20 ADA HUBUNGAN APA?

"Freya, kamu ga apa-apa, kan?"

Cewek di kuncir tinggi menoleh, terdapat Marvin yang terlihat resah.

"Tadi, aku liat kamu di tampar sama..Richo."

Freya tersenyum miring, "Udah biasa."

"Tapi, dia keterlaluan! Ga seharusnya nampar kamu kayak tadi!" Marvin tidak terkontrol, dia terlalu khawatir.

"Gue yang salah, dia pantes, kok, nampar gue."

Marvin di buat heran, Freya kenapa berubah jadi pendiam? Dia bukannya selalu melawan? Walaupun ada janji di antara dua—rival itu, Freya selalu membela dirinya, tidak pernah pasrah.

"Marvin, gue boleh minta tolong?" Freya berucap serius, cowok di depannya menatap kasian.

"Rahasiain semua yang udah lo tau dari, gue. Termasuk, bokap. Kata Papa kemarin, lo ketemu sama beliau, bener?"

Marvin mengangguk dua kali, dia masih belum bicara.

Freya menelan ludah sebelum berucap kembali, "Papa ga suka, Richo. Tapi, kekeluargaan kita melekat banget. Gue gamau kalo lo bilang ke Papa soal ini, Papa bakalan ngurus kepindahan gue."

Sebenarnya, Marvin kebingungan soal ucapan terus terang dari Freya. Cowok itu belum mengerti maksud atau arti di dalamnya.

"Masalah kamu sama, Richo itu, apa?"

Freya menatap kaget, Marvin mulai penasaran.

"Gue. Gue, ga bisa cerita sekarang."

Marvin sedikit menunduk, dia melarat, "Maaf, ya. Aku ga bermaksud buat kamu sedih, atau menyindir."

"Ga masalah, kok."

Marvin berucap, "Aku siap membantu jika kamu butuh, jangan sungkan."

Freya tercenung, ternyata masih ada yang peduli padanya. Marvin selalu berbuat baik, tapi kenapa tidak ada yang mau berteman dengan tulus? Richo dkk berteman hanya untuk kepentingan mereka saja, setelah itu Marvin di buang, di asingkan, bahkan di remehkan sebagai lelucon mereka. Hati Richo sudah membusuk, dia tidak peduli dengan orang di sekitarnya, sampai Freya yang harus menanggung akibatnya.

Richo adalah anak baik. Dia tidak pernah berbohong pada siapapun, Richo itu anak polos, Richo murid kebanggaan sekolah sampai semua guru-guru menyayanginya. Murid paling berprestasi. Tampan, pandai, menjadi kebanggaan sekolah, serta anak murid yang taat dalam aturan tidak pernah sekalipun bermasalah.

Tapi sayang, itu dulu.

Saat dia belum mengenal perasaannya pada Freya.

Mereka berteman sejak kecil, karena memang keluarganya saling mengenal baik. Dari sekolah Tk hingga saat mereka saling salah paham, menjadikan pertemanan yang baik-baik saja kian hancur melebur. Freya maupun Richo tidak ada yang pernah tahu akan kejadian seperti itu, mereka di luar kendali. Salah paham itu datang ketika, Arkan masuk dalam pertemanan mereka berdua. Hingga salah satu dari orang yang Freya sayangi harus menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit.

***

Keadaan Arkan mulai membaik, semua temannya berkumpul di ruangan itu. Seperti biasa mereka tertawa dengan lelucon yang di lontarkan oleh Trian dan Guntur.

"Guntur, kan masih ngompol kelas lima SD."

"HAHAHAHA."

Ruangan VVIP penuh gemaan tawa mereka, Freya sesekali menatap Arkan yang terhibur juga. Syukur cowok itu tidak murung terus karena merenung ucapan Gibran tempo hari.

"Makanya di sunat! lo jangan-jangan telat, ya?" kelakar Milano.

Trian dan Galen menahan tawa, Guntur menahan malunya.

"Kata emak gue, usia segitu itu belum pas, man. Jadi, gue sunat pas naik kelas enam, hehe."

"Hahahaha.."

Arkan memegang perutnya yang terasa sakit karena berlebihan tertawa, Milano puas mengejek.

Pintu kamar rawat terbuka tanpa di ketuk dahulu.

Semua atensi teralih, tampak sosok yang tidak di harapkan menjenguk sedang berjalan mendekat. Dia tersenyum lebar.

