1 AWAL BERTEMU

Freya lagi-lagi mendengus kala Handphone 'nya terus berdering dengan nomor yang berbeda setiap ada panggilan masuk.

Cewek itu berdecih, "Cih, cupu." masih berjalan di sepanjang koridor, kali ini kakinya mengarah pada Unit Kesehatan Sekolah atau UKS.

Iris hitam itu menatap lelaki yang sedang terbaring lemah di bangsal UKS, "Gimana keadaan lo?" ucapannya terdengar ketus.

Cowok itu melirik, menarik tubuhnya untuk duduk, "Seperti yang lo lihat sekarang."

Freya menghela napas, memijat pelipisnya yang terasa pening. "Gue 'kan udah sering bilang sama lo semua. Jangan pernah lawan kalo lo lagi sendiri, tau sendiri akibatnya kayak gini lo juga yang bakal rugi." Freya terlihat frustasi, namun ia juga harus bersabar dengan temannya yang keras kepala ini.

"Ya udah kalo gitu, lo istirahat aja. Biar gue yang andelin semuanya. Tapi inget! kalo besok lo gini lagi. Jangan harap lo bisa selamet." ancaman Freya membuat Arkan terdiam, "Gue duluan." Freya pamit menepuk bahu cowok itu pelan, Arkan mengangguk sekali.

Rahang Arkan mengeras, tangannya mengepal kuat, "Ga ada satupun yang bisa ngalahin gue, Ya. Gue cuma lagi lengah aja, nanti setelah gue fit lagi, yakin kalo gue bisa buat mereka masuk UGD." Ego 'nya sangat tinggi. Dia ingin semua orang mengenal Arkan bukan karena wajahnya yang selalu terlihat tampan. Tapi juga di pandang sebagai Arkan yang mampu membuat musuhnya terkapar atau bahkan hingga nyawanya melayang.

Arkan memang teman Freya dari SMP. Arkan juga cowok yang mudah tersulut emosi, dia paling tidak bisa jika ada salah seorang yang bilang bahwa dirinya tidak berguna. Freya selalu memahami. Karena hanya Freya yang Arkan kenal dan peduli padanya. Hingga pada akhirnya Freya yang terus mengalah dan harus bisa lebih bersabar atas sikap Arkan yang sering membuatnya dongkol.

"Ya. Lo tau ga? Soal, Galen, yang kemaren di tantang lagi sama anak Nusa?" Trian bertanya serius, Freya yang sedang meminum Jus jeruk mengalihkan pandangannya menatap cowok berkulit sawo matang itu di hadapannya.

"Emang anak Nusa tuh cari ribut terus. Gue sempet mikirin si tempatnya, kali ini kita babad semua anaknya dari arah mana, lo pada cukup denger intruksi dari gue."

Trian tersenyum smirk. "Bagus, biar nanti gue juga nambahin pasukan." Freya mengangguk paham.

"Ya. Tapi gue takut anak sana ada yang curang lagi, bukannya tangan lo masih sakit?" kali ini Milano yang khawatir, takut jika kejadian minggu lalu disaat Freya melawan musuh ternyata ada anak lelaki suruhan untuk mencelakai Freya hingga tangan cewek itu memar juga sedikit bengkak.

"Tangan gue udah ga pa-pa, kok. Lagian hal biasa kali kalo ada memar atau bengkak. Namanya juga berantem ga ada yang bakal mulus."

Guntur menggeleng kagum, "Gila si, Ya. Lo cewek pertama yang gue kenal dengan keberanian yang ngalahin cowok banget." bahkan Trian juga dibuat takjub oleh Freya.

Freya memang perempuan, tapi cewek itu tangguh, berani berbuat berani bertanggung jawab. Walaupun di sekolahnya tidak pernah mendapat nilai bagus, tetapi Freya banyak di kagumi karena ketangguhannya yang luar biasa.

"Ya udah nanti gue kabarin lo semua lagi buat rencananya."

***

Cewek berambut panjang yang di kuncir tinggi-tinggi sedang mengendap, berjalan dengan hati-hati takut ada salah satu guru yang melihat. Memang sudah terbiasa jika hukuman terus menimpanya tapi, Freya harus mengambil lebih awal jangan sampai musuhnya tiba-tiba menyerang justru itu lebih berbahaya untuk murid di sekolahannya.

Trian dan pasukannya yang sudah berkumpul di gedung sekolah yang sudah tidak terpakai tersenyum lebar melihat sang ketua sedang berjalan ke arahnya.

"Semuanya udah pada kumpul?" Freya bertanya menatap satu per satu gerombolannya yang terlihat bertambah dari biasanya.

Dengan cengiran khas Guntur mengacungkan dua jempol tanga. "Udah dong, Bos!"

Freya mengangguk tiga kali. "Lo semua jangan sampai ada yang bawa benda tajam! Inget jangan pernah curang dalam perkelahian, gue juga ga mau ada orang yang berani omong doang! Siapa yang lagi sakit? mending ga usah ikut, nanti yang ada buat gue kualahan lagi."

