1 1. Party

"Hei, Syean! Sepulang kerja karokean, yuk? Suntuk, nih!" Raka melemparkan kertas yang telah diremasnya ke arah gadis yang masih asyik mempelototi layar monitor. Si gadis yang dilempari kertas menoleh dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kerjaan gue masih banyak, Raka! Ajak yang lain aja, deh! Besok gue harus nyerahin draft laporan ke Bu Anita. Gue tidak bisa bersenang-senang kalo kerjaan numpuk!" Syean kembali fokus menatapi layar komputer. Sekali-kali dahinya berkerut menganalisa setiap angka-angka yang bermunculan di spreadsheet excel.

"Parah lu, Syean! Ini malam minggu juga! Besok masih bisa dikerjakan! Ayolah, acara tidak seru kalo lu kaga' ada!" Raka mendekati gadis tersebut dan memegang pundaknya.

"Aduh, lu bawel banget, sih!" Syean mengindahkan tangan Raka dari bahunya, "ya udah! Kita party sehabis gue selesaikan ini report, oke?"

Raka tersenyum lebar. Sambil bersiul kecil, dia kembali ke mejanya.

***

"Raka, yang lain mana?" Syean melihat pemuda itu sedang berdiri di gerbang masuk Tee-Box Community Center. Salah satu tempat mangkal para kawula muda di kota Padang. Mungkin ini satu-satunya tempat hiburan yang paling exist di kota yang pernah hancur karena gempa itu.

"Udah di dalam dari tadi. Lu lama amat, sih! Gue jadi bete nungguin!" Raka merutuk sambil mengambil kunci motor Syean.

"Yeee, kan udah gue bilang kudu nganterin report dulu ke rumah Bos. Ya udah, sono parkirin motor gue! Gue langsung ke dalam, ya, haus nih!" Syean mengacak rambut mohawk Raka yang tertata rapi. Pemuda tersebut menggembungkan pipinya kesal.

"Dasar cewek aneh! Untung lu cantik, kalo jelek gue biarin aja, dah!" Raka menelan ludah dikarenakan tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering. Dia selalu merasakan perasaan yang tidak menentu kepada gadis satu itu. Selain mempunyai wajah cantik dan tubuh elok, Syean juga memiliki otak yang cerdas.

Waktu menunjukkan jam tujuh malam ketika Syean membuka pintu room 103. Dentuman musik yang sangat keras langsung menghampiri telinga. Untungnya dia sudah menyiapkan diri dari luar sehingga tidak membuat jantungnya melompat keluar.

Di dalam terlihat beberapa orang berjingkrak-jingkrak menikmati musik yang menghentak cepat. She Wolf-nya Sia yang berkolaborasi dengan David Guetta tersebut benar-benar membuat adrenalin terpacu. Syean mengangkat tangan dan mulai menggeolkan pinggulnya sambil berjalan menuju lemari pendingin yang menyajikan aneka minuman.

Syean mengambil sekaleng Greensand dan mulai meminumnya dengan rakus. Dia benar-benar sangat ingin membuang rasa suntuk di jiwanya.

Amara, Lusi dan Linda-rekan kerjanya yang lain-asyik nge-dance heboh. Rok mini yang mereka kenakan seakan-akan mau robek besar ketika pantat mereka meliuk seiring dengan dentuman musik. Sementara itu, tiga orang cowok yang diyakini Syean adalah pacar ketiga rekannya itu sibuk meraba-raba bahkan memeluk-meluk tubuh pasangannya.

Ruangan karoke tersebut tidak ubahnya seperti diskotik. Sampai akhirnya pintu kembali terbuka. Raka muncul dan langsung menyeret tangan Syean. Mereka seperti lupa diri. Menyerahkan nasib kepada dentuman suara musik yang membahana di malam yang belum terlalu tua.

Kilatan mata iblis berkilauan di mata ke empat lelaki itu. Senyuman penuh kemesuman tersungging di mulut Raka.

