15 RINDU DARI SESEORANG

Ternyata Nayla adalah sepupu dari Milano. Cowok itu mengenalkannya pada Freya dan temannya saat istirahat.

Nayla murid pindahan dari Jogja, dia baru satu bulan belajar di sekolahan barunya. Milano baru sempat mengenalkan karena Nayla yang memintanya sekarang.

Nayla ingin berteman dekat dengan Freya, selama dia disana, teman sekelasnya tidak ada yang mau berteman. Mengetahui sepupu dari Milano cowok yang bermasalah di sekolah, mereka enggan berurusan dengan anak pentolan itu.

"Nay, lo mau makan apa? Biar gue pesenin." Trian mencoba untuk lebih dekat.

Nayla tersenyum, "Tidak usah, nanti gue pesen sendiri." dia menolak tawaran Trian dengan halus.

"Kenapa lo cuma tanya, Nayla? Gue sama yang lain kaga di tawarin."  Guntur protes, Trian pilih kasih, mentang-mentang Nayla cantik jadi dia melupakan temannya yang lain?

"Eits..jangan ngambek dulu." Trian berdiri menatap satu-persatu teman-temannya, "Gue pesenin, tapi bayar sendiri-sendiri." dia pergi dengan temannnya yang meyoraki.

"Ar, lo dari tadi diem terus." Freya mengamati sikap Arkan yang terlihat murung.

Arkan melirik, "Perasaan lo aja, gue ga apa-apa."

Jika Arkan terlihat murung biasanya Freya melakukan kesalahan, dia yang membuat Arkan jadi pendiam.

"Nanti kita omongin pulang sekolah." ucap Freya.

Arkan segera menolak, "Ga bisa. Gue ada urusan sama temen."

Freya manautkan alis, Arkan mencurigakan.

"Gue tunggu sampe urusan lo selesai, nanti gue ke rumah lo." Freya tidak menyerah.

Arkan menarik napas dalam, jika Freya sudah keras kepala dia bisa apa?

Arkan merapatkan bibir, tidak bisa mencari alasan lain. Freya selalu membuatnya terdiam, Arkan tidak bisa membantah bukan karena dia takut. Tapi karena Arkan menghargai setiap tindakan Freya terhadapnya.

Lagipula Freya tidak bisa di bohongi. Setiap Arkan menyembunyikan sesuatu, Freya pasti selalu menebaknya dengan benar.

"Ya, nanti kita nongki lagi lah. Udah lama, kan..kita ga kumpul bareng lagi." Milano mengajak.

Freya berpikir sejenak.

"Iya, Ya. Gue setuju sama, Milano." pungkas Galen.

Arkan melirik Freya yang masih berpikir.

Freya sendiri bingung harus menjawab apa, dalam hatinya dia ingin sekali berkumpul lagi seperti dulu. Tapi, di sisi lain ... Freya harus menjalankan perintah dari Richo.

"Ya!" panggil Arkan, Freya tersentak dia meliri kanan-kiri.

"Lo ngelamun?" tebak Guntur.

Freya mengelak, "Engga. Gue lagi mikir aja..bisa, atau engga." tandasnya.

Trian datang membawa nampan, di atasnya terdapat mie instan yang menggiurkan.

"Khusus untuk, Freya." Trian menyodorkan roti berbalut kertas.

"Lah, Freya burger kita kok mie?" Milano kembali protes dengan pesanan yang di bawa Trian.

"Udah si, makan aja, lagian lo ga ngomong mau pesen apa." sahut Trian dengan kesal.

"Freya ga suka mie, ya?" Nayla bertanya saat dia sedang mengaduk mie ayam.

Freya balas menggeleng kepala.

Sepertinya kehadiran Nayla membuat Freya tidak nyaman. Cewek itu merasa bersalah.

Milano menatap Nayla yang terlihat sedih, tangannya terulur untuk mengusap bahu sepupunya, guna menguatkan.

Sebelumnya, Milano pernah menceritakan bagaimana sikap dan sifat Freya pada Nayla. Ketua geng, nya itu memang jutek, ketus dan nyaris tidak pernah tersenyum tulus atau tertawa lepas. Nayla penasaran, Freya memang gadis seperti itu?

Bagaimana bisa?

Milano tidak pernah tahu.

Yang Milano tahu itu, Freya mempunyai Rival yang bernama Richo. Tidak ada yang lain selain itu. Milano, Trian, Guntur maupun Galen juga tidak ada yang berani untuk menanyakan hal pribadi lainnya tentang Freya.

