1 KAKI LANGIT

Pada kaki langit, birunya laut dan megahnya langit seakan bertemu. Seperti pertemuan aku dan kamu.

-Alaska-

************

Balikpapan, Oktober 2012

Hujan mulai mengguyur kota minyak, musim hujan selalu tepat datang di awal bulan Oktober . Alaska menyukai hujan dan dia tidak pernah merasa keberatan ataupun mengeluh karena hujan seperti kebanyakan orang. Ya, walaupun hujan sering membawa dampak pekerjaan tambahan yang tidak pernah Alaska sukai.

Ini adalah tahun kedua Alaska secara resmi menjadi seorang polisi wanita. Setelah 7 bulan melewati pendidikan yang tidak akan pernah dapat di lupakan, Alaska resmi menjadi seorang aparat negara dan ditugaskan di kepolisian perairan.

Setiap musim hujan biasanya akan terjadi banjir di bebarapa titik di daerah Balikpapan. Polisi perairan akan mengambil peran untuk membantu masyarakat untuk memastikan tidak akan ada korban jiwa. Dilain waktu, ada beberapa kasus orang tenggelam dan terbawa arus karena banjir. Namun, apapun situasinya, beratnya masalah yang terjadi saat atau setelah hujan, Alaska tetap menyukai hujan, terebih lagi hujan di bulan oktober.

Seperti pagi ini, setelah apel pagi hujan tiba-tiba saja turun dengan lebatnya. Semua orang berhamburan berlari memasuki ruangan. Alaska duduk dibalik meja kerjanya menatap keluar jendela, mengamati rintik-rintik hujan yang jatuh diatas helaian-helaian daun mangga disebelah ruang kerjanya. Bak gelombang di lautan, hujan dapat menenggelamkan pikiran Alaska kedalam lamunan panjang.

Kemudian, sebuah suara menariknya keluar dari dasar lamunan yang melankolis.

"selamat pagi!" suara melengking seorang wanita terdengar ketika wanita itu menghentakan kaki memasuki ruangan.

Alaska sudah hapal mati siapa wanita itu dan tidak perlu menoleh untuk sekedar memastikan kebenarannya. Selfi-teman baik sekaligus leting* yang paling Alaska percaya dan kasihi.

"kenapa sel?" tanya Alaska datar.

Jika orang yang belum mengenal Alaska dengan baik , kebanyakan orang akan mengira bahwa Alaska adalah orang yang sombong dan arogan. Nada bicaranya datar sedatar permukaan buku. Ekspresi wajahnya tidak pernah bisa dengan mudah terbaca karena ekspresi itu selalu sepolos lembaran kertas tanpa ada tulisan diatasnya. Alaska jarang sekali tersenyum dan dia selalu merasa kesulitan saat berinteraksi dengan orang baru. Karena merasa sifat alaminya membawa masalah untuk dirinya sendiri yang sering kali disalah artikan dan mengundang orang untuk membenci nya tanpa alasan, alhasil Alaska mencoba menjadi lebih ramah. Akhirnya, setelah 2 tahun berdinas Alaska berhasil memiliki 2 orang sahabat yang merupakan bentuk dari pencapaian terbaiknya.

"aku mau minta data bahan Anev bulanan"

Sambil menyambar roti diatas meja Alaska, si gadis berpotongan rambut serupa dengan Alaska duduk dengan nyaman diatasa kursi tepat disebelah Alaska. Alaska hanya melirik dan tersenyum.

"katanya mau diet? Hanya di mulut saja rupanya!"

Selfi tergelak mendengar ucapan Alaska. Kemudian, tetap melahap gigitan terakhir roti ditangannya. "yang penting niatnya dong Alasci sayang" Selfi tau Alaska tidak suka di panggil Alasci tapi selalu menyenangkan menggoda Alaska.

"stop calling me Alasci!"

Alaska berpura-pura marah, tapi bahkan burung yang terjebak dalam sangkar di depan kantor Satrolda pun pasti tau betapa Alasaka menyayangi gadis konyol yang sudah 2 tahun ini menjadi sahabat terbaiknya.

Alaska dan Selfi pertama kali bertemu saat mereka pendidikan, tapi karena mereka berada di pleton* yang berbeda Alaska tidak begitu mengenal sosok Selfi. Mereka kembali bertemu saat di tempatkan di kepolisian perairan di Balikpapan namun persahabatan yang kuat tidak terjalin dengan cepat. Ada proses di dalam nya sampai akhirnya mereka saling merasa bahwa kepada satu sama lain lah mereka bisa menyandarkan kepala ketika sudah terlalu lelah.

