19 RASA

Nayla menyeruput jus yang menyegarkan tenggorokkannya, dia melirik Milano yang melamun sejak istirahat. Cowok itu menopang dagu tak selera dengan makanan di depannya.

"No, kenapa? Ada masalah, ya? Oh iya." kepala Nayla menengok kanan-kiri, dia mencari teman Milano yang lain, "Freya sama yang lain mana? Kok, Cuma ada kalian berdua aja."

Nayla belum mengetahui masalah kemarin, karena Freya yang menyuruh untuk tidak memberitahu siapapun, termasuk sepupu Milano itu. Freya berpikir karena masalahnya itu tidak penting untuk orang lain, lagipula Nayla hanya ingin berteman, bukan untuk mencampuri urusan orang lain. Nayla hanyalah orang baru yang ingin masuk dalam pertemanannya.

Cewek itu melirik Milano dan Galen bergantian, "Gue tanya, kok ga di jawab?"

Mialano melirik Galen, dia menunduk dalam. Nayla pasti merasa aneh, tidak biasanya jika Milano dkk tidak berkumpul bersama di kantin.

"Trian juga ga sekolah, ya?" tanya Nayla kembali.

Galen menjawab, "Engga, dia kasih surat izin."

Nayla mengangguk, mungkin teman Milano ada keperluan, pikirnya.

"Udah lah, Nay. Abisin aja makanannya, bentar lagi masuk." lerai Milano.

Nayla tidak banyak tanya lagi. Dia menurut, melanjutkan makanannya walau masih penasaran dengan hilangnya teman-teman Milano secara mendadak.

Galen menghela napas gusar, dia sangat berharap jika Arkan tidak akan lagi bertindak tanpa memikirkan resikonya.

--------

Freya masih berada di dalam kelas, cewek itu tidak sekalipun bicara walau temannya bertanya, pun. Freya memikirkan keadaan Arkan yang masih terbaring di rumah sakit.

Kapan masalahnya akan selesai?

Arkan pasti akan terus bertindak jika Freya masih dekat dengan Richo. Cara apa yang bisa membuat Richo tidak lagi mengganggunya? Semuanya sudah di lakukan. Richo memang cowok yang tidak mudah menyerah, sekalipun jika dia bertaruh nyawanya sendiri.

Freya rasa percuma, jika dia berbicara 'pun pasti Richo tidak akan pernah serius. Cowok itu selalu buat Freya serba salah.

"Ya, pulang sekolah gue ikut lo jenguk Arkan, ya. Kemarin 'kan, lo suruh buru-buru buat gue sama Galen pulang duluan." Milano sedikit memaksa, Galen mengangguk di sebelahnya.

"Kalo bokap ga ada, gue izinin." singkat Freya.

Dua cowok itu tersenyum, "Thanks, Ya."

Setelah ini, Freya harus ke sekolahan Richo, seperti biasanya. Dia akan menjenguk Arkan,tentu setelah masalahnya sudah selesai dengan Richo.

Apalagi, Freya melupakan Mama 'nya Marvin yang merindukannnya. Sudah beberapa hari dia sibuk dengan urusannya yang juga belum kelar. Freya merasa bersalah, pasti tante Gisella kecewa.

"Ya, kita jalan bareng apa gimana?" Galen bertanya saat Freya berada di luar gerbang.

Cewek itu menoleh, "Duluan aja, gue di jemput."

Milano bertanya heran, "Lah, tumben. Biasanya lo bawa motor, ogah buat di anter."

Freya menatap horor, Galen dan Milano tersenyum takut, cowok-cowok itu 'pun pergi, enggan berurusan dengan Freya.

Devan pasti tidak akan menjemput, karena cowok itu harus mengurus bisnisnya yang baru. Freya tidak peduli, toh tujuannya sekarang bertemu dengan sang musuh—merangkap jadi pacar.

Richo sudah menunggu, jam di tangan kanannya terus di lirik, Freya telat lima belas menit menemuinya. Richo menyeringai, kali ini dia ada alasan untuk menghukum cewek itu.

"Sorry, gue telat."

Richo melangkah ke depan Freya, "Tau, kan. Apa resikonya?"

Freya menghela napas, dia menatap Richo, "Mau apa, sayang?"

Richo tersenyum puas, dua tangannya melipat, "Puter badan, sambil teriak..Freya gila sebanyak sepuluh kali."