"Gue sudah booking kamar hotel. Jadi lu ga' perlu balik ke kosan. Kita bakalan sex party di sana." Raka membisikkan kata-kata tersebut di telinga Syean. Syean terkejut. Dia menghentikan gerakannya. Matanya yang indah menatap tajam ke arah Raka.

Dengan cepat Syean mengambil remote control di atas meja. Seketika musik yang tadi hingar-bingar berhenti bermain. Tiga pasangan lainnya sontak terkejut.

"Syean? Kenapa dimatiin? Lagi seru, nih!" Amara memandang Syean dengan tatapan tidak suka. Syean mengabaikan pertanyaan Amara. Dia menatap marah ke Raka.

"Lu ngomong apa tadi, Ka? Sex party? Apa lu sudah gila?" Syean membentak Raka dengan suara menggelegar, "apa gue terlihat seperti gadis murahan? Gue ga' nyangka lu ngomong gitu ke gue! Brengsek!"

Syean mendorong tubuh Raka. Membuat lelaki tersebut terjatuh ke sofa. Syean merebut kunci motor yang tergantung di saku celana Raka.

"Lu ngerusak malam gue. Seharusnya gue tidak mengiyakan ajakan lu ke sini. Gue pulang!"

"Syean!" Raka berusaha menarik tangan Syean. Namun, Syean menyentakkannya dengan kasar.

"Mulai hari ini dan seterusnya anggap saja kita tidak pernah kenal. Lu jauhi gue dan gue juga ga' bakalan mengusik hidup lu!"

"Gue hanya bercanda, Syean! Please, dengerin gue dulu!" Raka masih berusaha melarang kepergian Syean. Namun, perempuan tersebut sudah terlanjur sakit hati.

"Lu, gue, end!"

***

Syean merasakan kedongkolan yang teramat sangat. Dia tidak menyangka, rekan kerja yang sudah bersamanya selama setahun ini ternyata memiliki niat kotor. Dia akui Raka memang tampan. Tidak bakalan ada perempuan yang tidak suka kepadanya. Selain tampan dia juga anak orang kaya. Acara tadi saja itu dibiayai oleh Raka. Selama ini Raka terlihat sopan dan santun. Entah kenapa hari ini dia menunjukkan belangnya.

"Seharusnya gue tidak percaya pada monyet satu itu. Di mana-mana laki-laki sama saja. Hanya mikirin selangkangan dan seks semata. Brengsek!" Syean mengendarai motor matic-nya tanpa arah. Dia biarkan angin menuntunnya ke mana saja. Kerlap-kerlip lampu kota sedikit banyaknya membuat pikirannya bisa teralihkan dari Raka.

Sehingga tanpa dia sadari hembusan angin laut membuatnya harus berhenti di tepi pantai. Langit terlihat cerah merona. Tebaran bintang berkedip-kedip menghiasi permadani malam.

Syean memarkirkan motornya di dekat sebuah warung tenda. Memesan satu botol air mineral dan berjalan menyusuri batu-batu besar yang menjorok ke tengah laut. Tidak terlihat siapa-siapa di bebatuan itu. Padahal ini malam minggu. Pada ke mana anak-anak muda kota ini? Syean membatin di dalam hati.

Gadis itu mengitari pandangannya dan matanya tertumbuk pada dua sosok tubuh yang berada dalam kegelapan. Wajahnya memerah seketika. Sepasang muda-mudi terlihat duduk dempet-dempetan di balik batu besar yang hanya bisa terlihat dari tempat Syean berdiri.

"Sial!" Syean memaki tidak suka melihat apa yang tersaji di depan matanya. Dengan tanpa berpikir dia mendekati dua anak muda yang sedang dimabuk cinta tersebut.

"Heh!" Syean membentak sepasang insan tersebut yang langsung terkejut melihat kemunculannya. Si pemuda dengan cepat merapikan celananya. Sedangkan si perempuan merapikan pakaiannya. Buah dadanya sempat tertangkap mata Syean.