Beberapa bulan setelah mereka berdinas di polair, alaska dan Selfi memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Mereka memilih kampus dan jurusan yang sama. Tidak hanya kekasih dan pendamping hidup yang berjodoh, persahabatan pun terjalian karena berjodoh. Mulanya Alaska merasa canggung berada di dekat Selfi karena kepribadian mereka terlalu bertolak belakang. Selfi adalah seseorang dengan kepribadian yang selalu ceria, memandang segala hal dengan positif, berwawasan luas, terbuka dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Selfi adalah seseorang yang selalu bisa menemukan tempatnya di tengah-tengah masyarakat. Seorang gadis dengan senyuman yang menular, begitu menurut Alaska.

Sampai suatu hari, setelah selesai pelajaran kuliah Selfi mengajak Alaska untuk pergi makan malam di warung mie ayam langganan selfi di daerah kilo 3 dekat SMK Setiabudi. Kebetulan warung mie ayam pinggir jalan itu satu arah dengan mes mereka di daerah Somber. Setelah malam itu, makan malam di kedai mie ayam kilo 3 menjadi semacam rutinitas yang minimal mereka lakukan satu kali dam satu minggu. Tanpa mereka sadari, tanpa mereka pahami, mereka begitu saja menjadi sahabat.

" but, it sounds better than Alaska, tho! Lagian nama kaya nama negara bagian Amerika aja!. Bagusan juga Alasci"

"both are worse!"

Alaska tidak pernah mengerti apa alasan yang membuat ayahnya memberikan nama "Alaska" kepada anak perempuan satu-satunya. Sejak duduk dikelas 5 SD, ketika anak-anak di sekolah dasar mulai mempelajari geografi yang saat itu masih masuk dalam bagian pembelajaran ilmu pengetahuan sosial, Alaska menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya. Bukannya, Alaska merasa sedih hanya karena hal kecil seperti itu sebab menjadi korban bulan-bulanan atau yang sekarang lebih dikenal dengan bullying adalah hal yang lekat dengan Alaska. Alaska dan bully adalah dua kata yang selalu ada di dalam satu kalimat: Alaska si ititk buruk rupa korban bullying.

Entah lahir di hari kamis atau lahir di tahun Anjing yang membuat hidup Alaska begitu malang. Dia terlahir menjadi anak ke-3 dari empat bersaudara . tiga saudara laki-lakinya memiliki paras yang menarik, berbadan tinggi dan proporsional. Seharusnya semua keindahan itu untuk Alaska karena dia adalah seorang wanita. Alih-alih Alaska mewarisi 100% wajah dan pembawaan ayahnya. Berbadan tinggi terlalu tinggi bahkan untuk standar seorang wanita Indonesia kebanyakan (170 cm), berwajah serius dengan sepasang alis tebal berantakan yang membingkai wajahnya, sama sekali tidak termasuk kedalam standar kecantikan masa kini.

Alaska mendesah berusaha menepiskan pikiran nasib buruknya yang sudah berusaha dia buang jauh-jauh selama 20 tahun ini. Di awal-awal masa pubernya Alaska sangat menderita namun lama kelamaan dia dapat dengan tabah melewatinya. Alaska mulai melakukan self-healing melalui tindakan self-acceptance. Menerima segala kekurangannya dan menjadkan itu bentuk terbaik dari dirinya.

Yah, hujan selalu berdampak melankolis padanya, selalu.

"malah ngelamun! Mana datanya? udah belum?" suara Selfi menarik alaska keluar dari labirin lamunannya.

"aku kirim via e-mail aja ya? Lagian ngapain juga kamu jauh-jauh datang ke ruangan ku? Padahal bisa wa aja!"

"free cakes, of course!" Selfi tertawa geli ketika melangkah pergi meninggalkan Alaska yang masih geleng-geleng melihat tingkah laku sahabatnya itu.

Setelah mengirim data Anev* melalui e-mail ke Selfi, Alaska membuka folder pekerjaan nya dan mulai melanjutkan pekerjaan yang menumpuk. Beberapa laporan kegiatan pengamanan garis pantai masih belum tersentuh. Rangkaian kegiatan hari ulang tahun Bhayangkara, hari kemerdekaan, dan hari ulang tahun Polwan beberapa bulan ini menguras tenaga dan waktu Alaska.

"harus lembur ini sepertinya" Alaska bergumam sambil mulai mengerjakan tumpukan tugas tersebut.

Kemudian ponsel Alaska berdering "Captain Wido Harmono" tertulis disitu. Dengan gesit Alaska menyambar ponselnya dan secara naluriah seorang polwan Alaska duduk tegak di kursinya.

"siap. Selamat pagi capt! Perintah?" suara Alaska kaku.

"pagi mba Alaska" jawab suara di sebrang sana.

