak mau menambah rumit suasana, beruntungnya Aku masih sering dimintai pertolongan oleh mama dan papa untuk menjaga Gabrielku disela sela mereka yang bolak-balik Palembang-Jakarta.

Masalah kasus Gabriel, pihak kepolisian masih terus melakukan penyelidikan karena belum menemukan titik terang, beberapa kali polisi memanggilku untuk meminta bantuan, tak ada bukti yang mengarahkan ke Rasty, Polisi sudah memeriksa CCTV Apartement, namun sayangnya jangkauan CCTV tidak begitu luas, dan juga Gabriel memarkirkan mobilnya tepat di pembatas parkiran yang cukup besar, sehingga keadaan sekitarnya tidak terlihat, polisi terus melakukan penyelidikan sampai hari ini.

Hari ini Aku sedang kebagian menjaga Gabrielku.

Mama dan papa sedang dalam perjalanan ke Jakarta karena sempat pulang ke Palembang untuk mengurus bisnis mereka.

Aku membelai rambut Gabrielku yang masih Koma, rambutnya tidak lagi sehalus dulu, namun aku masih mencintainya, mau berubah sedrastis apapun bentuk tubuhnya, aku tidak perduli, karena sungguh bukan fisiknya yang membuatku tergila gila, fisiknya hanyalah bonus, hatinya yang terutama.

"Riel, bangun, Ibramu akan selalu ada disini, Ibramu tidak akan kemana mana sampai kamu membuka mata dan mengusirku dari sini, aku sangat mencintaimu Riel, selamanya akan terus mencintaimu, kumohon bangunlah, bangunlah bukan untukku, tapi untuk orang orang yang menyayangimu, mereka menunggu Gabrielnya, kumohon, bangunlah Riel"

Hidupku benar benar hampa, tidak menyangka jika berbulan-bulan lamanya Aku ditinggal tidur Gabrielku, tak ada lagi suaranya, tak ada lagi bisikan manisnya, tak ada lagi tatapan indahnya, tak ada lagi senyumnya, Aku sangat merindukan Gabrielku, kenapa Gabrielku harus diombang ambingkan seperti ini, terombang ambing diantara hidup dan mati, Aku lebih ikhlas jika Gabrielku seandainya memang sudah pergi menuju tuhannya, dengan begitu aku bisa mengakhiri hidupku untuk menyusulnya, tapi ini, matipun tidak, tapi tubuhnya tidak dapat bergerak, Aku tidak bisa menerima kenyataan ini.

Drrrrrrt Drrrrttttt Drrrrtttttt

"Hallo Lit, kenapa?" ujarku mengangkat teleponku yang bergetar di saku celanaku, Lita menelponku.

"Hallo mas, besok mas ikut buat ngerayain ulang tahun Mba mel kan?" Tanya Lita diujung sana.

Aku memang sudah diberitahu bahwa besok mereka ingin memberi kejutan kepada Mba Mel dihari ulang tahunnya, Aku sudah mengatakan iya, karena bagaimanapun juga aku tetap ingin menjalin hubungan baik dengan mantan atasanku itu

"iya, ikut kok" jawabku, "oh iya Lit, minta tolong bungkusin kado yang mas kasih kemaren ya, terus tulisin nama Gabriel"

"emang ini beneran dari Ko Gabriel, mas?" tanya Lita masih kurang percaya.

"iya beneran, mas gak ngada-ngada, jadi Gabriel tahu kalo Mba Mel suka banget sama itu, jadi karena lagi diskon dan limited juga, jadi Gabriel langsung beliin, udah lama banget dia beliin itu, katanya mau kasih ke mba mel pas ulang tahun, untungnya Gabriel tinggalin di apartement mas" Jelasku berusaha meyakinkan.

"Oke deh, ditunggu besok ya mas, salam buat Ko Gabriel, bilangin Lita sama Lusi kangen" ujar lita ingin mengakhiri panggilannya.

"nih kamu ngomong sendiri aja, mas idupin kamera ya"

Aku mengarahkan kamera ke wajah Gabrielku yang terbujur kaku, Lita melambaikan tangannya, Lita langsung menangis, namun Ia bersikap seolah Gabriel bisa mendengarnya.

sambil menahan isak tangisnya, Lita berbicara di sambungan video call "hai kokonya Lita yang ganteng, maaf ya Ko kalo Lita ganggu koko lagi pacaran sama mas baim, Lita cuma kangen aja, koko tau nggak, kalo sekarang Lita gantiin posisi mas baim, terus Lusi ngegantiin posisi Ko Gabriel, ternyata pusing ya ko, padahal dulu Lita sama Lusi suka ngeluh kalo kerjaan Kami lebih banyak dari Ko Gabriel dan Mas Baim, ternyata jadi posisi Mas Baim dan Ko Gabriel malah lebih pusing" ujar Lita memperbaiki kacamatanya dengan isak tangisnya yang semakin terdengar, Lita memalingkan wajah dan dengan segera video beralih menampilkan wajah Lusi.