"Apa sih, Mbak? Mengganggu orang saja!" Si perempuan terlihat marah begitu tahu kalau perempuan juga yang menghardik mereka.

"Mengganggu kau bilang? Apa perlu aku panggilkan Satpol PP biar kalian dihakimi massa? Brengsek kalian berdua! Perbuatan hina seperti ini yang membuat kota Padang hampir dihancurkan bencana!" Syean berkacak pinggang, "kalian masih pelajar ‘kan? Mana KTP kalian? Cepat? Atau aku teriak memanggil orang-orang untuk membakar kalian hidup-hidup!"

Kedua orang tersebut pucat pasi. Syean bahkan dengan berani memukul kepala si lelaki yang hanya bisa tertunduk takut. Dibandingkan si lelaki, si perempuan lebih berani. Dia segera menyeret tangan kekasihnya dan berlalu dengan cepat dari hadapan Syean.

"Perempuan aneh! Kalau tidak laku, ya terima saja! Pakai acara menggangu orang lagi indehoy aja!"

"Woi, KTP ..., woiii, KTPPP!" Namun teriakan Syean hanya dijawab oleh deru ombak memecah karang. Berdebur-debur meremukkan jantung. Kedua muda mudi tersebut berlari tunggang-langgang.

Syean menyandarkan punggungnya ke batu besar. Mereguk minuman dingin dan matanya menerawang menatap angkasa.

"Langit, gue kesepian. Rasanya hampa saja gitu hidup gue. Kalo lu punya malaikat ganteng, turunin gih satu buat gue! Masa' gue harus merana terus kaya' gini! Malam minggu hanya bertemankan air mineral! Nasib ... Nasib!" Syean melepas pandangannya ke arah laut lepas. Kapal-kapal nelayan terlihat sangat cantik dengan lampu-lampu yang terpasang di badan kapal.

"Akh, gue juga pengen ngerasain nyari ikan malam-malam di tengah laut sana. Wahai laut, adakah seorang kekasih hati yang bisa membawa gue ke sana?"

Syean menceracau seperti orang mabuk. Dia terus berteriak ke langit, berteriak ke laut. Tanpa dia sadari, tidak berapa jauh di depannya seorang lelaki merasa terganggu dengan racauannya. Si lelaki akhirnya menampakkan diri dan langsung membuat Syean terpekik.

"Hantu!" Syean langsung gagap ketika melihat wajah yang sekarang menatapnya kesal.

"Berisik!" desis lelaki tersebut, "Lu mengganggu kesenangan gue. Kalo mau meratapi nasib jangan di sini!"

"Ya Tuhan, makhluk apakah ini? Jantung hamba bergetar." Syean tidak bisa menyembunyikan ketakjubannya.

"Udah biasa dipuji. Jadi Mbak yang mulutnya cerewet, tolong tinggalkan tempat ini. Mbak mengganggu kesenangan gue mengintip orang bercinta. Please, ini tempat spesial gue. Udah gue tandain sebagai daerah kekuasaan gue. Jadi sebelum nada suara gue meloncat ke sol, tolong angkat pantat dari sini!" Pemuda tersebut berdiri. Syean semakin ternganga.

"Tinggi dan atletis. Ya Tuhan, inikah cinta pada pandangan pertama? Bahkan suaranya terdengar begitu indah."

Syean tidak bisa berkata apa-apa. Dia terlalu takjub dengan kehadiran pemuda tersebut. Bahkan sampai lelaki tersebut jongkok di depannya Syean masih seperti terhipnotis.

"Woy! Biasa aja tuh mata! Gue bukan dewa, malaikat atau hantu!" Dia menggoyang-goyangkan tangannya di depan Syean. Membuat kesadaran Syean pulih seketika.

"Hmm" Syean berdehem. Berusaha menetralisir rasa debaran di dadanya. "Siapa lu? Kenapa tiba-tiba ada di sini? Jangan-jangan lu sebangsa jin laut penjaga? Ngaku lu?" Syean meledak.

