19 Broken heart Luysa

STELLA!

Aku yang sudah sejak tadi menanti kehadiran Papah di teras rumah, mendadak beranjak dari kursi, ketika aku melihat sebuah mobil yang tak asing ikut masuk, bersamaan mobil Pajero yang ku kenali mobil kesayangan milik Papah.

Aku memicingkan mata, sekedar memastikan penglihatanku tak salah. Dan benar saja, tak butuh waktu lama, aku langsung bisa menebak bahwa benar sedan itu milik Luisa.

Tapi yang menjadi pertanyaan ku adalah, bukan kah, Luisa sedang melakukan perjalanan ke Prancis bersama keluarga besar-nya dan juga Keluarga Nathan (kekasih-nya)?

Seperti ijin Luisa sebelumnya di grub chat kami. Namun, karena Aku tak ingin penasaran yang tak berfaedah, maka aku dengan sigap melangkah mendekat ke sedan biru itu.

Baru beberapa langkah, tiba-tiba pintu bagian kemudi terbuka dan Luisa keluar dari dalamnya.

Aku terkejut "Ohh God, Luyysaaa, itu bener lo?" mempercepat langkah--ku tarik kuat lengan-nya agar mendekat pada ku.

Luisa hanya tersenyum pahit--melepaskan tanganku dari lengannya. "Hi" sapanya.

Menyeringai, "What? you say hi, to me??? are u seriously ?" aku geleng-geleng keheranan.

Apa yang Luysa sampaikan pada kami di obrolan kemarin, sangat jauh berbeda dengan apa yang aku saksikan saat ini. Raut wajah Luysa, benar-benar tak menggambarkan, gadis yang sedang bahagia karena mendapat propos dari kekasihnya.

Aku tak mengerti, kenapa tiba-tiba Luysa hadir di rumahku sepagi ini, sebab setauku dan Niken juga tentunya, ialah hari ini jadwal penerbangan Luysa beserta family ke Prancis, yang ku dengar Luysa akan melaksanakan pertunangan di sana.

Tapi, Jika keadaannya seperti pagi ini, i know , any wrong with her!

Aku buru-buru menariknya ikut denganku masuk ke dalam rumah. Aku bahkan mengabaikan Papah, padahal Sedari tadi aku gelisah menunggu-nya , malah kini aku seolah lupa akan urusan rindu dan perkara, soal hampir bangrut perusahaan Papah..

Aku tahu Papah masih ingat bagaimana cara masuk kedalam rumah tanpa ku tuntun, makanya aku langsung masuk bersama dengan Luysa yang kini ku seret paksa lengannya agar mengikuti ku.

Aku kesal kenapa Luysa, menjadi kacau, wajah dan pakaian-nya benar-benar terlihat seperti gelandangan yang tak memiliki air untuk mandi, dan tak punya pakaian lain untuk diganti.

Aku mendudukkan Luysa di salah satu sofa ruang tamu. Aku berdiri di hadapannya dengan mata melotot.

Luysa hanya tertunduk, enggan menatapku.

"Gak ada yang lo mau ceritain ke gue?" tanyaku dengan nada kesal.

Luysa menggeleng lemah, membuatku semakin kesal.

Kalau dia ingin diam, harusnya ia tak ke rumah ku sepagi ini, dan membuatku menyaksikan penampakan dirinya yang mengerikan itu.

Aku emosi melihatnya--beralih duduk disisi kanannya.

Aku menarik salah satu pundaknya agar ia menghadapku.

"Cerita Luysaaa, please" ucapku memohon. Tapi, ia tetap diam, masih tak mau menjawab, hanya air mata yang menetes menghujani wajahnya.

Ia beranjak dari sofa, berdiri membelakangi-ku!

Mendengus, kesal "lo ke rumah gue, dengan penampakan seperti ini" aku bangkit---berdiri dihadapannya seraya menyentuh wajah serta pakainnya yang benar-benar bukan seperti Luysa yang ku kenal. Luysa yang sama denganku dan Niken, kami yang memiliki julukan cewek kece dan modis.

Namun, apa yang terjadi saat ini padanya??

Huh!

Sungguh Luysa si buruk rupa!

Rambutnya, ia kuncir asal-asalan--matanya sembab dengan lingkaran hitam melebihi panda--pakaiannya? Oh no! Atasannya apa, bawahan-nya apa?

Sepertinya, ia menarik asal pakaian didalam keranjang pakaian kotornya!

Berbalik menghadapku dengan tatapan mata yang penuh beban "Gue gak niat kerumah lo, awalnya!" ucapnya sesunggukan.

"Terus?" Aku tahu Luysa sedang mengelabuiku. Jelas ia memang ingin ke rumah, makanya bertemu papah dijalan. Arah rumahku dan tempat mana pun yang ia tuju sama sekali berlawanan arah.

"Gue gak sengaja ketemu uncle hondsome dijalanan!"

Aku mengernyitkan dahi, mulai deh otakku menerka-nerka sesuatu yang berbau danger "Jangan bilang, lo mau bunuh diri dan bokap gue yang temuin lo dijalanan?" tanyaku tersulut emosi, meski sebenarnya itu baru analisa semata.

Tapi, dengan diamnya Luysa, membuatku berpikir itu bisa saja jadi analisa yang nyata.

"Jawab gue Luy!" paksaku dengan mengguncang bahunya.

"No!" teriaknya dengan suara serak.

"Gue gak semenderita itu sampe harus bunuh diri gue Stell" lanjutnya semakin terisak.

Mendesis meski perasaanku sedikit legah "So?" tanyaku memplototinya.

"You know, i love so much Nathan Right?" ucapnya terbata-bata.

