14 Senyum manis Stella

Flashback On, Jawaban dari Bab12 (Whats Wrong With Rimba!)

****

RIMBA!

Hari ini aku kembali mendapat tugas untuk mengantar tuan putri (Stella) pulang ke Jakarta. Kalo boleh jujur, sebenarnya aku agak kesal harus menjadi ajudannya pergi-pulang Jakarta-Tangerang.

Kalo bukan karena ini tugas dari mami, mana mau aku repot-repot seperti ini. Belum lagi sikap Stella yang sinis dan menyebalkan buatku sebal lama-lama dengannya. Mungkin pikirnya karena dia cantik, pintar dan tajir makanya bisa seenak jidatnya perlakukan orang semaunya.

Bersamanya membuatku harus banyak mengeluarkan energi. Bagaimana tidak setiap berhadapan dengannya pasti dia akan mengajakku bertengkar. Entah ada saja bahan dan alasan buat kami beraduh mulut.

Seperti saat ini yang sepanjang perjalanan Tangerang-Jakarta, aku yg lelah menyetir, sedang dia asyik tertidur pulas. Parahnya dia duduk di jok belakang. Sudah seperti sopir dan majikanlah situasi kami saat ini. Aku semakin kesal melihat ulahnya.

Perempatan Jalan aku terlalu serius memerhatikannya tidur dari spion depan. Hingga akhirnya aku kecolongan dan hampir bertubrukan dengan mobil yg berarah lawanan denganku. Aku menginjak pedal rem kuat.

Dan untunglah aku masih bisa mengendalikan setir mobil yang membuat kami baik-baik saja. Stella yg tertidur sampe kepalanya terjedor ke jok depan. Aku panik takut dia kenapa-kenapa.

"Duh Sakit" ucapnya meringis sembari mengelus pelipisnya---aku mengintipnya sekilas dari spion yg sama.

"Bawa mobilnya yang benar dong, gimana sih" omelnya. Dia mulai lagi seperti Mak mak. Selalu marah kerjaannya.

"Sorry, tadi ada mobil ngebut dari depan dan hampir tabrakan kita--syukur aku jago bawa mobilnya" terangku dan mulai kembali menstar mobil melanjutkan perjalanan.

Dan aku melihatnya kembali memposisikan tubuhnya senyaman mungkin, kepalanya mungkin terasa sakit. Tapi aku tau itu tidak terlalu parah. Buktinya, ia sudah kembali diam--menyenderkan kepalanya di senderan Kursi.

Hening beberapa saat!

Aku fokus menyetir begitu pula Stella yang kini terlelap dalam tidurnya. Sampe akhirnya ia kembali bersuara.

"Hampir Mati dong gue, sebelum Ujian" gerutunya tiba-tiba--membuatku tertawa. Ku pikir dia akan diam lama, ternyata dia kembali bawel setelah perasaannya sudah kembali normal.

"Orang jahat lama matinya" ucapku spontan dan menoleh sekilas ke dia. Dianya hanya menatapku sinis sambil bergumam "Kek dia baik aja" aku yang mendengarnya hanya bisa tertawa dalamhati.

Sekitar sejam lagi tujuan kami sampai, yaitu Sekolahan Stella, dan karna bensin sudah tersisa digaris E, aku berniat mengisinya terlebih dahulu takut keburu mogok sebelum Jakarta. Kebetulan sedang berada dekat dengan pom bensin.

Akhirnya aku membelok ke SPBU dan memarkir mobil dekat pengisian. Aku beranjak keluar mobil dan mengisi tengki mobil sendiri. Saat sudah terisi full, aku mengembalikan selang peengisian ke tempatnya semula lalu membayar menggunakan kartu khusus pengisian Bensin.

Aku kembali ke Mobil. Menstar mobil---melaju beberapa meter lalu parkir di depan sebuah minimarket.

Aku menoleh kebelakang hendak melihat Stella yang masih tertidur pulas di jok belakang. Dan karena tidak ada respon dari Stella---aku beranjak keluar dari mobil, merapatkan pintu, dan sengaja memilih tidak mematikan mesin mobil agar ia tetap tidak kepanasan didalam.

Sebelum meninggalkannya sendirian di mobil aku sempat mengetuk kaca sekedar pamit "Tunggu aku ke toilet bentar" ucapku pelan dan aku tahu dia bisa mendengarku. Suara yg ku timbulkan karna menutup pintu mobil paling tidak bisa membuatnya tersadar beberapa menit. Atau bahkan ia sudah tersadar sejak tadi, hanya saja mungkin ia terlalu malas untuk membuka mata. Pikirku.

Lalu untuk tidak berlama-lama lagi. Aku langsung beranjak meninggalkannya menuju toilet minimarket.

Sekitar 10 menit aku kembali ke Parkiran dimana mobil ku terparkir. Namun setelah tiba mobil aku tidak menemukan Stella disana. Entah dia hilang kemana. Mesin mobil sudah dimatikan, dan terkunci.