Richo yang gila! Bukan Freya. Cewek itu pasrah, dia menuruti perintah cowok bajingan itu.

Jav terbahak saat dia baru saja keluar dari lingkungan sekolah. Cowok itu tidak sendiri, bersama teman-temannya termasuk Marvin yang berada di belakang Vano.

Sebut Richo tidak punya hati, Marvin menatap Freya yang masih mengulang ucapan tadi, tidak habis pikir dengan temannya.

"Oke, sayang. Makin nurut aja, ya. Hahahaha."

Freya semakin benci, Richo sudah membuatnya malu di depan teman musuhnya, harga diri Freya di jatuhkan, tepat di depan semua orang yang Freya benci. Tidak, terkecuali—Marvin.

Satu-satunya cowok yang Freya kenal baik itu, Marvin. Dia sangat menghargai orang lain, termasuk dirinya. Andai jika Rino tidak meninggal, pasti dia akan hidup dengan tenang, tidak ada permasalahan seperti ini dengan Richo.

"Puas? Gue ada urusan lain, permisi." Freya melangkah cepat, Richo tidak mengejar, dia masih menampakkan seringaian.

"Richo, lo kejar dong! ga romantis banget lo." Komentar Vano.

Richo menjawab tanpa melirik, dia masih menatap Freya yang berjalan menjauh. "Biarin aja dulu, peliharaan kalo terus di kengkang bisa-bisa stress, gue gamau bini gue gila beneran."

Marvin mendengus sebal, prilakunya terhadap Freya semakin keterlaluan. Richo memang tidak punya hati, ya? Freya itu perempuan, dia paling tidak bisa jika melihat ada laki-laki yang menindas perempuan. Richo bertindak ke kanak-kanakkan. jika dia berusaha untuk balas dendam, kenapa tidak selesaikan dengan cara lain?

Itu sama saja seperti Richo sedang membuat Freya benar-benar gila. Dengan cara itu, perlahan pasti akan membuat Freya semakin lemah. Picik.

***

Nayla sekarang mengerti, dia tahu penyebab semuanya terjadi. Tanpa sepengetahuan sepupunya Milano, dia diam-diam untuk mencari informasi. Beruntung ada si tukang rumpi di kelasnya.

"Kalian tau ga si? si ganteng katanya masuk rumah sakit." Cewek berwajah menor itu mulai heboh dengan temannya.

Teman sebangkunya menyahut, "Hah, serius? kenapa dia, berantem lagi? ga ada kapoknya emang tu cowok."

Cewek di bangku depan ikut merespon, "Sebenernya, Arkan itu suka sama Freya, kan? tapi dia gengsi. Dia lebih pilih diem karena takut Freya marah, terus jauhin dia."

Nayla masih menunggu kelanjutannya, dia berpura-pura membaca buku. Jaraknya dengan si tukang rumpi itu cukup dekat, tetapi karena keadaan kelas rusuh, dia harus lebih jeli mengamati setiap ucapan mereka.

"Nah, bener. Gue jadi inget adek kelas yang pernah nembak Arkan dulu, gila! di tolak mentah-mentah, padahal ceweknya lumayan cantik, lho."

Nayla semakin penasaran, ceritanya lumayan menarik perhatiannya juga.

"Kasian emang, tapi gue mau tanya. Menurut kalian, Arkan lebih cocok sama Freya atau..Richo yang lebih cocok?"

Richo? Siapa?

Tiga cewek itu serempak, "JELAS RICHO LAH!"

Nayla mengernyit, dia harus mengetahui siapa nama cowok yang di maksud teman kelasnya itu. Nayla semakin tertarik saja, cerita cinta Freya serumit itu, ya?

Yang Nayla pikirkan, apa Freya selama ini tidak mengetahui perasaan Arkan padanya?

Banyak kejadian dari pertemanan menjadi cinta, bahkan sampai ke jenjang yang serius sampai menua. Nayla juga berharap, Freya bisa menjalin hubungan dengan Arkan. Di pikir-pikir, Arkan dan Freya memang cocok dan serasi, tapi..Richo siapa? Nayla tidak pernah mendengar nama itu dari Milano.

Rasa ke-kepoan Nayla semakin melonjak, dari hanya ingin berteman sampai penasaran dengan kisah Arkan—Freya.

avataravatar
Next chapter