11 Hari pertama di Jakarta

Setelah perjalanan panjang dari Sukabumi, akhirnya mereka tiba di Jakarta. Mobil Damian masuk ke garasi, lalu ia menyuruh Julia turun. Mereka pergi ke pintu depan.

Ting! Tong!

Damian membunyikan bel. Julia sedikit heran, kenapa laki-laki itu harus menekan bel di rumah sendiri? Rasa heran Julia terjawab saat pintu terbuka.

Seorang wanita membuka pintu dengan memakai baju tidur seksi. Baju tidur putih berenda di bagian dada itu mencetak underwear berwarna merah menyala yang dipakai wanita itu. Wajahnya tampak syok saat melihat Damian datang membawa Julia.

"Kak Damian, dia … siapa?" tanya gadis itu dengan ragu.

"Dia pembantu baru di sini," jawab Damian dengan nada merendahkan Julia.

'Sialan! Laki-laki ini benar-benar iblis.' Julia tidak berkata apa-apa. Percuma saja. Jika ia bicara pun, tidak ada bedanya. Apa yang dikatakan laki-laki itu pasti lebih dipercaya oleh gadis yang berdiri di depannya.

Seorang wanita paruh baya, datang menghampiri mereka. Ia adalah ibu dari mantan istrinya, Gabriela. Wanita itu sudah dianggap ibu kandungnya oleh Damian. Sesekali, Clara, wanita paruh baya itu menginap di rumah mantan menantunya.

"Kalia sudah datang?" tanya Clara dengan ramah. Di balik wajah tuanya masih tersisa kecantikan dan keanggunan di masa mudanya. 

"Iya, Ma. Mama sudah bangun? Ini baru jam lima pagi," kata Damian dengan cemas. Ia khawatir Clara kedinginan. Dengan penuh perhatian, ia membuka jaket yang dipakainya lalu menutupi tubuh Clara. "Jangan sampai, Mama, sakit nanti."

'Dia bisa bersikap seperti malaikat pada kedua wanita itu. Siapa mereka?'

"Terima kasih, Dam. Apakah dia, Julia?" tanya Clarisa Ricardo yang sering dipanggil sebagai Mama Clara oleh Damian.

"Tante, kenal dengan wanita ini?" tanya Iris dengan pupil mata membesar.

"Tidak, tapi Kimo yang memberitahu tadi pagi. Istrimu cantik sekali, Dam." Clara menyentuh pipi Julia dan memuji kecantikannya yang alami.

"I-istri?!" Iris membelalak saat Clara mengatakan wanita itu adalah istri Damian.

Sementara laki-laki itu diam saja melihat sepupu iparnya terkejut. Ia malas untuk memberitahu mereka. Biarkan saja mereka menginterogasi Julia sendiri.

Damian masuk ke kamarnya di lantai atas. Sementara Iris masih menunggu jawaban dari tantenya, Clara. Iris adalah sepupu mantan istrinya, Gabriel.

"Kimo memberitahu Tante, katanya Damian sedang melangsungkan pernikahan tadi pagi. Jadi, pasti wanita ini adalah istrinya. Benar 'kan, Sayang?" tanya Clara kepada Julia. Ingin memastikan jika tebakannya tidak salah.

Julia hanya menjawab dengan anggukan kecil. Ia tidak merasa bangga menjadi istri laki-laki itu. Rasanya lebih baik diakui sebagai pembantu.

'Sialan! Kenapa tidak ada yang memberitahu kalau Kak Damian akan menikah hari ini? Brengsek! Dia milikku. Tidak boleh ada yang menikah dengannya selain aku. Tapi, kenapa aku bisa kecolongan? Brengsek!'

"Mari masuk, Julia!" Clara meraih tangan wanita itu dan membawanya ke ruang tamu. "Oh, ya. Dia, Iris, keponakan Tante. Dan, Tante adalah mantan mertuanya Damian, Clarisa. Biasanya, Damian memanggilku Mama Clara. Kau juga bisa memanggilku seperti itu jika mau," ucap Clarisa panjang lebar.

'Benar-benar rumah yang sangat kacau. Mantan mertua dan sepupu mantan istri, tinggal di rumahnya. Laki-laki itu bodoh atau terlalu berbakti sih?' Julia menggumam dalam hati. Merasa rumah itu sangat aneh.

Iris pergi ke kamar Damian. Julia memandangnya dengan tatapan jijik. Ternyata wanita itu memiliki hubungan yang sangat intim dengan suaminya.

