webnovel

Bagian 1.

Kring! Kring! Kring ....

Aku membuka mata dan langsung mematikan alarm yang terus berdering nyaring. Saat kulihat ternyata jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pm. Setelah selesai membereskan tempat tidur, aku langsung bergegas membersihkan tubuh.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk membersihkan tubuh. Akhirnya aku keluar dari kamar mandi dengan seragam sekolah sambil bersenandung kecil, aku menyisir rambutku kemudian menyatukannya dan diikat seperti ekor kuda.

Dengan semangat aku keluar dari kamar ketika ingin menuruni tangga, langkahku terhenti saat suara seseorang menyapa gendang telingaku.

"Arin!"

Suara tersebut terdengar dari arah kamar kak Bella, dengan perasaan ragu aku melangkah mendekati asal suara dan saat sampai di depan pintu kamar kak Bella, saat ingin membukanya, satu tepukkan Pelan di bahuku membuatku terperanjat kaget.

Ketika membalikkan tubuh. "Tante!" kagetku mengelus dada.

"Kenapa berdiri di depan pintu kamar Bella, sayang?"

"Eh ... nggak apa-apa kok Tante, Tante ngapain nyamperin Arin ke sini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Oh, itu Tante hanya ingin bilang, sarapannya sudah siap," ujar tante Vella tersenyum tipis.

Aku hanya mengangguk pelan dan kembali memperhatikan kamar di sebelahku. Entah kenapa sejak hari pertama berada di sini selalu ada kejadian aneh di rumah ini.

Kami berdua langsung turun ke ruang makan untuk mengisi perut pada pagi hari ini, setelah selesai sarapan Tante langsung mengajakku untuk berangkat. Ya, aku memang berangkat ke sekolah bersama Tante karena arah sekolah dan tempat kerja Tante yang searah.

Saat ingin memasuki mobil, suara tersebut terdengar lagi, tapi seakan memperingati.

"Jangan pergi ke sana!"

Aku hanya menghiraukan suara aneh tersebut dan duduk di samping bangku kemudi. Mobil melaju dengan kecepatan sedang sambil mendengarkan musik tahun 90-an,  tak lama akhirnya mobil kami berhenti di depan gerbang sekolah yang akan aku tempati, setelah pamit dengan Tante, aku bergegas turun sambil membawa ransel berisi barang-barang yang diperlukan saat MOS nanti.

Berdiri di depan gerbang sekolah ini serasa pernah kualami sebelumnya, tapi entah kapan dan di mana yang jelas aku merasa devaju, dengan keyakinan kuat kulangkahkan kakiku untuk memasuki sekolah baru yang akan  kutempati selama tiga tahun ke depan. Sesampainya di aula sekolah entah perasaan saja? Tetapi sedari tadi aku serasa di perhatikan oleh seseorang.

Karena keasikan melihat arsitektur bangunan sekolah ini, tidak sadar kalau kakiku melangkah mendekati perpustakaan tua yang kelihatan sudah tidak berfungsi lagi.

Aku berdiri tepat di depan pintu perpustakaan tua itu dengan pikiran kosong, ku coba membuka pintu perpustakaan tersebut dan saat ingin memasuki perpustakaan sampai suara asing itu terdengar lagi.

"jangan masuk ke sana Rin!"

Kring! Kring! Kring ....

Aku tersentak kaget ketika mendengar bunyi bel yang terdengar nyaring di telinga. "Astaghfirullah, apa yang kulakukan di gedung 4 ini?"

Langsung saja aku berlari menuruni tangga sekolah saat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 07.00 pm. Ketika sampai di aula sekolah dengan napas ngos-ngosan, aku langsung bergegas menuju kelompok MOS yang sudah di umumkan di mading sekolah. Untungnya tadi aku sempat melihat mading sekolah dan aku berada di kelompok 3, sambil mencari anggota kelompok sesekali aku tersenyum saat melihat arsitektur gedung sekolah yang kutempati sekarang sangat indah di pandang oleh mata.

Akhirnya ketemu juga teman satu kelompokku, setelah hampir sepuluh menit mencari dan ternyata kelompok kami mendapatkan tempat yang berhadapan langsung dengan gedung 4 di mana perpustakaan tua tadi berada.

Acara pembukaan di mulai dengan pidato oleh Kepala Sekolah yang menjelaskan tentang seluk-beluk sekolah ini dan di lanjutkan oleh kata sambutan dari ketua OSIS, saat ketua OSIS berjalan menaiki podium tiba-tiba saja suasana terasa hening dan tekanan udara di sekelilingku terasa dingin, ketika mataku tak sengaja melihat ke gedung 4, aku langsung menjerit histeris saat melihat seorang gadis berdiri di sana sambil tersenyum lebar kearahku dengan bibir yang robek sampai darah menetes membasahi seragam sekolahnya, sebelah matanya yang hilang dan sebagian wajahnya yang hancur. Sampai-sampai semua orang menoleh kearahku saat aku menjerit histeris dan tak lama kemudian aku merasakan kegelapan datang menghampiriku.