"Alaska, tolong ke dermaga sekarang ya? Anak buah saya baru dapat laporan kasus pencurian tali diatas kapal milik asing. Jadi, bisa tidak mba Alaska berperan sebagai interpreter karena ABK* kapal asing tersebut tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia."

"siap 86 capt, 5 menit saya ada di dermaga"

**********

Mimpi apa tadi malam Kala sampai-sampai dia harus mengalami kesialan ini? Selama 5 tahun perjalanan karirnya sebagai pelaut dan setelah dua tahun menjadi seorang mualim II di kapal barang milik perusahaan Yen Chen, dia tidak pernah sekalipun berurusan dengan perompak, mengalami kandas, kapal karam atau terseret ombak dan hilang, tapi kali ini dari semua waktu yang harus di pilih oleh pencuri sialan itu , mengapa harus ketika jam giliran dia berjaga. Ya walaupun memang tugas jam jaga second officer* memang berada di lingkaran jam-jam rawan kriminal. Kejadian ini jelas merusak catatan kinerjanya yang sempurna.

Sudah tiga hari Miss Marelyn lego jangkar di perairan teluk Balikpapan. Tepat di malam ke 3 dan di saat Mr. Kala Carvalho sedang melaksanakan tugas jaganya sebagai mualim dua,Miss Marelyn harus kehilangan tali sepanjang 10 km. Menurut keterangan seorang crew deck, malam itu ketika Kala sedang duduk di dalam Anjungan, meneliti laporan dan memeriksa peralatan navigasi yang harus segera di persiapan karena mereka akan segera berlayar menuju filiphina. Sedangkan crew yang lain sedang berada di buritan kapal untuk sekedar menikmati whiskey murah dan bermain kartu, crew deck tersebut mendengar suara berisik yang berasal dari arah haluan.Crew itu mengira bahwa suara tersebut berasal dari crew lain yang mungkin sedang berada di bagian haluan kapal jadi dia tidak pergi memeriksanya.

Ketika kapten kapal kembali, Kala menjadi bulan-bulanan dan sasaran tembak makian sang kapten yang murka. Kala berusaha menjelaskan situasi dan kondisi keadaan Miss Marelyn tapi tetap saja Kala bersalah. Sang kapten-Mr Kapoor langsung menghubungi pihak perusahaan dan rekannya yang kemudian melanjutkan informasi tersebut kepada kepolisian perairan setempat.

Suasana diatas Miss Marelyn saat itu sungguh tidak menyenangkan. Wajah tampan Kala terlihat kusut. Kala bukanlah tipe orang yang mudah terbebani tapi kali ini situasinya berbeda, dia membutuhkan portofolio yang yang sempurna untuk pindah ke kapal tanker milik perusahaan yang lebih besar. Kala haus akan petualangan dan tantangan. Keadaan yang sama dan rutinitas membuatnya pengap bahkan mebuatnya merasa tercekik.

Di mata crew kapal dan rekan-rekan berlayarnya, Kala adalah sosok yang luar biasa. Dia bagaikan dewa yunani kuno yang pantas di sanjung dan dipuja. Dari sudut pandang laki-laki, Kala berbeda tidak seperti kebanyakan pelaut lainnya, dia tidak pernah menambatkan hatinya kemanapun, apalagi memutuskan berlabuh.

Dengan modal penampilan diatas rata-rata, berkulit coklat tembaga (karena terbakar sinar matahari yang dia dapat setelah bertahun-tahun berlayar) darah portugisnya memberikan rahang kokoh dan tegas. Wajahnya lebih seperti orang asing dari pada wajah orang bugis keturunan dari sisi ibu nya. Kala berperawakan tinggi, langsing dengan otot-otot di tempat-tempat yang tepat. Tatapan matannya dingin dan melelehkan disaat yang bersamaan seakan ada es dan api di dalamnya. Banyak wanita yang bahkan rela memohon untuk dipinang olehnya. Dengan segala tipu daya dan muslihat banyak wanita yang berusaha menjeratnya, memaksanya bahkan bila perlu menyeretnya kepelaminan, tapi belum satu orang pun yang berhasil.

Kala adalah "playboy arogan" begitu julukannya. Dia tidak lebih baik dibandingkan rekan-rekannya. Dia suka bermain-main dengan wanita tanpa pernah sadar bahwa selalu ada hati yang terlibat disana. Sungguh wanita-wanita malang.Dimana kapal berlabuh disitu Kala membuka pelukannya tapi yang membuat Kala berbeda adalah dia tidak pernah merayu terlebih dahulu. Dia bagaikan setoples gula, hanya perlu membuka sedikit tutupnya semut akan datang berkerubut. Karena alasan ini lah Kala mendapatkan julukan "Playboy arogan" sekaligus " dewa yunani" yang dipuja rekan-rekannya. Kebanyakan dari mereka berharap dapat seperti Kala.

