6 Seseorang Yang Menunggu

Emma membangunkanku untuk sarapan. Entah sejak kapan, bahkan aku tidak sadar saat aku tertidur di samping jendela tanpa alas dan selimut.

"Kenapa kamu tidur di sini?," tanya Emma.

Aku masih setengah sadar dan linglung. Aku sendiri juga bingung, bagaimana caraku menjelaskan apa yang aku alami pada Emma. Aku ragu dia akan mempercayaiku, atau mungkin dia justru akan menertawaiku. Aku memilih untuk diam. Aku hanya bisa tersenyum kepadanya, lalu meninggalkannya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan setelah itu, sarapan.

Acara sarapan pagi ini terasa begitu sunyi, Emma terus saja menatapku dengan pandangan curiga. Aku berusaha menghindari tatapannya, mempercepat makanku agar bisa segera pergi. Aku hanya tidak tahu bagaimana caraku menjelaskan padanya mengenai apa yang aku lihat tadi malam dan kemungkinan besar, dia pasti tidak akan mempercayaiku. Aku ingin menyimpan rahasia ini sendiri dulu, hingga aku benar-benar paham dan bisa menjelaskan kepadanya.

"Tha, aku lihat kamu keluar kamarmu tadi malam," ucap Emma, "Semalam, aku juga melihat orang itu datang lagi," imbuhnya.

Aku hanya diam. Aku tahu, saat aku berbicara nantinya akan bertambah buruk.

"Tha, apa menurutmu anjing kecil itu berusaha menjaga rumahmu?," Emma kembali bersuara.

"Maksudnya?," jawabku cepat. Rasa makanan sudah tidak bisa lagi kurasakan, selera makanku hilang. Aku segera meletakkan sendok dan menatap Emma serius, "Aku tidak melihat anjing itu semalam, sepertinya dia sudah pergi saat orang itu datang. Aku terus memperhatikannya sampai aku tidak sadar sudah tertidur, lalu kamu membangunkan aku tadi pagi," jelasku.

Emma turut meletakkan sendoknya, sarapan ini mulai berubah menjadi diskusi serius, "Apa kamu tidak berpikir untuk memasang kamera pengawas di rumahmu?," tanya wanita itu setengah berbisik, seolah takut ada orang lain di ruang makan ini yang akan mendengarnya,

"Ini hanya saran dariku, Tha. Kita tidak mengharapkan kejadian terburuk, tapi kita bersiap untuk itu. Kamu tidak akan sanggup setiap malam mengintip dari jendela dan tidur dilantai, sementara paginya kamu masih harus ke kampus dan bekerja. Pun, jika memang orang itu berniat jahat, kita sudah memiliki bukti untuk menangkapnya," ucapnya.

Aku berpikir sejenak dan menurutku, apa yang Emma katakan memang ada benarnya. Tidak ada salahnya kita bersiap untuk hal buruk yang mungkin saja terjadi, meskipun masih belum mengetahuinya.

"Em, aku hanya merasa aneh mengenai orang tadi malam," Emma menatapku dengan pandangan yang menunjukkan bahwa dia tidak memahami ucapanku, "Aku merasa yang semalam itu bukan orang," suaraku terdengar lirih. Meski hanya mengatakan ini berdua dengan wanita itu, aku langsung merasa merinding, seolah-olah boneka itu sedang mengawasi kami saat ini—entah di suatu tempat di rumahku.

"Maksudnya?," tanya Emma yang sepertinya belum memahami maksudku.

"Aku merasa apa yang aku lihat tadi malam, bukan benar-benar orang," aku enggan untuk meneruskannya, tapi terlihat sekali ekspresi Emma yang penasaran dengan maksudku, "Dengar, mungkin ini sedikit tidak masuk akal untukmu," Aku melihat ke sekitar, memastikan tidak ada siapa pun yang akan mendengar percakapan kami,

"Perasaanku berkata bahwa dia bukan manusia, seperti kita. Dia memiliki cara berjalan yang sangat aneh, kulit yang pucat dan suara-suara ketukan saat dia melangkah. Aku juga melihat netra orang itu, tadi malam. Dia memiliki mata seperti kucing. Kamu paham, kan, jika matanya hewan itu akan bersinar saat dalam kegelapan?, dan, orang itu memilikinya," jelasku, yang menurutku sendiri pun masih bingung dengan makhluk jenis apa yang sudah aku lihat semalam.