"Lu jangan asal ngebacot! Mana ada hantu sekeren gue. Pasang telinga baik-baik! Gue DEAN! D E A N! Dan gue adalah preman di kawasan ini. Jadi lu ga' bisa macam-macam sama gue." Dean membusungkan dada dan melipat tangan. Menunjukkan otot-otot bisep yang muncul di lengannya.

"Duh, keren! Gue pengen bergayut manja di lengan lu, bolehkah?" Air liur Syean meleler.

"Dasar cewek syarap! Lu kehabisan obat ya?" Dean menjauhi Syean yang sekarang berdiri mendekatinya. Memandangi Dean dengan tanpa berkedip.

"Apa lu?" hardik Dean membuat Syean tergagap.

"Gue .... Masih ragu kalo elu ini manusia!" jawab Syean asal.

Dean menolehkan kepalanya menatap hamparan laut lepas. "Maksud lu?"

"Lu tidak menginjak tanah." bisik Syean pelan dengan ekspresi berjengit takut.

"Ya iyalah! Apa lu ga' liat kalo kita berdiri di atas batu?" Dean memutar matanya. Syean terkikik geli melihat apa yang dilakukan Dean barusan. Cute!

"Gue Syean!" ujar Syean datar sambil sudut matanya menatap Dean yang masih memandangi langit.

"Ga' nanya!" balas Dean ketus.

"Ya ampun ini cowok belagu banget. Apa lu ga' tertarik kenalan sama cewek secantik gue?" Syean menggembor marah.

"Cantik? Elu?" Dean memencongkan mulutnya, "please, deh! Ngaca!"

Jawaban Dean barusan sukses menusuk jantung hati Syean.

"You know ...."

"I don’t know and I don’t want to know all about you! Can't you just go away?"

Syean terbelalak ngeri. Sumpah, ini pertama kalinya ada cowok yang memandangnya sebelah mata. Rasanya itu sangat menyakitkan.

"Fine! Good bye, a**hole! F**k you!"

"Whatever!"

***

Syean setengah berlari meninggalkan Dean yang kembali merebahkan badannya di bebatuan. Hati perempuan tersebut sangat sakit. Belum juga berganti hari, sudah dua orang lelaki yang menyakiti perasaannya. Air mata tumpah membasahi pipi.

"Apa salah gue, Tuhan? Gue hanya ingin menghabiskan malam ini dengan damai. Tanpa hati tersakiti, tapi kenapa Engkau berikan rasa sakit seperti ini? Gue berdoa Engkau menurunkan Malaikat, bukan Iblis! Hiks-hiks-hiks!" Syean sampai di motornya dan langsung mendudukinya. Mencari kunci di kantong celana. Tapi sampai dia keluarkan saku, itu kunci tidak ketemu.

"Ya Tuhan, apa lagi ini? Di mana kunci motor gue?" Seketika wajah Syean pucat pasi, "tidak, tidak mungkin kunci motor gue hilang."

Syean kelabakan.

"Kenapa, Mbak?" Seorang bapak-bapak berdiri di depan Syean. Syean terlonjak kaget karena bapak itu tiba-tiba saja muncul. Matanya langsung menguliti si bapak dengan pandangan menyelidik.

Dekil dan bau, itu analisa pertama yang muncul di benak Syean begitu melihat si bapak.

"Bapak siapa?" tanyanya berjengit.

"Tukang parkir di sini, Mbak. Saya perhatikan, sepertinya Mbak sedang kebingungan. Apakah ada masalah?" tanya si bapak ramah. Melihat si bapak tersenyum, Syean tertawa geli di dalam hati. Si bapak ompong.

"Kunci saya hilang, Pak. Sepertinya jatuh di suatu tempat. Astaga!" Syean menepok jidat. Matanya tertuju ke arah di mana Dean terlihat masih terbujur.

"Kenapa, Mbak?" tanya si tukang parkir.

"Mungkin jatuh di sana, Pak. Saya ke sana dulu." Syean segera hendak beranjak, tapi tangannya dicekal oleh si bapak. Syean terkejut.