"iya Ko Briel, maafin Lita sama Lusi ya sempet berpikiran yang jelek, oh iya koh, pokoknya Lusi mau Koko ajarin Lusi gimana caranya ngadepin mister noah, mister itu nyebelin banget, Lusi kesellll" Lusi ikut membuang wajahnya, Ia tak sanggup lagi berkata kata.

Aku yang mendengarnya tak dapat lagi menyembunyikan kesedihanku, tidak hanya aku yang merasakan kehilangan, namun Lita, Lusi, Mama, Papa, Abi, Umi dan Sarah. Kami semua kehilangan sosok seorang Gabriel.

"mas, udah, matiin aja, Lusi gak sanggup" ujarnya pada akhirnya dengan suara parau,

Aku memutus panggilan video call, kembali mencium kening Gabrielku, lekaslah bangun Gabrielku, Aku sangat mencintaimu.

To Be Continued.

________________________________________

Special Part For Intermezzo

Flashback

Malam terakhir Sarah di jakarta, nampak Lusi dan Lita sudah tiba di Rumah Sakit.

"Dek, kamu besok pulang dong?" Tanya Lita bersedih mengetahui Sarah akan pulang setelah mendengar cerita bahwa Mama dan Papa Gabriel akan datang ke jakarta.

"ya mau gimana lagi kaLit, gak enak sama mama papanya Oppa Gabriel, Sarah juga mesti sekolah" Jawab gadis manis itu, malam ini dia tidak mengenakan Jilbabnya, karena pada dasarnya Sarah adalah gadis yang masih labil, namun Ummi dan Abi tidak mempermasalahkannya, Sarah juga cuek bebek dengan beberapa teman sekolahnya yang suka mengatainya Kerdus.

"yaaaaah, sedih deh, kita gak bisa cerita cerita BL lagi, padahal ada BL yang baru nongol lho, mana ukenya lucu banget lagi, kinyis kinyis gitu, tadinya Kakak mau ajakin kamu nobar dulu" timpal Lusi.

"iiih, KaLus, bikin penasaran, mauuu" pekik Sarah, namun segera merendahkan volume suaranya, karena mereka sadar, saat ini mereka bertiga sedang duduk disofa diseberang ranjang Gabriel.

"Sarah titip Oppa sama Mas ya kak, pokoknya jagain terus jangan sampe Kapal kita Karam"

"pasti dek" ujar Lita dan Lusi bersamaan.

"kak, GaIbLovers udah di follow belum?" Tanya sarah memandangi kedua wajah gadis yang lebih tua darinya bergantian.

"udah dong" jawab Lusi dan Lita lagi kompak.

"kok bisa kepikiran namanya GaIb, emang filosofinya apa?" Tanya Lusi penasaran.

Sarah menggeleng, "Gak ada sih kak, cuma kepikiran singkatan nama aja, Ga untuk Gabriel, Ib untuk Ibrahim".

"bagus sih, biar filosofinya gini aja, GaIb itu kan definisinya nyata tapi tak terlihat, jadi Filosofinya adalah Cinta yang tulus seorang insan yang bernama Gabriel dan insan yang bernama Ibrahim itu nyata, benar ada, tapi tak terlihat oleh orang-orang, karena mereka berdua yang merasakannya, bukan orang lain" Lita ikut menimpali, membuat Sarah dan Lusi melongo bersamaan.

"KaLus sehat? puitis banget, tapi Sarah suka filosofinya"

"iya, gua juga suka, tumben lu pinter cong" puji Lusi.

"enak aja, eike emang pinterong neik" sahut Lita memakai aksen si eceu.

Merek bertiga tertawa bersamaan, hingga seseorang hadir tanpa mereka sadari.

"Kalian tuh berisik banget, kedengaran tau dari luar" celetuknya membuat mereka bertiga menengok ke arah suara tersebut.

"eh mba mel, hehhe, maaf mba abisnya lagi lucu nih, ngomongin hubungan Mas Baim sama Ko Gabriel" jawab Lusi yang sukses menerima cubitan dari Lita dan Sarah, "awwww" teriak Lusi kesakitan.

"hub--hubungan, jadi Gabriel dan Baim be--beneran?"

"nggak mba, ini Lusi ngaco, iya kan Lus? iya kan?" sambil menekankan kata iya kan, Lita mencubit paha Lusi.

"eh--iya mba, salah ngomong hehehe" ujar Lusi tersenyum simpul.

Mereka bertiga meniupkan nafas bersamaan.

"kok mba mel bisa disini malem malem begini?"

Next chapter