30 Tatapan penuh hasrat

"Sudah sampai, Nona." 

"Hah? Oh." Julia membayar ongkos taksi, lalu turun di depan gerbang rumah. Tatapan gadis itu tertuju ke balkon kamar suaminya. Benar saja dugaannya, laki-laki itu sudah pulang, dan sedang berdiri menunggunya.

Langkah kaki Julia terasa berat, seolah ada rantai besi yang mengikat. Ketakutan itu nyata dirasakannya. Hanya berharap, ia bisa lolos dari siksaan suaminya kali ini.

Setengah hati, ia membuka pintu depan. Di saat ia sedang tegang seperti itu, Aldo mengejutkannya di belakang pintu. Baru Julia akan memarahinya, tapi suaranya ditelan kembali saat melihat suaminya sudah berdiri di ujung tangga.

"Aldo sudah makan malam, tapi Kakak belum." Aldo melapor pada Julia, lalu masuk ke kamarnya. Ia berjalan melewati Damian dan berbisik. "Jangan siksa kakak iparku lagi! Atau Aldo akan sungguh-sungguh merebutnya!"

Damian menjawab dengan sinis. "Urus saja urusanmu sendiri!" Dengan suara yang sama pelan. Ia melangkah turun dan mendekati Julia yang berdiri di dekat pintu dengan wajah tertunduk.

Ia berdiri dua langkah di depan Julia. Dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Damian tidak mengatakan sepatah kata pun.

Julia menatap kedua kaki suaminya dengan degup jantung yang semakin kencang. Kenapa dia tidak mengatakan apa-apa? batin Julia. Rasanya lebih menyeramkan saat laki-laki itu diam seribu bahasa.

"Sa-saya pergi membeli baju, Hu … Hubby. Saya tahu, saya salah karena … tidak meminta izin," ucap Julia terbata-bata.

"Sudah makan malam?"

Pertanyaan itu terlontar dari bibir suaminya, membuat ia mengangkat wajahnya dengan cepat. Menatap laki-laki yang baru saja berbicara padanya dengan lembut. Hatinya meleleh bak es yang disiram air panas.

"Be-belum," jawab Julia.

"Simpan barang-barangmu di kamar, setelah itu, pergi ke dapur!" Perintah Damian itu seperti sebuah kata-kata yang menghipnotis Julia.

Gadis itu segera berlari, lalu menyimpan semua barang belanjaannya di atas tempat tidur. Tergesa-gesa, ia berlari ke dapur. Julia tercengang melihat beberapa menu makanan telah tersaji di meja makan.

"Duduk dan temani aku makan!"

Sret! 

Julia menarik kursi di depan Damian. Rasanya sangat canggung karena mereka hanya berdua. Ia sangat jarang makan malam bersama suaminya.

"Sup ini rasanya sangat enak. Ternyata Aldo pandai memasak," ucap Julia tanpa memerhatikan wajah Damian yang cemberut.

"Itu … masakan buatanku."

"Fuuhh! Maaf, sa-saya tidak tahu." Julia menyemburkan kuah sup di mulutnya.

'Mati aku! Bagaimana ini? Dia pasti marah lagi. Andai punya kantong ajaib Doraemon, aku pasti akan pergi kemana saja sekarang.'

Damian tidak membahas lebih lanjut. Ia menghabiskan makanannya, lalu membawa piring kotor ke tempat cuci piring. Saat laki-laki itu hendak mencucinya, Julia mengambil alih.

"Biar saya saja, Hubby."

"Hem. Setelah beres, tolong buatkan kopi."

"Iya, Tuan."

"Apa aku harus memberikan hukuman terlebih dulu agar kamu ingat cara memanggilku?" Damian berdiri menatap punggung Julia.

"Tidak. Maaf, Hubby. Saya sudah terbiasa memanggil itu sejak pertama kali datang. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Tolong, beri saya waktu," jawab Julia.

"Bawakan kopinya ke ruang kerja."

"Iya." Julia bernapas lega. "Untung saja, setannya sedang jalan-jalan. Kalau sedang berkumpul di tubuhnya, pasti dia sudah mengamuk lagi," gerutu Julia. 

Ia pikir, sang suami sudah pergi ke ruang kerja. Kata-kata yang digumamkan olehnya, terdengar jelas di telinga Damian. Namun, ia tidak marah, sebaliknya merasa tingkah wanita itu sangat lucu saat menggerutu.