***

"Ouch," lenguhku.

Saat aku membuka mata, ruangan yang kutempati terasa berputar, kemudian ku tutup kembali setelah rasa pusingnya berkurang kucoba membuka mata dan melihat kesekeliling ruangan berwarna putih yang lebih mirip dengan ruangan UKS.

Ceklek.

Pandanganku langsung beralih kearah pintu yang di buka perlahan sampai seorang perempuan yang memakai seragam yang sama denganku datang membawa nampan berisi bubur.

"Eh, kamu udah sadar, ya udah ayo sarapan dulu," ajaknya sambil tersenyum tipis.

"Kamu siapa?" tanyaku penasaran dengan gadis tersebut.

"Hehehe, aku sampai lupa memperkenalkan diri, perkenalkan namaku Azalea. Panggil aja Aza," ujarnya mengulurkan tangannya kearahku.

"Putri Arinda, kamu boleh memanggilku Arin," kataku menjabat tangannya.

"Hahaha, kamu tuh lucu deh Rin!"

"Oh iya, Za. Aku kok bisa di UKS ya?" tanyaku bingung padahal tadi aku masih mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah.

"Kamu nggak ingat setelah kamu berteriak histeris tadi, kamu langsung jatuh pingsan," beritahu Aza yang membuatku bingung.

"Teriak histeris?"

"Iya, kamu itu teriak histeris saat Ketua OSIS menyampaikan kata sambutan tadi," penjelasan Aza membuatku terkejut.

"Hah!, Aku cuma mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah Za, dan aku nggak tau kapan ketua OSIS menyampaikan kata sambutan. Kamu jangan bercanda deh," ujarku ketakutan.

"Bercanda gimana, udah tau kamu itu yang aneh semua orang juga lihat Ketua OSIS menyampaikan kata sambutan tadi, kayaknya kamu sakit deh Rin," balas Aza dengan wajah kesal.

"Nggak tau kepalaku rasanya sakit sekali," keluhku.

"Ehm!"

Suara deheman dari luar menghentikan percakapan di antara kami berdua. Ketika aku lihat ternyata seorang laki-laki berdiri di depan pintu sambil memperhatikan kami atau lebih tepatnya memperhatikan diriku.

"Eh, Kak Kean ada apa ya?" tanya Aza mempersilahkan laki-laki tersebut masuk.

"Mau jengguk siswi yang pingsan tadi," jawabnya dengan senyum sinis kearahku.

Aku membalas senyumannya dengan tatapan tajam kearahnya sambil berkata, "Ada perlu apa Kakak ke sini!"

"Wow sungguh junior yang pemberani, bicara dengan kakak kelasnya tanpa sopan-santun sama sekali," sindirnya tanpa melihat kearahku.

"Kakak juga tidak punya etika sama sekali, berbicara tapi tidak memandang lawan bicaranya," balasku sengit, entah kenapa melihatnya membuat emosiku tidak terkendali.

"Aduh udah dong, kok jadi malah berantem sih," lirih Aza sambil menatap tajam kearahku.

"Bilang sama temanmu itu! Kalau ia kuat untuk melanjutkan MOS, langsung kelapangan karena sebentar lagi kita akan tour keliling sekolah ini," ujarnya langsung meninggalkan UKS.

"Cih ... Sombong amat tuh cowok," gerutuku.

"Dia itu wakil Ketua OSIS di sini, namanya Keanu Reeves, orangnya galak, sombong, dan juga tertutup, nggak banyak yang tau tentang kehidupan pribadinya kalau kata orang misterius," beritahu Aza.

"Kok kamu tau banyak tentangnya?" tanyaku heran.

"Hehehe tentu aku tau banyak, diakan sepupuku."

"Bangsat!" Umpatan keluar dari mulutku.

"Wess keluar nih bahasa Jakartanya, " ujarnya tertawa keras.

"Diem lo!"

"Hehehe ok, ya udah kita langsung ke lapangan aja yuk," ajak Aza menarik tanganku dan berjalan ke lapangan yang dipenuhi oleh anak kelas X dan kakak-kakak OSIS.

Kami berdua berjalan beriringan menuju kelompok MOS, perasaanku atau emang mereka memperhatikan diriku dari tadi.

"Stt ... eh, Za. Perasaanku atau memang mereka memperhatikan kita ya," bisikku pelan.

"Udah diam aja, nggak usah di tanggapi," ujar Aza dengan pelan.