"Bagaimana keadan lo, Arkan?" senyum meremehkan terpancar.

Freya diam tanpa berekspresi, berbeda dengan teman laki-lakinya yang mengepal tangan kuat, serta rahang yang mengeras.

"Mau apa lo?" Milano bertanya marah.

Cowok itu tertawa kecil, "Salah, kalau gue jenguk..temen sendiri?"

Freya mendelik, acting itu sudah menjadi kebiasaan Richo sekarang, ya?

Richo melirik Freya yang masih diam, "Kamu setia banget, sampe di tungguin terus, Arkan, nya." Richo menyindir, dia ada maksud lain.

Freya tersenyum di paksakan, dia memblas, "Sudah sewajarnya." singkat ucapan dari seorang Freya itu sudah terbiasa orang lain dengar.

Richo tersenyum mesra, kepalanya miring ke kiri menatap dalam manik cokelat itu lekat, "Andai aja, ya. Gue bisa di temenin lo terus kayak, Arkan. Bahagainya...menjadi orang yang di sayang."

Freya memalingkan wajahnya, Richo mendekat tangannya memegang bahu Freya, "Coba liat sini, gue mau liat."

"Lo apaansi! ngapain pegang-pegang, Freya?" kesal Guntur yang menepis tangan Richo di bahu itu, Trian menimpal di sampingnya, "Tau! Kita ga rela bos kita di pegang-pegang, sama cowok brengsek kayak lo!." Gertaknya.

Freya menatap Richo menusuk, cowok itu tersenyum manis, "Emangnya kenapa? Gue sama Freya, kan…." Freya melotot, jangan sampai cowok di depannya berterus terang kalau Freya sudah menjadi pacarnya.

"…friends(hip)."

Arkan melotot tak terima, teman yang lainnya berusaha untuk memahami. Maksud ucapan Richo itu apa? saling berpandangan, Milano, Galen, Guntur dan Trian kebingungan.

Freya bernapas lega, walau begitu hatinya tetap was-was. Richo bisa kapan saja berbicara yang sebenarnya. Harus selalu di ingat, cowok itu picik.

Galen tertawa sinis, "Masih aja berharap."

Trian ikut tersenyum sinis, dia baru ingat. Richo 'kan bucin, dari dulu selalu menarik perhatian Freya. Namun, saat bertemu di pertempuran saja. Teman cowok Freya mengingatnya, Richo sering berucap asal, cowok itu selain bisa meremehkan tetapi juga bisa bucin juga ternyata.

"Bucin lo nyata, ya? gue kira cuma acting, hahaha." Milano high five dengan Guntur. Mreka sedang merendahkan seorang Richo.

"Mending lo pulang." Freya mengusir, Richo menatapnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan.

"Gue ga akan pulang. Sebelum..lo juga pulang bareng gue."

"Uuhhh…liat cowok bucin ini, dalam angan-angan kali Freya mau pulang bareng dia."

"Hahaha.."

Richo mendengus sebal, rahangnya mengeras menahan emosi yang akan membludak. Freya mencoba untuk melerai, dia menarik tangan kanan Richo, namun cowok itu sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.

"Richo, gue mohon! jangan buat ulah di rumah sakit! ini bukan tempat yang pas buat berantem!"

"Temen lo duluan yang mulai! gue cuma mau membela diri." Balasnya sedikit ketus.

Freya menghela napas gusar, "Gue tau. Tapi lo juga harus tahan emosi! kita selesaikan di luar." Richo mau menurut, dengan Freya yang menarik kasar tangan cowok itu.

Galen mengernyit heran, "Lo semua yakin? mereka ga ada hubungan lain?" cowok itu melirik teman-temannya, meminta pendapat setelah dua ketua tawuran itu pergi.

Trian mengelus dagunya berpikir, "Ga mungkin Freya ada hubungan lebih. Gue yakin."

Milano dan Guntur menjentikan jari serempak, "Bener."

Arkan hanya diam, otaknya terlalu pusing untuk memikirkan masalahnya yang semakin sulit.

Mereka semua belum sadar, di luar ruangan seseorang sedang menatap. Dahinya mengerut, matanya ke kiri ke kanan sambil berpikir, tangan Arkan tersambung selang infus. Memangnya, cowok itu sakit apa?

avataravatar
Next chapter