" what a tough day, isn't it?"

seorang koki kapal berkebangsaan india menghampirinya. Koki itu adalah sahabat terdekat Kala di kapal ini. Dia bernama Ameer. Aksen kental Ameer tidak pernah bisa pudar walaupun sudah bertahun-tahun berbaur dengan pelaut dari suku bangsa yang berbeda.

"can be worse than this" Kala menegak whiskey nya. Dia biasanya tidak pernah minum disiang bolong terlebih diatas kapal. Ditempat yang sangat dia hormati, hargai dan sayangi tapi Tuhan tahu hari ini dia sangat membutuhkannya. Ameer tersenyum memaklumi kekusutan yang tergambar dengan jelas di wajah Kala.

"seharusnya kita suda dapat bertolak menuju filiphina hari ini tapi karena kejadian ini aku ragu kalau kita bisa berlayar sesuai rencana"

"satu, dua hari di kota ini kurasa bukan masalah yang besar" Ameer meletakan tangannya dipinggiran tiang-tiang kapal melayangkan pandangan kearah tatapan Kala tertuju. Disebrang sana kota Balikpapan terlihat sangat damai, hijau dan menggoda. Balikpapan bukanlah kota besar seperti Kuala Lumpur, Singapura, Sanghai,Busan ataupun Manila. Kota yang terletak tepat diatas garis khatulistiwa ini terlihat seperti gadis sederhana yang menawan.

"anggap saja kita mendapatkan hari libur tambahan" Ameer tertawa miris karena mereka berdua sama-sama tau tidak ada satupun dari mereka yang akan turun dari Ms. Marelyn mulai hari ini sampai beberapa minggu kedepan ketika mereka sampai di Manila.

Kala tidak merespon, pikirannya terlalu kalut untuk melontarkan tanggapan mengandung candaan yang biasanya dapat dengan lihai dia lontarkan.

" butuh waktu berapa lama untuk mereka sampai kesini? Ini sungguh meresahkan!" Kala menyipitkan matanya kearah hamparan luas air laut yang sedari tadi dia pandangi.

"siapa? Ah! Polisi perairan Indonesia? Seharusnya kau bisa lebih memaklumi kinerja mereka. Kau tahu kan semua yang berhubungan dengan negara ini adalah terlambat" Ameer terkekeh dengan sengaja. Mengolok-olok Kala sungguh menyenangkan baginya karena itu merupakan bagian dari persahabatan itu sendiri.

"terlepas dari apapun dan bagaimanapun negeri ini, aku tetap bersyukur menjadi bangsa negara ini, Ameer" mereka berdua tergelak. Sesungguhnya hampir semua crew kapal selalu heran dengan selera humor yang mereka miliki. Selera humor mereka dibawah rata-rata tapi anehnya entah bagaimana semua orang mengetahui bahwa Kala dan Ameer bisa mengisi kekosongan satu sama lain.

Disaat itu, suara deru mesin kapal terdengar dari kejauhan. Kapal tersebut berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan Ms. Marelyn. Kapal itu dilengkapi lampu rotari, tiang panjang, bendera merah putih, dan tulisan di samping kapal yang menunjukan seri kapal tersebut. Kala menyipitkan mata, memfokuskan pandangan pada kapal yang sedang melaju kearah mereka dengan kecepatan 20 knot. Beberapa orang dengan seragam biru laut dengan baret terlihat berdiri diatas kapal dan tentu saja menggunakan lifevest berwarna oranye. Ketika kapal bersandar disamping belakang bagian buritan kapal dekat tangga, Kala menatap dari atas Ms. Marelyn.

Saat itu seorang wanita bertubuh langsing semampai meloncat keluar dari kapal patroli polisi perairan dan menapakkan kakinya diatas anak tangga yang menuju keatas Ms. Marelyn. Wanita itu mengenakan seragam yang sama dengan beberapa laki-laki diatas kapal polisi perairan itu. Dia menengadahkan kepala dan menatap kearah Ms. Marelyn untuk melakukan penilaian singkat. Dia tersenyum dan berjalan dengan penuh percaya diri. Tanpa sadar Kala mengernyitkan dahinya. Ameer menatap Kala dan gadis itu bergantian kemudian dia tersenyum.

"you'll never know what's coming" Ameer bersiul kemudian meninggalkan Kala sendiri.

Di lambung kapal tersebut tertulis "Marelyn" . Kapal itu lebih dari lima tingkat dibawah permukaan air laut dan 3 tingkat yang terlihat diatas permukaan laut. Informasi itu di gali Alaska dari beberapa seniornya ketika mereka dalam perjalanan menuju kapal tersebut.