Kami berdua langsung berbaur dengan anggota kelompok yang pagi tadi tidak sempat untuk berkenalan.

"Nah Arin kenalin ini namanya Reza Artamevia, dia yang gendong kamu waktu pingsan tadi," kata Aza sambil menarik tangan cowok yang bernama Reza Artamevia tadi.

Sambil tersenyum lebar, kuulurkan tangan untuk berkenalan. "Hai kenalin namaku putri Arinda, terimakasih sudah menolongku."

"Hahaha biasa aja, kamu udah tau namaku kan, tapi kok wajahmu nggak kayak orang Bandung, ya?" tanyanya  sambil menjabat tanganku.

"Hehe iya, aku asli Jakarta," jawabku tersenyum tipis.

"Duh pantasan imut benar wajahmu itu," ujarnya menarik hidungku, kemudian kami bertiga tertawa bersama.

"Ok, adik-adik sebentar lagi kita akan melakukan tour  keliling sekolah, jadi kalau ada yang sakit tolong bilang sama kakak pembimbingnya masing-masing, ya!" Suara di depan sana membuat pembicaraan kami terhenti.

Saat mataku melihat ke depan ternyata sudah berdiri kakak pembina OSIS dengan wajah yang menyiratkan 'Persiapkan diri kalian saat kami tindas selama menjadi peserta MOS.'

Sambil mendengarkan pengarahan dari cowok di depan sana, tiba-tiba saja Aza berbisik ke telingaku, "Nah yang berbicara di depan  itu kak Verlan Agustin namanya, dia ketua OSIS kita."

"Tapi kok wajahnya nggak mirip orang Bandung ya? Lebih mirip blasteran itu wajahnya," bisikku pelan sambil memperhatikan wajahnya yang mirip blasteran itu.

"Hehe ya iyalah, dia itu blasteran Sunda-Arab, tapi sayangnya itu cowok udah punya gendengan," balas Aza.

"Emangnya siapa pacarnya kak Varlan?"

"Itu yang berbaris di samping kak Keanu," bisik Reza yang tiba-tiba ikut nimbrung dengan pembicaraan kami.

"Itu yang bertiga yang asik bisik-bisik, bisa dengarkan pengarahan dari kakak!" Suara teguran yang berasal dari kak Varlan membuat kami bertiga langsung berbaris dengan rapi.

"Baiklah kelompok tiga akan di pandu oleh Kak Keanu, Kak Rindi, sama kakak sendiri!" beritahu kak Varlan di depan sana membuat cewek-cewek di kelompokku berteriak histeris.

"Aish ... kenapa tuh cowok sombong ikut memandu kita sih!" kesalku saat melihat ketiga kakak pemandu kami berjalan kearah kelompok kami.

"Yah, terima nasib aja," balas Aza sambil cekikikan dengan Reza.

"Baiklah adik-adik sebelum kita melakukan tour, kakak akan mengabsen kalian semua," kata kak Varlan.

Satu per satu nama di sebutin sampai namaku di panggil. "Putri Arinda!"

"Saya kak!"

"Kamu yang pingsan tadi bukan?" tanya kak Varlan kearahku.

"Iya kak!"

"Kamu yakin ingin ikut tour ini?"

"Yakin kak."

"Baiklah, tapi kalau nanti kamu merasa tidak enak badan kamu langsung beritahu kakak bertiga," ujar kak Varlan yang langsung kuangguki.

Kami memulai tour keliling Sekolah dengan berjalan kaki, di gedung pertama berisikan kelas X, ruang musik, dan kantin. Menaiki tangga kami menuju gedung dua yang berisikan ruang guru dan ruang kepala Sekolah, Labor komputer, ruang seni, perpustakaan dan koperasi Sekolah.

Kami melanjutkan perjalanan menuju gedung tiga yang berisi kelas Xl dan kelas Xll, serta kantin. Dan ketika kami semua menaiki gedung empat suasana mulai terasa dingin, kak Rindi memberi tahu kalau di gedung empat berisi labor biologi, labor fisika, toilet, dan labor kimia, serta ruang peralatan olahraga. Sampai kami berdiri di depan perpustakaan tua yang sudah tidak berfungsi.

"Perpustakaan ini sudah tidak beroperasi lagi, dan di kunci selama dua tahun tidak pernah di buka sampai saat ini," jelas kak Keanu kearah kami.

"Tidak pernah di buka," gumamku heran.

"Kenapa Rin?" tanya Aza kepadaku.

"Kata kak Keanu ini perpustakaan nggak pernah dibuka selama dua tahukan?" tanyaku heran.

"Iya, kamukan dengar sendiri penjelasan kak Keanu," kata Aza menatap ke arahku aneh.

