4 ANCAMAN

Freya di tarik kasar oleh Arkan hingga pergelangan tangannya memerah.

"Arkan lo apaansi! narik-narik tangan gue segala, dikira gue kambing Apa!" Freya kesal, Arkan menatap bengis temannya, "Lo jelasin semuanya ke gue."

Saat Trian memberitahu bahwa Freya di selamatkan oleh seorang cowok, Arkan merasa penasaran sekaligus kesal. Cowok itu ingin sekali segera menanyakan pada Freya langsung, tetapi Arkan juga takut jika Trian dan Galen menghakiminya. Kebetulan Trian segera pamit karena ada panggilan masuk yang mengharuskannya pergi.

Begitu Trian sudah di pastikan jauh dari ruang rawat Galen, Arkan juga ikut pamit dan langsung menarik Freya cepat-cepat ke lobi rumah sakit.

"Kenapa lo ga cerita kalo lo di tolongin cowok? apa sesusah itu buat lo terbuka sama gue?" Arkan dilanda emosi membuat Freya menghela napas gusar.

"Ar. Apa gue perlu juga cerita semua yang gue lakuin? bukannya selama ini gue cerita masalah gue ke elo? kenapa sekarang lo malah tanya gue tentang hal yang udah jelas ga guna." tandas Freya.

Arkan tidak bisa jika ada sesuatu yang Freya sembunyikan darinya.

"Lo tau juga, kalo lo cowok pertama yang tau tentang masa lalu gue kayak gimana. Lo bayangin aja deh, bokap sama Kakak kandung gue aja gapernah tau tentang masalah ini. Sedangkan elo yang bukan siapa-siapa gue tau semuanya, apa perlu gue selalu bilang terus apa yang udah terjadi sama gue? apa yang udah gue lakuin juga?" Arkan benar-benar posesif, Freya tidak suka jika Arkan sudah seperti itu.

"Oke. Iya gue tau, gue emang bukan siapa-siapa lo. Tapi, lo itu cewek yang gue sayang. Lo temen satu-satunya yang gue punya, Ya. Lo lebih berharga dari hidup gue sendiri, gue cuma khawatir sama lo! gue gamau kalo lo di manfaatin doang sama Richo!" ungkap Arkan, Freya diam mencerna ucapan Arkan sejenak.

"Maksud lo di manfaatin?"

Arkan tertawa guyon, "Lewat cowok itu, Richo bisa lakuin apapun dengan mudah ke elo!".

Freya kembali terdiam.

"Dan elo. Bisa kapan aja terluka."

Freya tercenung. Bagaimana bisa Arkan berpikiran negatif tentang orang lain. Bahkan Freya sendiri yakin bahwa yang Marvin lakukan kemarin itu tulus untuk menolongnya.

Arkan tidak mudah mempercayai orang begitu saja apalagi Richo mempunyai banyak cara untuk bisa menaklukan siapapun. Arkan yakin, Richo itu memanfaatkan cowok yang di maksud Freya tadi untuk sengaja menolong Freya supaya Richo sendiri bisa mudah menaklukan hati cewek itu.

**

Nyali Dion menciut saat Freya menyelidiki cowok yang kemarin membawa pisau lipat itu ternyata adalah mata-mata utusan dari sekolah SMA SATU NUSA.

Freya menggigit sedikit pipi dalamnya, cewek itu berada di belakang Dion memerhatikan gelagat Dion yang sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.

"Jadi..lo suruhan Richo?" Freya bertanya lembut, Dion mendadak tremor.

Freya melangkah dengan suara langkahnya yang seakan mengintimidasi Dion sekarang.

"Lo tinggal jawab jujur, atau...lo mau gue berbuat kasar? bisa aja si. Gue ngurung lo disini buat beberapa hari kedepan." Freya mengancam, kali ini mata Dion melotot kerongkongannya terasa kering susah menelan ludah.

Dion tahu, jika Freya sudah mengancam seperti itu maka dia tidak akan segan untuk meloloskan orang tersebut.

"Ampun, Fre. Be–bener gue lakuin ini karena ta–takut di hajar abis-abisan sama Richo." terang Dion dengan suara gemetar.

Freya memicing, "Lo di bayar berapa sama dia? sampe mau khianatin gue."

Dion melirik Freya yang menatapnya tajam, "Engga ada bayaran, tapi keluarga gue yang jadi taruhannya."

"Lo jelasin aja kenapa bisa keluarga lo yang jadi taruhannya?" Freya duduk di atas meja yang sudah usang, karena sekarang Freya dan Dion sendiri sedang berada di gedung yang tidak terpakai.