Alaska melompat kecil untuk berpindah dari kapal patroli ke anak tangga yang menuju keatas Marelyn. Alaska berjalann dengan sedikit lbih hati-hati. Tangganya tidak cukup aman, pikir Alaska. Alaska sudah sering naik keatas kapal laut tapi tidak pernah melihat dan naik keatas kapal sebesar ini. Dia sangat bersemangat dan penasaran, tidak sabar ingin segera meng"observasi" keadaan diatas kapal.

Ketika akhirnya menapaki anak tangga terakhir, Alaska sudah disambut dengan pemandangan yang asing, tapi sedikit familiar. Seperti yang sudah berkali-kali Alaska lihat d atas kapal, beberapa anak buah kapal sedang duduk-duduk di buritan kapal, berteduh dari teriknya matahari dibawah tenda-tenda yang sepertinya sengaja dibuat sebagai tempat mereka berkumpul di waktu senggang. Namun bedanya kali ini, anak buah kapal tersebut sepertnya berasal dari beberapa negara dengan ras yang berbeda.

Dua dianatara mereka berpawakan besar, berkulit gelap dan sepertinya berekabangsaan India. Dua orang lain nya berwajah oriental, berkulit lebih terang dan berperawakan lebih mungil dibandingkan dua orang India sebelumnya. Sedangkan 3 orang sisanya seperti orang latin dengan fitur wajah tegas, bermata tajam, berkulit kuning tembaga dan bermata coklat dan diantara tiga orang latin yang kemungkinan besar berkebangsaan spanyol , italia atau mungkin portugis itu ada satu yang sangat menarik.

Kulit pria itu kecoklatan yang pasti dia dapat berkat bertahun-tahun berlayar, wajahnya seperti karya Tuhan yang khusus dipahat untuk menjadi wajah yang sedemikian rupa menjadi sangat terlihat menarik. Dengan rahang yang tegas, tulang hidung kecil dan tinggi, bentuk tubuh yang entah bagaimana bisa terlihat atletis, menawan, dan anggun secara bersamaan. Pria itu sudah pasti dapat menangkap perhatian wanita manapun hanya dengan berdiri diam di pojok ruangan tanpa melakukan usaha apapun.

Alaska menggeleng samar. Astaga! Apa yang dia pikirkan? Cepat-cepat Alaska membuang pikiran yang kurang profesional itu. Alska melangkah maju mengikuti senior – seior nya menuju anjungan kapal dimana kapten kapal sudah menunggu kedatangan mereka. Alaska melirik untuk terakhir kalinya kearah pria itu dan mendapati laki-laki itu sedang menatap nya dengan tatapan dingin yang tidak dapat diartikan. Alaska bergidik dan melangkah pergi.

Satu jam berlalu setelah menjalankan tugas nya sebagai penerjemah, Alaska keluar dari anjungan dan meninggalkan dua senior, kapten kapal, dan seorang cheff off didalam. Udara di luar anjungan begitu kontras dengan udara di dalam yang sejuk karena menggunakan air conditioner. Alaska menggunakan kesempatan yang dia miliki untuk mendapatkan petualangan kecilnya.

Alaska menuruni tangga yang membawanya turun dari Anjungan, berjalan kearah haluan kapal untuk menghindari kerumunan awak kapal yang beberapa waktu lalu sedang menghabiskan waktu di bagian buritan kapal. Setelah beberapa menit berjalan disekitaran haluan kapal, alaska menemukan sebuah pintu kecil yang sedikit terbuka. Rasa penasaran mendorongnya untuk menjulurkan leher kedalam pintu itu dan disana dimelihat sebuah tangga curam yang menuju ke bagian bawah kapal. Ketika Alaska hendak melangkahkan satu kakinya kedalam pintu itu, sebuah suara mengejutkan nya. Suara itu berasa dari balik punggu Alaska. Suara berat yang datar.

"ada yang bisa saya bantu?"

Alaska menoleh dengan cepat tanpa memperhitungkan kakinya dan posisi tubuhnya yang tidak menguntungkan. Alaska hampir saja terjermbab ketika sepasang tangan menarik dan menyelamatkan nya dari kecelakaan kerja yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Alaska mengernyit ketika membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi padanya jika dia benar-benar terjatuh. Alaska ingin sekali berterimakasih pada sang pemilik tangan yang menyelamatkannya jika saja si pemilik tangan itu bukan lah orang yang sama yang juga mengagetkannya dan menjadi penyebab kejadian canggung itu terjadi.

