31 Badai datang di tengah pelangi

Tangan laki-laki itu menyentuh dagu Julia, memalingkan wajah wanita itu agar kembali menatap ke arahnya. Ia mendekatkan wajahnya perlahan-lahan. Dengan mata bening dan tajam seperti elang menemukan mangsa.

Cup!

Damian mengecup bibir merah itu. Julia membelalak saat suaminya mengecup bibir. Tubuh Julia seakan membeku, jantungnya seolah ingin melompat keluar, dan pikirannya tiba-tiba menjadi kosong.

'Dia … menciumku? Dia tidak sedang mabuk 'kan?' 

Laki-laki itu memperdalam kecupannya. Bahkan, ia menyusupkan lidahnya ke dalam rongga mulut Julia. Tidak bisa mengelak, Julia menjadi berhasrat untuk menikmati, dan membalas kecupan mesra sang suami.

Kedua tangannya dilingkarkan di leher Damian. Sementara sang suami membalas dengan menarik pinggang Julia dan memeluk pinggang rampingnya dengan erat. Mereka saling berpagut, bertukar saliva, dan menggigit bibir bawah bergantian.

Permainan itu begitu panas, hingga Damian tidak tahan untuk membawa Julia ke atas tempat tidur. Ia menggendong istrinya di depan dengan posisi masih berciuman. Tubuhnya dibaringkan di tengah ranjang, lalu Damian menimpa tubuh wanita itu.

Pertarungan mereka berlanjut, hingga Julia mendorong tubuh suaminya saat ponsel milik laki-laki itu berdering.

"Ada telepon," ucap Julia sambil menatap ke arah nakas.

"Biarkan saja!" Damian menyatukan kedua tangan mereka di atas ranjang. Ia kembali mengecup bibir manis yang mengalahkan manisnya madu. Seperti itulah saat hasrat telah menguasai tubuh. 

Ponsel Damian kembali berdering. Dengan kesal, ia terpaksa bangun dari atas tubuh istrinya. Ia menerima telepon dengan nada dingin seperti ingin membunuh orang yang telah mengganggunya.

"Aku segera ke kantor," pungkas Damian mengakhiri panggilan. Ia menoleh ke belakang, melihat Julia yang sudah duduk di tepi ranjang. Damian menghela napas.

Ia melangkah pelan menghampiri istrinya. Menundukkan wajah lalu berbisik. "Kau harus melayaniku nanti malam!" Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun pergi ke kantor.

"Tadi … dia bilang apa?" Julia terlalu malu memikirkan kata-kata yang didengarnya dari bibir sang suami. 'Melayani dia … maksudnya yang itu 'kan?' Ia termenung di kamar Damian beberapa saat.

Suara Aldo membuat Julia tersentak dari lamunannya. "Orangnya sudah pergi. Kenapa masih dipikirkan? Nanti juga pulang," goda Aldo.

"Kamu ini. Suka sekali menggodaku. Hati-hati! Nanti dicekik sama kakak kamu," kelakar Julia.

"Hehe …. Sepertinya, tak-tik kita berhasil."

"Sepertinya begitu. Terima kasih. Kamu sudah membantuku untuk meluluhkan hati kakak kamu yang seperti gunung es."

Aldo tertawa terbahak. Julia masih memberi julukan gunung es pada kakaknya, meski wanita itu sudah selangkah lebih dekat dengan suaminya. Aldo ikut senang dengan kemajuan hubungan mereka berdua.

***

Sultan menghubungi Julia melalui ponsel yang diberikan olehnya kemarin sore. Ia meminta Julia datang ke rumahnya karena orang tua Sultan sudah tiba di Jakarta. Mereka mempercepat kunjungan ke rumah Sultan.

"Aku sudah mengirimkan alamatnya. Kamu bisa meminta sopir taksi untuk mengantarmu ke alamat itu."

"Oke. Apa aku harus membawa sesuatu untuk kedua orang tuamu?"

"Tidak perlu. Mereka hanya ingin bertemu saja."

Sultan mengakhiri panggilan. Sementara Julia segera berdandan untuk pergi ke rumah Sultan. Damian sudah menelepon lewat pesawat telepon rumah, bahwa ia tidak akan pulang untuk makan siang di rumah.

Kesempatan bagus, Julia tidak perlu berbohong untuk pergi ke rumah Sultan. Hanya satu kali, ia akan melakukan hal itu. Setelahnya, ia tidak akan menemui Sultan lagi.