"Hati-hati sama penunggu pantai di sini, Mbak!" Si bapak memandangi Syean tanpa berkedip. Gadis cantik itu merasa tidak enak hati.

"Penunggu?" tanya Syean cemas. Namun si bapak tidak menjawab. Dia melepaskan pegangannya dan berlalu dari hadapan Syean. Dengan menekan rasa takutnya Syean kembali berjalan ke tempat Dean berada.

"Mau apa lagi lu? Maaf yah, kalo mau ribut, sorry aja. Cari pria lain!" Dean menaruh kepala di atas kedua telapak tangan. Matanya terpejam. Syean tidak melayani ucapan Dean barusan. Dia mulai sibuk mencari kunci yang hilang. Grasak- grusuk dan menimbulkan keributan. Kekesalan mulai muncul di hatinya.

"Brengsek! Di mana itu kunci? Ya Tuhan, kenapa buruk sekali hari ini!" Syean menggerutu tidak karuan. Puncaknya dia berteriak kencang dan mulai menangis.

"Hei!" Dean berdiri terkejut. Dia bergerak mendekatinya, "kenapa lu?"

"Kunci gue hilang. Kunci motor gue." Syean mulai menarik nada rendah lalu detik demi detik naik menjadi nada-nada tinggi.

"Ya ampun, kirain kenapa tadi!" Dean berusaha membantu mencarikan kunci tersebut. Sementara Syean masih saja menangis.

"Lu diam dong! Emang dengan menangis itu kunci bakalan ketemu? Dasar cewek aneh!" Dean mulai memasukkan tangannya ke celah-celah batu. Tanpa takut kepiting atau binatang berbisa menggigit tangannya.

"Kunci gue. Gue mesti pulang. Ini sudah malam. Bantuin gue!" Syean meratap seperti orang kematian laki.

"Tenang, dong, akh! Ini juga lagi bantu dicari!" Dean menghembuskan napas kesal.

Namun sampai setengah jam mereka mencari itu kunci tidak juga ketemu. Syean menatap Dean yang terlihat kelelahan. Akhirnya mereka kembali duduk di bebatuan.

"Emang lu tinggal di mana?" tanya Dean setelah menghapus keringat di lehernya. Dia menatap Syean yang matanya sudah bengkak dan hidungnya memerah. Rambutnya yang panjang berkibaran ditiup angin.

"Ulak Karang!" jawab Syean pendek. Dia seperti kehilangan semangat hidup.

"Yaelah, Non! Dekat itu mah. Biar nanti gue anterin lu pulang. Sudah, hapus ingus lu! Jijik banget gue ngeliatnya." Dean mengangsurkan sehelai sapu tangan. Syean menerimanya dengan suka cita. Ketika dia hendak menghapus ingus, seketika dia hentikan tindakan tersebut. Matanya terpejam menikmati aroma yang menguar dari sapu tangan. Harum sekali, batinnya. Syean menoleh memandangi Dean yang juga sedang menatapnya.

"Kenapa? Sapu tangannya bau?" Dean menaikkan sebelah alisnya.

"Buk--bukan!" Syean gugup. Dia tidak mampu menerima pesona Dean yang seakan-akan menghipnotisnya.

"Terus kenapa?" Kejar Dean menginterogasi.

"Sap--sapu tangannya--wangi!" ujar Syean menunduk malu-malu.

Tawa Dean pecah.

"Ya elah, kirain kenapa!" Dean mengangkat tangan dan meliukkan badan, "gue anter lu pulang, ya? Udah malam banget."

"Motor gue gimana?" tanya Syean bingung.

"Santai! Titip aja dulu di sini. Nanti setelah gue nganterin elu, motor lu biar gue beresin." jawab Dean sambil berdiri.

"Jangan lu jual, ya?" sindir Syean tajam.

"Emang gue terlihat seperti orang kere!" Lagi-lagi Dean menaikkan alisnya.

Syean memutar bola matanya.

avataravatar
Next chapter