Alaska memutar tubuhnya dan tatapan matanya bertemu dengan sepasang bola mata berwarna coklat cerah. Disana berdiri si pria latin itu.

"I am sorry and thank you for saving me" Alaska berusaha tetap tenang namun detik selanjutnya Alaska memutuskan untuk tidak menatap mata itu lagi-berbahaya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

bukan suara berat dan datar laki-laki itu yang membuat Alaska melongo, tapi karena laki-laki itu baru saja berbicara menggunakan Bahasa Indonesia tanpa logat atau aksen apapun, mulus seperti orang Indonesia kebanyakan. Hal konyol lainnya yang di lakukan Alaska setelah itu adalah dia hanya membuka mulutnya, kemudian menutupnya lagi seakan-akan ingin mengatkan sesuatu tapi tak ada sepatah kata pun yang terlontar. Alaska berpikir apakah sebaiknya dia menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Beberapa detik terasa seperti selamanya berlalu dan mereka masih terjebak di dalam keheningan . Pria itu masih menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"maaf saya tidak bermaksud mengganggu atau melakukan tindakan kriminal apapun. Saya hanya melihat-lihat sekeliling kapal" Alaska sangat benci ketika merasa terintimdasi.

"Anda seharusnya lebih berhati-hati lain kali. Tidak ada satu pun diantara kita yang menginginkan anda di temukan didasar sana dengan kondisi patah tulang atau lebih buruk dari pada itu"

Pria itu bicara tanpa emosi sembari mengarahkan dagunya yang dihiasi rambut-rambut halus -bukti bahwa laki-laki itu sudah beberapa hari belum bercukur- kearah pintu itu. Alaska menatap kearah yang di tunjuk dagu yang menjadi titik tengah rahang kokoh yang membingkai wajah sang pria latin. Astaga! Alaska merasa ngeri dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia memperhatikan dagu laki-laki itu di tengah-tengah situasi seperti ini? Perhatiannya benar-benar teralihkan.

"saya tidak akan hampir terjatuh jika bukan karena ada suara yang mengejutkan saya" Alaska melontarkan sarkasme kepada laki-laki itu.

"saya juga pemilik tangan yang menyelamatkan anda" Alaska melongo tak percaya ketika harus menerima kekalahan telaknya.

Ada apa dengan wanita yang sedang berdiri tidak lebih dari setengah meter dihadapan nya itu? Wanita itu adalah wanita yang biasa-biasa saja. Semua biasa dari ujung kepala hingga unjung kaki tapi ada sesuatu dari cara bicara, menatap, bahkan cara wanita itu melongo membuat Kala sangat terganggu. Wanita itu menariknya untuk marah? Tunggu? Apakah ini amarah? Kala mungkin laki-laki paling bajingan yang pernah hidup di muka bumi ini, tapi dia mencintai wanita dan mengagumi kebanyakan dari mereka. Hanya ada dua jenis wanita di dunia ini menurut nya: mereka yang terlahir untuk di cintai dan di tiduri serta mereka yang terlahir untuk dihargai, dihormati dan di jaga perasaan nya. Tapi, wanita ini dia mengeluarkan aura yang aneh.

Dia mengundang orang untuk cenderung membenci nya hanya setelah mendengar satu kalimat pertama setelah wanita itu berbicara. Apa tadi dia bilang " saya tidak akan hampir terjatuh jika bukan karena ada suara yang mengejutkan saya" hah! Bukannya tersenyum malu, menyelipkan sejumput rambut dibalik telinga sambil mengutarakan rasa terimakasih dengan lemah lembut atau lebih baik jika sedikit membumbuinya dengan nada menggoda, alih-alih wanita itu melontarkan kata-katas sindiran yang menyebalkan.

Kemudian lihat itu! Dia menatap sinis kearah Kala. Tatapan sinis yang merendahkan. Kemudian wanita itu mengumpulkan harga diri nya yang sangat tinggi sambil mengulurkan tangan kearah Kala.

"perkenalkan, saya Alaska Dahayu. Saya polisi wanita Direktorat Kepolisian Perairan. Saya datang kemari terkait kasus pencurian tali diatas kapal ini. Saya bertugas sebagai penerjemah, tapi seharusnya saya tidak dibutuhkan disini, melihat anda sangat fasih berbahasa Indonesia"

Kala bersumpah wanita ini harus memperbaiki cara bicaranya yang merendahkan, jika ingin menyimpan laki-laki disisinya lebih dari 1 tahun atau wanita ini harus menghadapi kenyataan dia akan selalu dicampakan dan hidup dengan ke sembilan kucingnya di sebuah pondok sederhana di pinggiran kota. Karena wanita arogan bernama Alaska itu tidak menanyakan kembali siapa namanya, Kala memutuskan untuk diam.

