5 CAFÉ

Freya mendapati ceramah dari Kakaknya, ternyata saat Freya ingin tidur dengan tiba-tiba Devan masuk tanpa mengetuk pintu. Padahal Devan baru saja pulang dari kantor masih mengenakan pakaian kantornya dan langsung menghampiri adiknya.

"Kakak bilang apa! ini baru kemarin di puji mulus kenapa sekarang bonyok lagi?" Devan duduk di pinggiran kasur sedangkan Freya yang sudah berbaring malah di kejutkan dengan suara Devan yang mengharuskannya duduk kembali.

"Kamu kali ini di keroyok apa satu lawan satu?" suara Devan terdengar khawatir.

Freya menghela napas jengah, "Ga pa-pa, Kak. Ini mah ga seberapa."

Devan bergidik melihat lebam yang pasti akan terasa sakit atau ngilu, tapi adiknya bilang apa? tidak seberapa? Freya itu perempuan atau manusia baja? bisa sekuat itu?.

"Dek. Beruntung Papa hari ini lembur, coba kalo dia pulang barengan sama Kakak, abis kamu nanti." Freya tertawa kecil, Devan menyentil bahu Freya, "Malah ketawa ni anak, orang lagi khawatir."

"Kakak itu cocok jadi tukang lawak." kelakar Freya.

Devan melotot, "Enak aja! cowok ganteng kayak gini ga cocok jadi pelawak! lagian Kakak itu calon CEO di perusahaan, Papa." Devan membanggakan diri membuat Freya sok-sok 'an mau muntah.

"Heh Kakak lihat, yaudah kamu istirahat.

Lukanya udah di obatin 'kan? " Freya mengangguk sambil menutup mulutnya menahan kantuk.

"Kamu kecapean banget pasti, Kakak juga mau mandi abis itu tidur." Freya mengangguk lagi lalu membaringkan kembali tubuhnya membiarkan Devan menyelimutinya.

**

Trian dan Milano menghampiri meja kantin di sebelah kanan dekat dengan pintu, melihat Freya Arkan dan kawan lainnya disana.

Trian melotot saat melihat luka Freya, "Anjir muka lo kenapa, Ya?" tanyanya sedikit teriak.

Freya melirik, "Ga pa-pa."

Arkan yang di sebelahnya menatap, "Lo berantem sama Richo? apa sama kacungnya?".

Arkan kesal. Sudah beberapa kali bertanya 'pun, jawaban Freya tetap sama.

"Ga pa-pa."

Padahal Arkan bertanya siapa yang sudah membuat wajah Freya hingga lebam, tapi jawabannya tidak sesuai dengan harapan cowok itu.

"Kasih tau aja, Ya. Kalo bener si Richo yang buat lo gini, gue bakal bales itu orang lebih dari ini." Guntur ikut tersulut.

Arkan, Trian dan Milano mengangguk setuju.

Freya menatap satu per-satu temannya lalu tersenyum kecil, "Gue beneran ga pa-pa. Mending lo semua mikirin anak-anak kemarin yang terluka, semuanya lo obatin jangan sampe terlewat." usul Freya.

Trian menjawab semangat, "Kalo itu mah gampang kali, Ya. Sejak hari itu juga beres, cuma ada yang gamau ikut katanya dia kalo ketauan emaknya bakal di keluarin dari rumah."

Milano menganga.

"Buset, bagus juga ancamannya, ye." Guntur bergidik, jika orangtuanya juga mengetahui bahwa Guntur sering tawuran pasti mereka juga akan melakukan yang sama.

"Ya. Lo harus lebih hati-hati sama otak Richo, gue yakin dalang semuanya dari dia." Arkan kembali mengingatkan, Freya tersenyum menanggapi, "Lo tenang aja, Ar. Gue juga tau itu."

"Ekhemmm..." Trian dan Guntur pura-pura batuk buat Arkan menatap mereka malas.

"Eh iya, Ya. katanya lo nangkep mata-mata di sekolah kita, emang siapa?" Milano bertanya karena cowok itu belum mengetahui begitu juga yang lainnya termasuk Arkan.

Freya menghela napas, "Dion."

"WHAT!" Trian melotot tak percaya Milano dan Guntur menganga sedangkan Arkan yang belum tau siapa Dion hanya diam dan butuh penjelasan.