Selesai aku menjelaskannya, Emma terlihat kebingungan. Dia mendial nomor seseorang melalui ponselnya. Aku tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan, 2 menit kemudian, wanita kembali, "Nanti siang, temanku akan datang kesini untuk memasang kamera pengawas di halaman rumahmu dan beberapa di sekitarnya," dia berkacak pinggang di depanku,

"Jujur, Tha, aku pun juga merasa ada yang aneh dengan orang itu. Aku berpikir kalau dia mungkin temanmu. Tapi anehnya, dia tidak juga mengetuk pintu atau apa pun, dan hanya diam saja," kudengar dia menarik nafas panjang, "Mungkin agak sadis mengatakan dia bukan manusia, tapi jujur saja, aku pun juga merasakan ada yang berbeda dengannya, 'berbeda' menurut pendapatku".

Aku hanya terbengong mendengar semua perkataan Emma. Ini Pertama kalinya aku melihat dia seperti sekarang, seolah aku menemukan sisi lain dari wanita itu. Bukan sahabat yang biasanya akan menasihatiku dengan kata-kata sepanjang rel kereta.

Aku memandangi sarapanku, seolah semua selera makanku sudah ditarik habis dengan kejadian tadi malam. Aku melirik ke pintu depan rumahku yang memang terlihat dari ruang makan dan hal itu membuatku mengingat kembali kejadian semalam. Rasa ngeri dan takut itu kembali kurasakan.

Aku menunggu teman Emma hingga jam 10 pagi dan baru sekitar pukul 12 siang, semua kamera pengawas telah berhasil dipasang. Total ada 4 kamera, 2 di halaman dan masing-masing di sisi rumah. Saat aku berniat untuk pergi ke toko membantunya, anjing putih itu kembali datang. Aku yang memang takut dengan hewan tersebut, hanya memperhatikannya dari jauh.

Anjing itu memiliki bulu putih yang sangat cantik dan terlihat sangat terawat. Emma benar, agak mustahil jika hewan ini tidak memiliki pemilik. Dia nampak begitu tenang, meskipun dengan orang asing seperti ku.

Seolah tidak memperdulikan keberadaanku, anjing itu masuk ke halaman rumahku, lalu berdiri tepat di samping pintu rumah, tanpa menggonggong dan hanya menatap lurus ke depan—ke arah gerbang. Dia begitu tenang. Aku memilih mengabaikannya dan segera berangkat ke toko.

Sesampainya di toko, Emma terlihat sibuk melayani pembeli yang cukup ramai siang itu. Aku pun segera membantunya.

"Sudah selesai?," tanyanya, saat aku berdiri di sampingnya untuk mengambilkan pot yang diminta pembeli.

Awalnya aku sedikit bingung, tapi kemudian aku menyadarinya. "Oh, sudah. Baru saja," jawabku, "Terima kasih, Em," aku sangat beruntung memiliki teman seperti Emma.

Di sela-sela waktu kerjaku, aku mengecek kondisi rumahku melalui ponselku. Aku sama sekali tidak melihat hal yang aneh. Hanya si anjing kecil yang beberapa kali berpindah tempat, atau putri tetanggaku yang datang dan bermain dengan hewan itu.

Semuanya terlihat normal. Satu yang membuatku bingung, anjing itu seolah sedang menjaga rumahku. Aku berusaha mengabaikannya, berpikir bahwa mungkin itu hanyalah peliharaan milik seseorang yang kemungkinan tersesat.

Jam 10 malam, aku berpamitan dengan Emma. Usai membersihkan toko, kami memutuskan untuk pulang. Dia memintaku menelepon jika sesuatu terjadi di rumahku.

Aku berjalan pelan, hingga saat aku sampai di depan pintu gerbang rumahku, aku mendengar suara anjing yang sedang menyalak dengan keras.

Hewan berbulu putih yang biasanya tenang itu, kini menggonggong dengan keras ke arah sesuatu yang berada di samping rumahku. Dia yang biasanya diam, saat ini menjadi buas.

Aku berusaha menjaga jarak dan hanya berdiri dari luar pagar. Anjing itu terus menggeram ke arah yang sama. Dia berputar-putar, kemudian menyalak lagi dengan bulu putihnya yang mengembang, seolah-olah dia benar-benar merasa sangat marah pada sesuatu yang ada di sana.

Aku segera berbalik dan berniat pergi sejauh mungkin, ke mana saja, asalkan bukan rumahku. Jujur, aku sangat takut dan tidak berani pulang ke rumah saat ini.

Aku segera menelepon Emma, di sela langkah kakiku, "Em, aku ke rumahmu, ya. Izinkan aku menginap semalam saja!," aku memohon kepadanya sambil menangis. Dia yang berada di seberang telepon, terdengar panik dan aku semakin mempercepat langkahku menuju rumah sahabatku itu.

.

.

_____________

1. Creation is hard, cheer me up! Power Stone^^

2. Like it ? Add to library!

3. Have some idea about my story? Comment it and let me know.

avataravatar
Next chapter