Dan satu yang mereka ketahui.

Arkan mungkin mengetahui masa lalu Freya. Karena dia, satu-satunya orang yang sering Freya cari.

Tidak heran juga karena mereka berdua sudah berteman dari SMP.

>>>

Freya menunggu teman-temannya untuk pulang terlebih dahulu, agar tidak ketahuan kalau dia akan pergi menemui Richo di sekolahannya. Temannya belum mengetahui soal urusannya dengan Richo, Freya juga sangat berharap jika temannya tidak pernah tahu masalahnya.

Cewek itu menghela napas dan segera pergi.

Sejujurnya, Freya takut jika dia diam-diam seperi itu.

SMA SATU NUSA adalah sekolah yang jarang di minati. Mengetahui murid-muridnya yang selalu tidak taat dengan aturan yang berlaku, membuat sekolah itu tidak banyak siswa-siswi di dalamnya. Parahnya lagi, murid disana terlalu sering tawuran. Sekolah yang sudah di cap tidak baik, namun sekolahan itu tidak bisa di bubarkan hanya karena ada tiga murid yang berprestasi.

Seiring berjalannya waktu, sekolahan tersebut kembali bersinar, tidak ada lagi yang meremehkan, menyindir atau mencela. Tiga murid tersebut berhasil membawa baik nama sekolahannya.

Soal Richo yang masih saja tawuran, pihak sekolah belum mengetahui. Namun, kabarnya saat ini dia dan geng sudah tidak lagi berbuat ulah.

Freya dengan bosan menunggu musuhnya itu, dia duduk di atas motornya sambil melirik jam yang melingkari tangan kirinya.

"Freya." panggilan itu terdengar familiar.

Freya menoleh, "Marvin." gumamnya.

Marvin berjalan mendekat, "Kamu, baru pulang sekolah juga?" tanyanya.

Freya mengangguk, "Iya."

Marvin tersenyum mengangguk, "Nungguin Richo, ya?" tebaknya.

Freya mengangguk kembali sambil nengok kanan-kiri.

Marvin ikut menengok ke belakangnya, dia berkata, "Richo udah pulang, keliatannya dia buru-buru tadi." ujarnya.

Freya diam sejenak, "Tumben dia ga bilang, tau gitu gue ga mungkin ke sini jauh-jauh." ujarnya sedikit kesal.

Marvin terkekeh geli.

Freya selalu berhasil membuatnya gemas.

"Yaudah deh gue, pulang." pamit Freya sedikit bergumam.

Marvin menahan pergelangan Freya saat cewek itu hendak menaiki motornya.

Marvin segera melepaskan tangan itu, "Maaf, Freya." dia sedikit menunduk, tangannya menggaruk sedikit kepala belakang---canggung.

"Kenapa?" Freya bertanya bingung.

Marvin menghela napas, "Sebenarnya aku kemarin ke rumah, kamu. Tapi, kayaknya kamu ada masalah keluarga, jadi aku langsung pergi." jelas Marvin.

Freya tidak mendengar suara motor atau mobil saat dia dan Gibran memasuki rumahnya.

Saat Freya di marahi Papa 'nya, pun .. Dia tidak mendengar apapun kecuali orang rumahnya.

Kapan Marvin datang ke rumahnya?

"Aku melihat, Richo anterin kamu pulang."

Freya semakin kebingungan.

Kenapa dia tidak menyadari keberadaan Marvin?

"Lo mau ngapain? ke rumah gue?" tanya Freya akhirnya.

Marvin sedikit takut untuk membalas, dia menundukkan kepalanya sebentar.

Marvin mengulum bibir bawahnya sebelum berucap, "Mmm...itu. Mama, katanya kangen sama, kamu."

Hati Freya mencelos.

Dia hampir melupakan Mama, nya Marvin.

"Aku bilang kalau, kamu sudah tidur. Itu sebabnya aku ga bawa kamu ke rumah."

"Kenapa lo bohong?" Freya menelisik ucapan Marvin.

Bukankah tadi Marvin bilang kalau sepertinya Freya ada masalah?

"Kalau aku bilang jujur, Mama pasti akan khawatir. Lagian aku tidak tahu masalah kamu apa? itu hanya menebak." terang Marvin.

Cowok itu memang baik, dia tidak ingin membuat suasana menjadi keruh karena kesalah pahaman.

"Tapi... Mama masih menunggu kamu untuk bertemu."

avataravatar
Next chapter