'Aku tidak peduli.' Julia menarik napas panjang. 

Di kamarnya, Damian baru saja membuka kancing kemeja. Ia berniat mandi dan berendam dalam bak air hangat untuk menghilangkan rasa lelahnya. Setelah resepsi pernikahan selesai, ia langsung mengemudi jarak jauh.

Tubuhnya terasa seperti remuk. Belum sempat membuka baju, Iris masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Dada bidang dan perut berotot laki-laki itu terekspos bebas di depan Iris.

"Ada apa?" tanya Damian. Ia duduk di tepi ranjang.

"Kakak … sudah menikah lagi?"

"Hem," jawab Damian singkat. Ia tidak ingin membahas Julia, tetapi gadis itu justru semakin banyak bertanya.

"Kenapa, Kak Damian, tidak memberitahu aku dan tante?"

"Aku tidak berniat menikah lagi. Dia adalah wanita yang dibeli ayah untuk melunasi hutang-hutang ayah tirinya. Aku terpaksa menikah dengannya," jawab Damian.

'Huh, ternyata hanya gadis belian. Kak Damian bilang, dia terpaksa. Artinya, aku masih memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.'

Iris tersenyum mendengar jawaban sepupu iparnya itu. Ia sudah memiliki perasaan sejak laki-laki itu menikah dengan kakak sepupunya, Gabriel. Ia sudah berusaha mendekati laki-laki itu sampai sejauh ini.

"Oh, begitu. Kalau begitu, Iris permisi. Maaf karena sudah mengganggu, Kakak."

"Hem."

Damian merebahkan tubuhnya dengan kaki menjuntai ke lantai. Ia sangat lelah dan ingin mandi. Namun, setelah Iris pergi, niatnya mandi pun diurungkan. 

Ia tertidur dengan posisi seperti itu. Satu lengannya menutupi mata, sedangkan dadanya terbuka dengan kemeja yang tidak terkancing. Setengah jam kemudian, Julia masuk ke kamar itu.

Laki-laki yang belum begitu pulas itu kembali terbangun. Ia membelalak saat melihat Julia berada di kamarnya. Wanita itu terlihat sedang mencari baju ganti.

"Siapa yang mengizinkan, kamu, masuk ke kamarku?!" tanya Damian dengan suara yang memekakkan telinga.

Julia berjingkat kaget mendengar teriakan Damian. Ia masuk ke kamar karena tidak membawa baju ganti. Saat Damian menyeretnya dari kamar pengantin, ia hanya memakai baju tidur.

Tidak ada baju untuknya sama sekali. Lalu, bagaimana ia mengganti baju tidurnya itu? Julia tidak diizinkan membawa baju sama sekali oleh Damian.

"A-aku mau mencari baju ganti," jawab Julia dengan suara gemetar.

Damian melangkah dengan cepat. Ia menarik tangan Julia. Membawa gadis itu dengan kasar menuruni anak tangga menuju kamar tamu di bawah.

Bruk!

"Aw …. Dasar brengsek! Tidak bisakah kau bicara baik-baik?" tanya Julia dengan kesal. Ia dibanting ke lantai dengan kasar oleh suaminya di hari pertama setelah pernikahan.

"Heh! Baik-baik? Bicara dengan wanita murahan sepertimu, tidak berguna jika harus bicara baik-baik." 

Iris dan Clara menghampiri mereka. Mereka melihat Julia duduk di lantai di kamar tamu. Iris tersenyum senang, tetapi Clara tidak suka melihatnya.

"Kamarmu di sini! Jangan berani-berani masuk ke kamarku, mengerti!" Damian kembali ke kamarnya setelah berkata seperti itu.

Iris pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Sementara Clara, ia masuk ke kamar Julia. Ia membantu gadis itu untuk bangun.

"Ada apa sebenarnya? Kenapa Damian terlihat sangat membencimu?" tanya Clara dengan dahi mengernyit. 

Sepasang pengantin baru, seharusnya sedang mesra-mesranya memadu kasih. Namun, yang dilihat oleh Clara itu jauh berbeda dengan pasangan pengantin baru pada umumnya. Ia mengira, mereka menikah karena saling mencintai. Sampai Julia menceritakan apa yang membuat dirinya, menikah dengan laki-laki itu.

*BERSAMBUNG* 

avataravatar
Next chapter