"Aku mendengarmu, Julia …." Damian berkata sambil melangkah menuju ruang kerja.

Julia menepuk keningnya. Hari ini, ia terus-menerus membuat kesalahan. Namun, ada rona kebahagiaan di wajahnya karena Damian tidak memarahinya.

Setelah mencuci piring, ia membuat kopi dan mengantarkannya ke ruang kerja suaminya. Seperti sebelumnya, Damian meminta Julia untuk membereskan berkas-berkas di rak buku. Ia kembali tertidur di sofa.

Damian menggendong Julia ke kamar dan membaringkannya di atas tempat tidur dengan perlahan. Ia takut membuat gadis itu terbangun. Setelah menyelimuti Julia, ia kembali menyelesaikan tugasnya.

Tanpa Damian sadari, Julia membuka mata. Ia mengulurkan tangan seperti ingin menyentuh punggung sang suaminya yang telah berlalu dari kamarnya. Air mata Julia menetes tanpa permisi.    

Perasaan Julia semakin dalam, membuatnya merasa sesak setiap kali ia melihat suaminya. Laki-laki itu begitu dekat dengannya. Namun, terasa sangat jauh.

Ia menurunkan tangan lalu mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ternyata, memiliki cinta sepihak sangat menyakitkan. Julia telah melupakan Andi, sang kekasih yang ditinggal menikah olehnya.

***

"Julia!" Damian memanggil istrinya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan di meja makan.

"Iya, Hubby!"

Julia melepas apron yang masih menempel di tubuhnya. Ia menggantung apron itu di tempatnya semula, di dekat lemari es. Saat hendak menaiki tangga, Aldo menghadangnya.

"Aldo! Minggir! Dia bisa marah-marah lagi kalau aku tidak segera datang."

"Sengaja." Aldo mengucapkan satu kata yang membuat dahi Julia mengernyit.

"Kamu sengaja, ingin membuat aku dimarahi kakakmu?" Julia kesal mendengar jawaban Aldo yang singkat dan santai.

"Bukan. Aku sengaja menghadang, Kakak ipar, supaya dia kesal. Tapi, Kakak ipar, tenang saja. Dia tidak akan berani memarahi, Kakak ipar." Aldo begitu percaya diri dengan ucapannya.

Lain halnya dengan Julia. Ia semakin ketakutan karena ulah Aldo yang tidak mengizinkan ia melewatinya. Meski telah memohon pada pemuda itu, ia tetap tidak diizinkan lewat.

"Julia!"

"Iya, Hubby!"

Damian menoleh ke pintu kamar. Suaranya sangat dekat, tetapi gadis itu tidak kunjung datang. Hanya butuh waktu tidak sampai lima menit untuk datang ke kamarnya.

"Apa butuh waktu selama itu untuk datang ke kamarku?" Damian bergumam sambil mengancingkan kemejanya. Karena tidak tahan dengan rasa penasaran yang menjalar di hatinya, ia pun keluar dari kamar. 

"Al! Aku mohon, biarkan aku lewat," pinta Julia di ujung tangga bawah. Sementara Aldo berdiri di anak tangga ketiga.

"Tidak mau," tolak Aldo sambil tersenyum.

"Al," ucap gadis itu dengan tatapan memohon.

"Apa yang kau lakukan?!" Damian membentak di ujung atas tangga. Ia menatap Aldo dengan wajah merah padam. 

Julia segera berlari melewati pemuda itu saat ia menoleh ke arah kakaknya. Mereka saling melemparkan tatapan permusuhan. Untuk menghindari aura gelap yang menggelayut di wajah suaminya, Julia menarik lengan laki-laki itu, dan mengajaknya masuk ke kamar.

"Ada apa memanggil saya, Hubby?" 

"Kamu selalu bisa berbicara santai dengan Aldo. Kenapa selalu kaku dan formal saat berbicara denganku?"

Damian memerangkap tubuh wanita itu di pintu. Mereka saling menatap lurus ke dalam mata masing-masing. Tidak ada yang terdengar saat ini, selain degup jantung keduanya yang seakan-akan sedang lari estafet.

Beberapa saat lamanya, mereka saling memandang, hingga Julia akhirnya memalingkan muka. Entah semerah apa wajahnya saat ini? Ia benar-benar tidak sanggup melihat wajahnya di cermin.

*BERSAMBUNG*

avataravatar
Next chapter