Tidak melihat tanda-tanda Kala memulai percakapan atau membuat sebuah topik Alaska mengutarakan pernyataan nya yang menambah penilaian buruk di mata Kala. Wanita itu tidak hanya arogan, wanita itu-si Alaska ini merasa dirinya mengetahui segalanya. Dia tidak menggunakan kepintarannya dengan bijak, dan kebanyakan laki-laki tidak menyukai itu. Laki-laki lebih menyukai wanita manis, setengah tidak berotak dengan paras cantik yang sedap dipandang.

"untuk ukuaran orang yang bukan orang Indonesia, anda sangat fasih berbahasa indonesia"

Kala mengernyit, alis tebalnya seakan-akan saling bertautan membuat kesan Alis itu sebuah rangkaian tali yang tidak putus dan diletakan dengan indah di tempatnya.

"saya tidak mengatakan bahwa saya bukan orang indonesia"

Pria itu masih tidak beranjak dari tempatnya, matanya masih memaku Alaska dan seakan-akan sedang menelanjangi jiwa nya. Alaska mundur satu langkah dan mengalihkan pandangan. Dia tahu, dia tidak bisa menang dengan mudah dari pria itu, tapi bukan berarti Alaska membiarkannya menang dengan mudah. Alaska kembali mengendalikan diri.

"saya pikir anda adalah orang latin, sepanyol atau italia" Alaska berusaha menyelipkan senyum setelah mengucapkan pernyataan tersebut.

Alih-alih terbawa dengan senyuman Alaska dan menjawab dengan nada yang lebih manis atau lembut. Kala malah memutar tubuh dan perlahan berjalan menjauh dari Alaska sambil berkata

"saya melihat anda sebagai orang yang gemar berspekulasi, sepertinya"

Alaska berusaha menahan emosinya menunjukan senyum yang sama sekali terlihat tidak tulus dan mengatakan ucapan perpisahan "Anda cukup tidak ramah untuk ukuran orang Indonesia. Permisi kalau begitu. Sungguh menyenangkan bertemu dengan anda. Permisi" Alaska menggerutu dalam hati. Dia tidak seharusnaya bersikap arogan. Sebagai seorang pelindung , pengayom dan pelayan masyarakat, Alaska seharusnya dapat mempertahankan sikap ramahnya, tapi pria itu sangat menjengkelkan. Alaska merasa beruntung karena tidak akan pernah bertemu dengan pria itu lagi.

Beberapa hari kemudian, akhirnya Ms. Marelyn kembali berlayar. Setelah menarik jangkarnya, menyalakan mesin dan mengarahkan haluan pada derajat tujuan sesuai dengan baringan peta, Ms. Marelyn berlayar menuju Filiphina untuk membongkar muatan, mengisi bahan bakar, memuat barang dan berlayar menuju pelabuhan selanjutnya di Busan, Korea Selatan. Sore itu langit begitu indah . Warna oranye menyemburat dari garis horizon dan menjadi bercak-bercak pudar , menyatu dengan langit biru yang mulai berubah menjadi gelap diatas kota Balikpapan. Keindahan itu seakan mengantar kepergian Ms. Marelyn dengan suka cita.

Suka cita itu bukan hanya kiasan, suka cita itu memang terasa diatas kapal Ms. Marelyn sore itu dan yang paling bersuka cita diantaranya adalah Kala. Kala begitu bersemangat. Berlayar selalu memberi dorongan adrenalin dan gairah tersendiri terhadap dirinya, darah pelaut memang mengalir dalam dirinya. Ibunya adalah wanita suku Bugis yang terkenal psebagai pelaut handal, sedangkan ayah nya adalah pria asing berkebangsaan portugal yang juga terkenal dengan sejarah pelautnya. Kala memang terlahir sebagai anak percampuran darah- darah pelaut handal, dia terlahir untuk hidup dan mati di lautan.

Ms. Marelyn baru berlayar sekitar 2 mil ketika malam mulai merayap dan merubah warna biru dengan semburat oranye menjadi gelap. Bintang mulai bermunculan, titik-titik putih bercahaya yang menghiasi langit gelap terlihat begitu indah seperti hamparan berlian yang tak terhingga. Mereka menggoda, menggiurkan, namun tak dapat dimiliki. Gemerlapnya seakan menari dengan iringan suara gelombang yang terpecah ketika Ms, Marelyn bergerak. Kala menatap langit dengan perasaan takjub. Hanya langit malam yang terbentang diatas lautan lah yang mampu membuatnya terpesona, kehilangan kata-kata bahkan pikiran. Kala tidak pernah dapat menggambarkan ke takjuban nya dengan keindahan itu, dia selalu kehilangan kata-kata bahkan pikiran nya tidak pernah bekerja jika itu mengenai indahnya langit malam yang tenang dan di penuhi bintang-bintang. Jika ini yang di namakan cinta, maka Kala Carvalho hanya jatuh cinta kepada langit malam.