"Gini, Ar. Kemarin pas si Richo ngajak perang lagi si Trian itu nambahin pasukan dan ternyata waktu itu dia nyembunyiin pisau lipat di belakang punggungnya, tebakan lo emang bener dalangnya Richo. Dia juga ternyata jadi mata-mata sekolahan kita, jujur gue muak banget liat si Dion." Freya menjelaskan hingga Arkan mengerti maksudnya.

"Terus lo apain si Dion?" Milano kembali bertanya.

"Ga gue apa-apain. Cuma ngurung dia di tempat biasa gue hukum orang yang berani macem-macem sama gue." Freya membalasnya lantang membuat semua temannya mengangguk pasti.

"Padahal si Dion itu anak yang baek. Gue denger dia anak yang rajin di kelasnya, lo tau sendiri gue gatau mana anak rajin belajar mana anak yang begajulan kayak si Guntur."

Dengar namanya di lecehkan Guntur langsung mendorong tubuh Trian hingga cowok itu tersungkur ke bawah.

Semua yang berada di kantin mengundang tawa, Guntur tertawa senang karena berhasil membalas.

"Kok lo dorong gue si!" Trian protes karena image 'nya yang terkenal sok cool malah di tertawakan se ruangan kantin, memalukan pikirnya.

"Lagian kamu itu sudah melecehkanku, mas." Guntur meniru gaya perempuan membuat Trian bergidik ngeri, "Ish jijik gue liatnya, Tur."

Freya, Arkan dan Milano tertawa melihat dua cowok yang sama-sama bilang bahwa dirinya sok cool itu terus berdebat.

Trian memang cowok yang paling humoris, walau terkadang ke–kepo 'an nya yang bisa membuat siapa saja merasa gemas. Tetapi Freya sangat mensyukuri mempunyai teman seperti mereka.

Pulang sekolah Freya menyempatkan untuk ke Cafè, sudah lama sekali saat terakhir kali dia berkunjung dengan seseorang yang hingga sekarang masih ada dalam pikirannya.

"Loh, ini Freya 'kan?" seseorang bertanya saat Freya sudah masuk.

Freya menoleh, dia tersenyum, "Iya."

Beliau tersenyum, "Wah, udah lama banget kamu ga kesini."

Freya menunduk sedikit, "Kakak masih kerja disini? kirain udah pindah."

Terlihat raut wajah seseorang itu di tekuk, "Ya engga lah, kamu kok jahat bilang begitu."

Freya terkekeh, "Maaf, kak. Freya becanda kok."

"Yaudah kamu duduk sebentar, ya. Biar aku siapin makanannya, kamu kesini mau pesen makanan kesukaan kamu sama–"

"Iya. Kayak biasa." cela Freya buru-buru.

Diana hampir membuat Freya merasa sedih.

Diana sudah menganggap Freya adik kandungnya sendiri begitupun sebaliknya, sejak dari dulu. Saat dimana Freya dan orang yang dia sayangin itu selalu berkunjung ke Cafè tersebut, hati Freya merasa hangat. Entahlah Freya baru sekali merasakan kehangatan disana, seakan tempat itu adalah rumah kedua baginya.

Saat Freya meneliti sudut ruangan yang belum pernah berubah, Freya sedikit terkejut ada yang menepuk bahunya.

Cewek itu melirik, "Nah bener kamu."

Freya menautkan alis bingung, kenapa cowok itu ada di sini juga.

"Boleh duduk?" tanyanya, Freya mengangguk ragu.

"Nama kamu?" tangannya terulur membuat Freya kembali termenung.

Dia tertawa kecil, "Aku lagi ngomong sama kamu, kok bengong?"

Freya segera menggeleng cepat, "Gue, Freya." tangannya membalas uluran cowok di depannya.

"Tapi kamu udah tau nama aku 'kan?" Freya tercenung setelahnya mengangguk.

"Ma–arvin bukan?" tanya Freya ragu.

Cowok itu mengangguk cepat, "Lebih tepatnya, Marvin Niguelleandrian." ucapnya lantang.

Freya melongo, apa perkenalan harus dengan nama panjang?

Marvin tertawa kecil, "Jangan melongo, nanti kalo ada nyamuk masuk berabe." setelahnya tertawa terbahak-bahak.

Freya mendengus menatap ke arah lain, ternyata Marvin bukan hanya cowok polos tetapi cowok menyebalkan seperti kakaknya Devan.

avataravatar
Next chapter