8 MENGINAP

Freya memandangi Marvin yang sedang memasak di dapur, menggosok tangannya beberapa kali guna menghangatkan tubuhnya yang kedinginan.

Saat Freya hendak bertanya apa alasan Kakak Marvin bunuh diri tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya, membuat Marvin dan Freya segera pergi dari tempat tersebut berakhir dengan Marvin mengajak Freya untuk ke rumahnya saja.

"Kok, lo baik sama gue?" Freya bertanya sambil berjalan ke arah Marvin, kedua tangannya mengusap bahu beberapa kali.

Cowok itu tersenyum manis, "Memang ada alasan harus membenci kamu?" ucapnya melirik Freya.

Freya tersenyum malu menggaruk sedikit lehernya, "Ya, lo bukanya temen Richo? semua temennya Richo itu emang benci sama gue. Pernah loh. Gue hampir ke tabrak motor temennya Richo kalo gada Arkan yang nolongin." ungkap Freya.

Marvin menganga terkejut, "Serius? sampai segitunya?" Freya mengangguk yakin.

"Itu udah keterlaluan." ucap Marvin mematikan kompor lalu membalikan tubuhnya.

Freya mengikuti, kedua tangannya terlipat, "Iya makanya itu, gue heran kenapa lo baik sama gue."

Cowok itu menoleh ke arah Freya yang sedikit pendek darinya, "Gimana gatel-gatel kamu?" Marvin mengalihkan menatap Freya di sampingnya.

"Udah mendingan kok."

Cowok itu membalikan lagi tubuhnya, menaruh panci yang berisi sup ke meja makan.

"Kamu makan sup ini dulu buat hangatin tubuh kamu." ucap Marvin masih mengambil sup ke dalam mangkuk.

Freya tak sadar tersenyum, ternyata Marvin cowok yang perhatian selain baik padanya.

"Makasih, udah mau di repotin sama gue." Freya berucap saat Marvin masih sibuk menyediakan segala makanan.

Cowok itu tersenyum lebar sempat melirik Freya, "Iya, sama-sama."

"Oh iya, lo tinggal sendiri di rumah?perasaan, gue daritadi ga liat orang tua lo." Freya duduk, di depannya sudah ada sup yang masih mengepulkan uap.

Marvin ikut duduk di samping Freya lalu menjawab, "Mungkin masih di kantor, paling sebentar lagi juga pulang."

Freya hanya mengangguk dua kali tanpa bertanya kembali.

***

Devan berdecak sebal tangannya mengacak rambut yang selalu terlihat rapi dengan prustasi.

"Terus gimana, Arkan! kemana lagi kita cari, Freya?" ucapnya sedikit membentak, Arkan mengulum bibirnya menghela napas dalam dan berpikir tempat mana lagi yang sering Freya datangi.

"Arkan!" geram Devan buat Arkan tersentak kaget, "Sabar, kak. Arkan juga lagi mikir tempat mana lagi yang sering Freya kunjungi." balas Arkan.

Devan berkacak pinggang berjalan ke kanan ke kiri memikirkan keadaan Freya yang entah ada dimana saat hujan dengan derasnya di luar.

"Kamu tau 'kan? kalo Freya alergi dingin." Devan menatap tajam Arkan yang sedang duduk sambil masih berpikir.

Arkan melirik, "Makanya, kak. Arkan khawatir terus langsung ke sini, kali aja Freya pulang tanpa ngabarin Arkan dulu...ternyata malah ngilang."

Arkan tak habis pikir. Bisa-bisanya Freya pergi dari rumahnya tanpa meminta ijin terlebih dahulu.

"Apa..Freya ke rumah Richo, Kak?" tebak Arkan, Devan menoleh menatap penuh harap. Semoga tebakan Arkan kali ini benar, batinnya.

Devan segera pergi keluar rumahnya bersama dengan Arkan yang selalu mendampingi untuk mencari Freya.

Saat Arkan kembali ke rumah sehabis membeli keperluan dia mencari Freya yang sudah tidak ada di kamar yang selalu Freya pinjam saat di rumahnya. Arkan jelas panik, karena itu baru pertama kalinya Freya pergi tanpa pamit padanya. Setelah Arkan mencari di setiap sudut rumahnya, dia segera mengunjungi rumah Freya sebelumnya cowok itu menelfon Devan dulu menanyakan masih di kantor atau di rumahnya.