"Tapi tadi pagi, perpustakaan ini kebuka," ujarku yang di dengar oleh ketiga kakak pembina OSIS.

"Perpustakaan ini sudah tidak pernah di buka selama dua tahun dek," beritahu kak Rindi dengan suara tegas.

"Kamu kayaknya sakit deh Rin, tadi aja kamu bilang tidak melihat kak Varlan memberikan kata sambutan dan kamu tidak ingat kalau kamu berteriak histeris sebelum pingsan tadi," beritahu Aza membuat semuanya menatap kaget kearahku.

"Aku emang nggak tau kalau aku pernah teriak histeris Za, tapi aku ingat pagi tadi aku naik ke gedung empat ini dan perpustakaan ini tadinya ke buka, aku aja hampir masuk ke perpustakaan kalau bel masuk nggak berbunyi tadinya," jelasku dengan ngotot.

"Putri Arinda, setelah pulang sekolah temui kakak di ruang OSIS!" kata kak Varlan membuatku terkejut.

"Iya kak!"

Akhirnya kami meninggalkan gedung empat ini, sebelum aku berbalik mengikuti mereka mataku tak sengaja melihat ke dalam perpustakaan dan betapa terkejutnya aku saat melihat seorang perempuan yang tersenyum kearahku dengan bibir yang robek sampai darahnya menetes ke seragam sekolahnya, dan sebelah matanya hilang serta sebagian wajahnya hancur.

Dengan langkah cepat aku menerobos teman kelompokku untuk turun dari gedung empat dengan langkah terburu-buru, saat sampai di aula sekolah sudah banyak murid yang berkumpul dengan kakak pembina OSIS.

"Dek, kamu itu tidak punya etika sama sekali ya!" bentak kak Varlan kearahku. Membuat semuanya menoleh kearah kami.

Dengan tubuh bergetar dan wajah pucat aku menoleh kearahnya dan bertanya, "Apakah ada murid sekolah sini yang mati di perpustakaan itu?"

Wajah Kak Varlan langsung pucat dan hampir semua wajah kakak pembina OSIS menatap kearahku dengan wajah terkejut.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya kak kenau dengan pandangan tajam.

"Kenapa? emangnya tidak boleh!" tantangku dengan berani walaupun tubuhku masih bergetar takut.

"Dek, kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Kak Rindi terlihat penasaran.

"Ada perempuan di dalam perpustakaan itu," kataku tanpa memberitahu bentuk perempuan tersebut.

Kak Rindi tiba-tiba saja langsung melangkah mundur dan berlari menuju gedung empat.

Tapi kalah cepat dengan kak Varlan, kak Varlan langsung menarik tangan Kak Rindi dan menenangkannya, dan saat aku memperhatikan semuanya aku baru menyadari tatapan mereka kearahku seperti ketakutan.

Reza menarik tanganku dan membawaku menjahui aula sekolah, diikuti oleh Azalea. Saat kami sampai di taman belakang sekolah Reza baru melepaskan tangannya.

"Apa yang kamu katakan tadi itu benarkan Rin?" tanya Aza kearahku.

Lama kami terdiam sampai suara Reza memecah keheningan.

"Apa yang dikatakan Arin tadi benar," ujar Reza memandang kearah kami berdua.

"Kenapa kamu percaya begitu saja dengan ucapanku?" tanyaku bingung.

"Kamu mungkin tidak merasa kalau dari tadi pagi aku mengikutimu sampai ke gedung empat, maaf Rin aku tidak berniat menguntit tapi aku penasaran saja karena kamu selalu diikuti seseorang," beritahu Reza yang membuatku terkejut.

"Maksudmu apa?"

"Huh, sebenarnya Reza bisa melihat apa yang tidak bisa kita lihat Rin," beritahu Aza.

"Jadi maksudnya Reza seorang anak indigo, gitu?" tanyaku yang diangguki keduanya.

"Dan sebelum kamu pingsan, kamu sempat melihat perempuan yang sama di perpustakaan tadi Rin, yang aku heranin kenapa kamu tidak ingat," jelas Reza.

"Nah benarkan apa yang aku katakan tadi, kalau aku merasakan mereka!" kata Aza sambil cekikikan.

"Hah!"

"Hehehe sebenarnya Rin, Aza ini bisa merasakan tapi tidak bisa melihat, pas sebelum kamu pingsan tadi Aza sudah merasakan mereka," kata Reza tersenyum canggung.

"Jadi kalian berdua!" Tunjukku kearah mereka berdua.

"Sorry Rin," ujar Aza memelukku dengan erat.

"Sebenarnya aku percaya sama kamu dari tadi, tapi yang aku herankan kenapa mereka ingin sekali melihatkan keberadaannya kepadamu?" tanya Aza sambil berpikir.

****

Next chapter