20 menit sudah aku kesana-kemari memutari seluruh spot yang ada di SPBU, namun nihil belum juga aku menemukan Stella. Hingga lelahku memutuskan kembali ke mobil.

"Kemana yah tu bocah" ucapku kesal beberapa saat hampir tiba di tempat parkir.

Dan mendadak terbesik satu tempat yang kemungkinan besar Stella disana, yaitu toilet.

Aku memukul pelan dahiku "Walah kenapa juga aku gak kepikiran sama toilet daritadi, tau gitu aku gak perlu sibuk mencarinya sampai kewalahan gini" omelku merasa kesal dan terus melenggang kembali ke tempat parkir.

Dan dengan langkah gontai, aku mendongak mendengar ada suara ribut-ribut di sisi kiriku berdiri sekarang, aku menoleh sekedar memastikan ada apa disana?

Aku melihat ada begitu banyak orang yang ber- bondong-bondong menuju ke tempat itu hingga aku ikut dibuat penasaran, aku pun memutuskan ingin melihatnya langsung ke tempat asal suara.

Setibaku ditempat kejadian, aku terperanjak melihat Stella yang sudah duduk jongkok di aspal.

Dengan mata terbelalak---aku menatap lekat-lekat Stella, Stella sedang duduk jongkok sembari mengelus-elus pundak bocah laki-laki yang menangis terseduh-seduh.

Aku mendengar sesekali Stella berusaha menenangkan bocah itu.

Sungguh aku bisa melihat jelas bagaimana sorot mata Stella yang terpancar cahaya menatap dalam-dalam bocah itu.

Stella begitu tulus memperlakukannya.

Stella yang anak tunggal dan begitu manja, ternyata punya bakat mengasuh anak juga.

Entah dari siapa, Stella bisa terlatih melakukan hal rumit itu.

Yang ku tahu, banyak gadis dewasa sangat risih soal asuh-mengasuh anak.

Bakal Ibu Muda sekali pun!

Namun, kini Stella yang melakukannya. Seorang gadis belia, berusia 16 tahun. Dengan lincahnya menenangkan bocah yang tadi menangis dengan histeris!

Sulit ku percaya, Namun itu benar Adanya!

Stella kali ini, berhasil membuatku menjadi pengecut!

Aku malu menatap Stella kalo seperti ini. Makanya, aku tidak berani mendekat, aku hanya diam menatap dari jarak jauh--bersembunyi dibalik pohon palem yang berjejer rapi di sepanjang trotoar SPBU.

Aku benar-benar terharu. Ada bisikan aneh dibenakku. "Benar kah apa yang baru saja ku saksikan tadi? bahwa Stella menyukai anak kecil"

Sulit ku percaya, Stella yang begitu ketus dan dibalik sifat sinisnya yang melekat ternyata, justru menyayangi anak kecil.

Aku melihat Stella mulai bangkit, tangannya meraih tangan mungil bocah kecil itu.

"Jangan nangis" bisik Stella sembari terus mengelus pundak bocah itu. Wajah Stella begitu bercahaya, ada rona bahagia terpancar diwajahnya sejak ia bersama bocah itu.

Tadi wajahnya tidak se sumringah itu, saat masih berdua denganku, dia tampak kusam dan tak bersemangat.

Jauh berbeda dengan saat ini, ketika ia bercengkrama dengan bocah itu, wajahnya berseri-seri.

Terlihat begitu jelas, ia menikmati apa yang sedang ia lakukan saat itu.

Aku pun sama, diam-diam menikmati pemandangan yang ku saksikan, hingga tanpa sadar bibirku ikut menyunggingkan sebuah senyuman saat melihat Stella tersenyum.

Entahh, perasaan jengkel yang selalu menyelimuti hatiku setiap bersama Stella.

Seketika Sirnah!

Aku menyukai Stella kali ini!

****

Beberapa menit kemudian, aku melihat ada seorang ibu yang mendekati Stella, dengan wajah panik---Ibu itu langsung memeluk erat bocah laki-laki itu.

Lama memeluk bocah yang mungkin putranya, Ibu itu mulai melepas pelukannya. Ibu itu berpaling menatap Stella, entah apa yang ibu itu katakan pada Stella. Stella hanya tersenyum manis menanggapi perkataan ibu itu.

Benar-benar Stella berubah, atau memang aku saja yang belum pernah melihat sikap Stella yang seramah itu??

Sungguh, Aku menyukai Stella!

Aku menyugar kasar rambutku frustasi

"Ada yang salah dengan ku hari ini! Aku jelas tidak menyukainya, hanya saja sifatnya kali ini membuatku terharu. Itu saja tidak lebih!" bisikku dalam hati.

Lalu aku kembali memerhatikan Stella, Stella yang dengan rona wajahnya yang bersemu merah bahagia, ia menatap Ibu dan bocah itu melenggang menjauh darinya.

Aku tak ingin Stella melihatku. Aku cepat-cepat berbalik arah, berjalan kembali ke parkiran.

*****

avataravatar
Next chapter