Devan mengetuk tiga kali pintu rumah Richo, tidak ada sahutan dari dalam hingga Devan geram sendiri.

"Arkan, kamu yakin Freya disini?" tanyanya meminta keyakinan lagi.

Arkan mengangguk ragu, "Semoga aja, kak...tinggal rumah Richo yang belum kita kunjungi." balasnya.

Pintu terbuka, cowok putih tinggi itu menatap Devan dan Arkan bingung, "Cari siapa?" iris 'nya menatap Arkan sinis.

"Richo, apa...Freya datang kesini?" Devan bertanya berharap.

Cowok itu menautkan alis, "Kenapa nyangka Freya disini?"

Dada Arkan naik turun menahan kesal, "Lo tinggal jawab aja ada atau engga!" Arkan sangat geram walau di luar memang dingin tapi suhu badannya terasa panas.

Devan mengangguk, masih berharap Freya berada di dalam rumah Richo.

Richo tersenyum miring, "Biasa aja dong. Lagian mana mungkin Freya kesini kalo ga gue culik." jawaban Richo membuat Arkan ingin sekali menimpuk kepala besar itu.

"Richo, tolong jawab dengan benar." Devan mulai kesal, Richo seakan ingin mengajaknya bercanda.

"Maaf, tapi Freya gada disini." Richo menjawab dengan ketus buat Arkan mengeratkan giginya hingga bunyi.

"Lo jangan main-main, Richo!"

Devan mengusap wajahnya prustasi, hafus mencari Freya kemana lagi jika adik perempuannya tidak ada di rumah Richo.

"Kenapa kak Devan ga curiga sama..dia." ucap Richo menunjuk Arkan dengan dagunya.

Devan melirik Arkan sebentar, "Justru dia juga tidak tahu keberadaan Freya."

Richo menaikan satu alisnya menatap rendah ke arah Arkan yang sedang menatapnya marah.

"Ayo, Arkan..kita cari Freya di lain tempat." Devan segera masuk ke dalam mobil meninggalkan Arkan yang sedang mengepalkan tangannya kuat masih menatap marah ke arah Richo.

"Lo liat aja, Arkan. Gue ga akan pernah biarin lo terus deket sama Freya!" Richo menutup pintu rumahnya dengan keras, malas beradu mulut dengan Arkan.

Arkan yang hendak ingin meninju Richo malah terlambat, "Sial." umpatnya kesal, "Gue juga ga akan pernah buat lo terus nyakitin Freya, Richo!" Arkan melesat pergi segera menyusul Devan ke arah mobil.

...

Freya mengembungkan pipi 'nya menopang dagu menatap air hujan dari jendela kamar, masih terlihat deras hingga tengah malam.

"Fiuh, kok hujan di luar ga berenti-berenti, ya. Gimana kalo..Arkan khawatir sama gue atau dia sampe cari gue ke tempat biasa, hujan di luar lebat banget lagi." Freya mengigit bibir bawahng resah, memang kesalahan dia pergi dari rumah Arkan apalagi tanpa mengabari cowok itu terlebih dulu.

"Kamu belum tidur? waktu sudah mulai larut."

Freya menoleh saat mendengar ucapan seorang perempuan.

"Tante, Gisella." gumamnya.

Perempuan paruh baya itu tersenyum manis mengelus rambut Freya, "Kamu mikirin keluarga kamu, ya?" tanyanya menebak.

Freya tersenyum tipis, "Freya ga tenang aja, Tante. Pasti temen Freya lagi cari keberadaan Freya sekarang, gatau lagi harus ngabarin dia gimana soalnya hp Freya mati." jelasnya.

Gisella mengangguk, "Kamu tahu nomor handphone teman kamu?"

Freya menggaruk sisi kepalanya tersenyum konyol, "Engga." sambil menggeleng.

Gisella tertawa kecil, "Astaga kamu ini lucu sekali." lengannya menggenggam tangan Freya yang terasa hangat, "Menginap saja disini, lagipula di luar masih hujan deras. Tante juga akan menjaga kamu disini sampai kamu benar-benar merasa nyaman."

Freya bergeming, hatinya mendadak bergumuruh.

Apa, tuhan sudah mengabulkan permintaan Freya? Menghadirkan kembali sosok Mama yang sangat dia rindukan sejak lama, walaupun sosok itu adalah Ibu dari cowok yang baru saja di kenalnya–Marvin.

avataravatar
Next chapter