Aku mengganguk, aku tahu jelas bagaimana hubungan mereka. Sampai alasan kenapa Luysa setergila-gila itu dengan Nathan, aku pun tahu itu!

"But, now-today, we are end, Stell!" lanjutnya seraya mendudukkan bokongnya kembali ke sofa.

Suara tangisan Luysa pecah setelah mengatakan kalimat keramat itu.

Terbelalak, sungguh kaget dan sangat sulit mempercayainya. But why? alasannya apa??

Baru saja kemarin, aku dan Niken mendapat kabar bahagia karena ia di lamar oleh kekasihnya, Nathan. Tapi, kenapa hari ini malah perpisahan yang ku dengar? Bahkan belum dua hari setelah kabar menggembirakan itu.

Sungguh takdir yang tak dimengerti!

Terduduk lemas di sisi kanan Luysa seraya meremas kuat bantalan sofa. Rasa sakit tiga bulan lalu terasa menyergap masuk kembali menyayat jantungku. Sick!

Kabar bahagia yang di ikuti dengan kabar buruk dibelakang?

I hate them!

Dahulu, lima bulan lalu ketika itu, Papah dan Mamah, masih ternobatkan sebagai sepasang suami istri yang tak terpisahkan. Saling melengkapi disetiap kekurangan.

Entah dimana celahnya, aku pun tak tahu. Kapan hadir-dan masuknya malapetaka itu sampai membuat keduanya akhirnya memilih "DIVORCE!"

Aku tidak tahu!

Yang ku yakini ketika itu sampai hari ini adalah, mamah yang tiba-tiba mendapat panggilan dari sebuah Perusahaan disigner besar dan ternama di Melbourne City, mamah yang memiliki Ijazah sebagai disigner internasional memang selalu mengikuti ajang-ajang bergensi di beberapa negara sebelum menikah dengan papah. Namun ia memilih fakum ketika mendapat propos dari papah.

Dahulu aku menganggap kalo itu sebuah pengorbanan cinta mamah ke papah.

But, It's big wrong!

Sebab, semua itu ternyata hanyalah ilusi semata! Bagaimana tidak? Jika pada akhirnya itu pula yang menjadi alasan, kenapa mamah berpisah dengan Papah.

Sebuah alasan konyol mamah, agar bisa pisah dari papah!

Benar-benar tidak masuk akal!

Kenapa harus pisah, kalau sebenarnya bisa terus berkarir dengan bareng-bareng kita! Aku, dan papah, Right?? Toh sebenarnya, mamah juga bekerja masih disatu kota dengan bisnis Papah, Melbourne!

Kan Aneh jadinya.

Kalau perkara aku sekolahnya di Indonesia. Ya, itu bukan masalah. Hellowwww mah, pah, aku sejak kecil udah sering kalian tinggal-tinggalin di rumah Sendiri. Huh!

Kalau gak dititipin ke oma-opa di Bandung, paling sama Bibi di rumah.

Emang bener-bener alasan klasik mamah doang!

Ya, gitu deh kalau emang udah pingin bebas apapun dihalalin biar bisa pisah! Aku juga gaktau kalau-kalau papah juga ada salah yang akhirnya buat mamah nekat, mutusin hal semenakutkan itu.

Ahh EntahLah. Whatever!!!!!

Karena saat itu otakku terlalu malas ku paksa untuk berpikir lebih kritis, emang bawaan ku udah mumet, jadi boro-boro mencari tahu salahnya papah apa?

Aku udah cuek aja, finally membuatku memilih meninggalkan mamah sendiri di Melbourne dan kembali ke Indonesia.

Aku berpikir kembali ke Indonesia. Setidaknya aku bisa mendapatkan kebahagianku kembali bersama Papah. Namun, ternyata salah.

Setelah kembali, aku malah mendapat kejutan yang lebih menyakitkan dari sekedar alasan mamah.

Kenapa?

Yah! Sebab ketika kembali aku malah menemukan papah sudah menikah lagi.

Secepat itu??

Padahal ketika itu belum genap sebulan perceraian mereka.

Rasa-rasa nya aku ingin mati saja. Sungguh begitu kejam semesta mempermainkanku.

Dua bulan masa terpurukku. Aku mendekam didalam rumah--tak biarkan siapapun menemuiku. Termasuk kedua sahabatku, begitu juga dengan Galih!

Sama sekali aku seolah membenci namanya. Aku benci yang namanya cinta!

Bulshit!

Hingga akhirnya, aku perlahan mulai berdamai dengan diriku. Aku salat--mengaji dan keluar bersedekah ke beberapa panti asuhan dipinggiran kota.

Aku merasakan ketenangan setelah itu, aku mulai berkabar dengan Mamah, begitu juga dengan Papah. meski belum seutuhnya sembuh. Namun setidaknya aku sudah mencoba berdamai.

Dalam benakku ketika itu, aku masih memiliki Allah yang selalu bersamaku. Janji Allah benar adanya!

Aku peluk erat tubuh Luysa seraya berbisik

"Semua belum berakhir, istigfar Luys. Apapun masalah lo, seberat apa pun itu , Tuhan simpankan jalan keluar untuk itu!"

Luysa mendekapku erat "Aku ingin salat, temani aku" ucapnya terisak--melepaskan pelukannya--mengangguk seraya tersenyum.

'Terimakasih Tuhan' bisikku dalam hati memuji nama-Nya!

Aku dan Luysa bergegas menuju lantai atas kamar ku, seperti permintaannya. Kami akan salat, dan karena sekarang masih pukul 9 lebih 20 menit maka salat yang kami lakukan adalah salat dhuha. Salat pagi hari.

Sedang Papahku dibawah. Entah sedang apa.? Nanti setelah urusan dengan Luysa kelar--baru menemuinya dibawah!

***

avataravatar
Next chapter