Julia sadar dengan statusnya yang telah menjadi istri Damian. Ia melakukan itu, untuk membalas budi atas pertolongan Sultan beberapa waktu yang lalu. Saat keluar dari kamar, ia berpapasan dengan Aldo.

"Mau kemana, Kakak ipar?"

"Mau pergi membeli sesuatu di mall," jawab Julia setenang mungkin. Namun, hal itu tidak bisa menutupi rasa gugupnya.

"Aldo antar ya? Soalnya, Aldo juga mau pergi ke rumah teman buat makan siang," ajak Aldo.

"Tidak usah. Aku sudah memesan taksi. Tidak enak kalau dibatalkan," tolak Julia.

"Oh. Ya sudah, Aldo pergi kalau begitu. Hati-hati di jalan, Kakak ipar. Hati-hati, takut sopir taksinya naksir," kelakar Aldo sambil melajukan mobilnya keluar dari garasi.

Julia menanggapi kata-kata itu dengan senyum geli. Tak lama setelah mobil Aldo melaju jauh, taksi pesanan Julia tiba. Ia masuk ke dalam taksi lalu memberikan alamat yang diberikan oleh Sultan.

Ia merias wajahnya secantik mungkin, tetapi tetap terlihat bersahaja. Menemui calon mertua palsu, ia tetap harus memperlihatkan sikap yang baik. Masalah kedepannya akan seperti apa, itu bukan lagi urusannya.

Sultan sudah berjanji, hanya membantunya sekali ini saja. Julia tidak akan setuju, jika Sultan memintanya berpura-pura selamanya. Karena hanya sehari, baru ia setuju.

"Terima kasih, Pak." 

Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit, ia turun di depan sebuah gerbang rumah besar. Namun, hanya separuh dari besarnya rumah Damian. Seorang penjaga gerbang menghampirinya.

"Maaf, Anda mencari siapa, Nona?"

"Saya Julia. Saya ada janji dengan Mas Sultan," jawabnya ramah.

"Oh, Non Julia. Mari masuk, Non. Mereka sudah menunggu di dalam," ucap penjaga gerbang. Sepertinya, Sultan sudah memberitahunya untuk menunggu Julia datang.

Julia diantar sampai depan pintu. Penjaga itu kembali ke posnya, sedangkan Julia mengetuk pintu. Ia sedikit gugup dan takut jika sandiwaranya akan gagal.

Ting! Tong!

Suara tawa terdengar ramai di dalam rumah, membuat Julia semakin gugup. Sepertinya, bukan hanya kedua orang tua Sultan saja yang akan makan siang bersamanya. Julia harus ekstra hati-hati agar sandiwara mereka tidak terbongkar.

Ceklek!

"Selamat siang, saya Juli~" Pandangan Julia terbuka lebar saat melihat siapa orang membuka pintu. Orang yang sangat dikenalnya itu sama terkejutnya dengan Julia.

"Kakak ipar!" Aldo memekik pelan. Ia tidak mengerti, kenapa Julia bisa mengenal Sultan. Kedatangannya ke rumah itu sebagai siapa? Aldo hanya bisa bertanya-tanya sendiri dalam hati. Hingga semua orang menghampiri Aldo.

"Halo, Sayang. Ayo masuk!" Sultan menarik pundak Julia dan memperkenalkan wanita itu pada semua orang yang berdiri di hadapan mereka.

Julia hanya bisa menunduk. Bagaimana ia bisa mengangkat wajah, jika adik iparnya melihat ia dipanggil sayang oleh laki-laki selain kakaknya, Damian. Sedangkan, suaminya saja tidak pernah memanggilnya seperti itu.

"Dia ini, Julia, kekasih Sultan saat ini. Juli, perkenalkan, itu Mama dan Papa, Aldo, dan Damian."

Seperti ada kilat yang menyambar tubuhnya. Julia mengangkat wajahnya dan melihat bukan hanya adik iparnya yang ada di rumah itu, tetapi juga Damian. Kacau sudah perasaan Julia. 

Ia tidak bisa mengucapkan apa-apa selain tersenyum canggung kepada kedua orang tua Sultan. Karena kedua orang tuanya sangat sibuk, ia mengajak semuanya untuk makan siang. Setelah makan siang, kedua orang tua Sultan akan langsung pergi ke bandara untuk naik pesawat menuju Singapura.

Bisa dibayangkan suasana di meja makan itu seperti apa. Julia mengaduk makanannya sambil melirik ke arah suaminya yang seolah tidak melihat keberadaan dirinya. Ia merasa sedih.

*BERSAMBUNG*

avataravatar
Next chapter