"Sebenernya. Kemarin gue bawa pisau itu buat nyayat lo. Karena Richo mau lihat lo terluka katanya sebagai, balas dendam karena lo pernah ngehajar dia sampe di bawa ke rumah sakit." jelas Dion.

Freya tidak habis pikir dengan cowok brengsek macem Richo. Dia selalu memanfaatkan orang yang jelas tidak ada urusannya dengan dia dan Richo. Richo memang cowok picik.

"Oke. Tapi lo bakal gue kurung juga si." Freya tidak peduli Dion di ikat disana lalu mengunci pintu tua itu.

Sepertinya Freya memang harus membuat Richo mati perlahan, jika dia memberi kehidupan untuk cowok itu akan di pastikan Richo terus mencari orang yang akan mencelakakannya. Walau Freya pintar dengan masalah menyelidiki tetapi kecelakaan mana tahu, bisa saja saat Freya tidak menyadarinya Richo justru akan mendahului untuk membuatnya mati duluan.

Freya terburu-buru untuk segera menemui cowok brengsek yang menurutnya tidak punya nyali. Raut wajahnya terlihat biasa saja, cewek itu belok ke arah gang yang terlihat sepi.

"DIMANA LO RICHO!" teriak Freya wajahnya kian memanas, Richo berjalan sambil menepuk tangan beberapa kali senyum yang merekah tidak pernah dia lunturkan.

"Kenapa sayang? kangen sama aku?" Richo dengan wajah tanpa dosa mendekat ke arah Freya, cowok itu bertolak sebelah pinggang memiringkan kepalanya, "Kalo kangen sini dong peluk." Richo bersiap merentangkang tangannya, namun naas Freya lebih dulu menghantam wajah Richo.

"Biadab ya lo Richo! lo selalu memanfaatkan orang lain yang jelas-jelas gada hubungannya sama urusan gue dan elo!" Freya benar-benar murka.

Richo acuh, tertawa terbahak-bahak.

"Gue ga abis pikir sama lo!"

Richo menatap Freya sebentar, tangannya menarik rambut Freya hingga kebelakang, "Lo pikir gue mau gini terus! gue juga muak! tapi lo sendiri yang buat semuanya jadi gini, Freya!" Freya meronta, merasakan perih di kulit kepalanya.

"Lepasin rambut gue, Richo!" raung Freya.

Richo tersenyum smirk lalu menambah tarikannya membuat Freya menahan rasa sakit yang mulai terasa pening di kepala.

"Ini belum seberapa. Hati gue lebih sakit dari pada ini, Freya!" Richo memekik, Freya menginjak kaki Richo sehingga tarikan di kepalanya lepas.

Namun, Richo tidak tinggal diam cowok itu justru langsung meninju wajah Freya sampai cewek itu tersungkur.

"Itu yang lo mau 'kan?" tangan Richo mengepal kuat meninju kembali rahang sebelah kiri Freya.

Freya meludahkan darah yang terasa anyir di mulutnya, cewek itu diam masih terduduk di aspal.

"Kenapa lo ga lawan? ayok, kita selesaikan masalah ini berdua, Freya!" tantangan Richo membuat Freya kembali berdiri menyorot Richo marah.

Richo tersenyum melihat wajah Freya yang sudah lebam, "Jangan salahin gue juga, kalo gue bakal nyakitin lo dengan tangan gue sendiri."

Freya tersenyum miring, "Emang lo cupu dari dulu." Richo melotot, Freya sudah mengejeknya.

"Karena gue gamungkin tega nyakitin cewek yang gue suka!" Freya berdecih, Richo memang sangat busuk.

"Iya, suka manfaatin orang buat bisa celakain gue. Beruntung gue cewek yang pinter buat hal busuk semacam itu." Terlihat Richo yang terbahak-bahak.

Freya menatap malas, selain licik Richo juga sepertinya sudah gila.

"Heum.. lo pinter makanya gue suka."

"Liat aja. Gue bakal babad semua orang yang lo suruh buat celakain gue atau jadi mata-mata buat sekolahan gue."

Richo melipat kedua tangannya, apa barusan Freya mengancam?

Richo mengedikkan bahu acuh, "Gue juga si, bakal musnahin temen cowok lo yang selalu ngerasa kalo dia hebat..padahal lembek."

Freya pergi tanpa membalas lagi. Lukanya mulai terasa perih, mengharuskannya untuk segera mengobati jika tidak ingin infeksi.

avataravatar
Next chapter