"Mereka semua udah siap tempur kok, Ya. Gue sama, Guntur, juga udah tes fisik tadi."

Freya menatap cowok yang berada di belakang Trian, seperti menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.

"Nama lo siapa?" Freya mendekat membuat cowok yang lebih pendek sedikit dari Freya itu mendadak tremor.

Kepala Freya miring sedikit, melihat apa yang sedang cowok itu sembunyikan.

"Bukan apa-apa kok, Fre."

Freya menghela napas. "Oh ... jadi lo nantangin gue?" Freya menatap tajam, tangannya berkacak pinggang.

"I–itu, Fre."

"Heh, Dion. Lo jangan macem-macem ye sama ketua kita." Trian menarik kerah seragam cowok itu membuat tubuh Dion semakin gemetaran.

Freya menarik tangan Dion yang sedaritadi di sembunyikannya.

Bibirnya tersenyum miring. "Pisau lipet ya? Lo mau jadi pembunuh?" Trian di samping Freya melotot tak percaya.

Freya menatap jengah semua pasukannya. "Lo pada ga denger gue ngomong? JANGAN PERNAH BAWA BENDA TAJAM! KITA CUMA MAU BUAT PELAJARAN! BUKAN UNTUK JADI PEMBUNUH BERANTAI! Lo semua paham atau beneran bego!" Freya teriak frustasi, "Trian! Lo urus semua anak lo."

Freya meninggalkan gedung sekolah dengan kesal sedangkan Trian berdecak sebal.

"Apaansi amit-amit mereka anak gue, dih. Dion! Lo ga usah ikut lah! gue ga mau kena amuk, Freya." Trian dan gerombolannya melangkah meninggalkan Dion yang terdiam termenung.

>>>>>>

Terlihat segerombolan anak sekolah dari arah utara menepuk nepuk balok kayu ke tangannya seakan menantang.

"Freya. Pasukan lo cuma segitu? Hahaha ... udahlah lo nyerah aja, tangan lo masih sakit juga 'kan? Nanti kalo lo kewalahan bisa-bisa UGD menanti." Richo merendahkan, ketua geng itu terus-terusan percaya diri bahwa dirinya dan pasukannya akan menang.

Freya menatap datar, tidak pernah sekalipun menanggapi.

"Ga ada kata nyerah di dalam kamus kehidupan gue!" ia menjeda sejenak, "Richo Ginanjar."

Richo terlihat tertawa diam-diam, "Kita buktikan sekarang!"

Freya dan Richo berjalan mendekat, iris 'nya saling menumbuk terserat perasaan yang terus membuat keduanya saling menumpukan dendam.

"Aku yakin, Freya. Suatu saat kamu pasti bakal bertekuk lutut di hadapan aku."

Ucapan Richo membuat Freya sesak, tangannya mengepal langsung melayangkan tinjuan pertamanya.

Richo jatuh tersungkur tangannya memegang sudut bibirnya yang berdarah.

"Gue muak sama lo!" Freya menarik kerah baju Richo menendang perut cowok putih itu dengan lututnya hingga terbatuk.

"Gue mau lo mati aja brengsek!" Freya di kuasai dendam terdalam tidak ingin menyia-nyikan keadaan lagi, Freya meninju wajah Richo hingga sudah banyak luka lebam tanpa menyisakan ketampanan cowok itu lagi.

Freya mendorong kuat tubuh Richo, napasnya naik turun tidak beraturan.

Richo bangun sekuat tenaga sedikit linglung atas tinjuan dari cewek itu, tangannya memegang perutnya yang terasa ngilu. Walaupun begitu Richo tetap tersenyum.

"Lo cewek ter–sexy yang pernah gue lihat, Freya. Muka lo emang jutek, tapi muka lo yang terus buat gue lamunin lo tiap malem. Keberanian lo yang tambah gue semakin mau nyakitin lo dan sikap lo yang buat gue.... Nyaman."

"FREYA, AWAS!!!!" Trian teriak saat di belakang Freya ada sebuah balok kayu yang hampir saja mengenai kepalanya.

Freya melindungi kepalanya dengan tangan, terkejut saat ada yang menyelamatkannya dari balok kayu itu.

"Lo apaan, si! Kok, malah mau celakain cewek!"

Freya tercenung, semuanya tidak lagi menghantam lawan tetapi menatap lelaki yang baru saja mencegah orang yang akan mencelakai Freya.

"Marvin! Sadar woy! Dia itu musuh kita! Lo jangan cegah gue dong!" cowok dengan khas jerawat di kedua pipinya memekik.

"Heh, Ridwan. Lo boleh benci sama cewek, tapi inget cewek itu ciptaan tuhan yang harus dilindungi bukan buat di celakai. Lo lupa atau pikun, si? Baru aja tadi di kasih tau guru masa udah lupa aja."

Richo mengeratkan giginya, kedua tangannya mengepal dengan deru napas yang tak normal.

"MARVINNNNN!!!!!!!"

avataravatar
Next chapter