Terdengar suara kaleng dibuka. Kala menoleh kearah sumber suara, disana berdiri Ameer dengan senyum di wajahnya. Ameer – si koki kapal- masih mengenakan seragam kokinya lengkap dengan celemek, dan topi yang menutupi sebagian rambut kritingnya melempar sebuah kaleng minuman kearah Kala dan dengan sigap Kala berhasil menangkap kaleng itu. Kemudian, Ameer berdiri di samping kala menghadap ke sisi lain dan memunggungi lautan sambil bersandar di pinggrian kapal. Ameer menatap kala, dengan tinggi badan yang hampir sama mata mereka saling bertemu.

Ameer adalah satu-satunya teman yang Kala biarkan melewati batas-batas tertentu. Pria india berbadan langsing itu, awalnya merupakan orang asing yang tidak jauh berbeda dari kebanyakan orang asing di dalam hidup Kala. Kemudian, entah bagaimana Ameer menjadi salah satu diantara mereka yang terasa seperti "rumah" bagi Kala. Persahabatan mereka tulus dan sederhana.

"what was that look? longing or regret?" Ameer memecah keheningan diantara mereka.

"it's just nothing" Kala menegak beer nya.

"man, you are still young. How old are you by the way?" Ameer memutar tubuhnya dan kini menatap kearah yang sama-lautan tiada bertepi.

" 25" Kala menatap isi kalengnya, seakan itu hal paling menyenangkan saat ini.

" you are young, but your soul seemed older, much older"

"shut up man" Kala melayangkan kepalan tinju dengan pelan kearah bahu Ameer.

Ameer terkekeh. Kala dan Ameer terpaut 3 tahun dan Ameer lebih tua. Ameer tersenyum simpul. Kemudian menengadah menatap langit yang di penuhi bintang.

"Any way, who was that lady in uniform from few days ago? Ameer mebuka percakapan, dan Kala tahu kemana arah tujuan pembicaraan ini.

"Ayolah, Ameer! Jangan lagi! Kau tau kan, aku dan " serius" adalah 2 kata yang terlalu kontras jika di letakkan dalam satu kalimat yang sama"

Ini bukan pertama kalinya Ameer mencoba untuk membuat Kala berkencan secara serius dengan wanita-wanita yang menurutnya pantas. Di tahun pertama mereka berteman, Ameer mencoba menjodohkannya dengan seorang dokter hewan berkebangsaan jepang yang mereka temui di Tokyo. Di tahun- tahun selanjutnya ada seorang guru, pegawai Bank, selebritis, perawat, dokter spesialis, dan seorang pemandu pariwisata. Ameer tidak pernah menyerah untuk membuat seorang Kala Carvalho menambatkan hatinya pada seorang wanita secara permanen.

"sebagai teman, aku hanya ingin kau bahagia. Kau masih muda, tidak perlu tergesa-gesa untuk menikah. Hanya saja akan lebih baik jika kau menatap langit malam dengan kerinduan yang bertuan daripada kehampaan yang di bungkus dalam kerinduan akan sesuatu yag tidak nyata. Aku hanya ingin embuat mu merasakan cinta. Love man, love!

Kala terkekeh melihat tingkah Sahabatnya yang cenderung menyukai hal-hal romantis. Ameer adalah seorang pria yang percaya bahwa manusia di ciptakan hanya karena satu alasan yaitu cinta. Maka manusia hidup untuk menemukan cinta, membagi cinta, menerima cinta, menyebarkan cinta, dan menjaga cinta untuk tetap hidup. Karena prinsipnya itulah, Ameer saat ini sudah bertunangan dengan seorang wanita india bernama Aashna sejak 3 tahun yang lalu. Mereka bertemu di Inggris dan saling jatuh cinta kemudian memutuskan untuk bertunangan. Jarak dan waktu seakan tak dapat mencegah mereka. Mereka akan bertemu setiap 6 bulan sekali.

Terkadang Ameer yang akan terbang ke London jika dia mendapatkan jatah cuti , atau Aashna yang akan datang jauh-jauh dari Inggris hanya untuk mengunjungi Ameer. Ameer menyebut hubungan mereka romantis, Kala menyebutnya membosankan dan merepotkan.

"aku sudah cukup senang melihat mu jatuh cinta, sampai – sampai aku tidak sanggup lagi untuk merasaknnya sendiri"

Ameer menatapnya dengan tatapan yang sama dengan tatapan nya selama bertahun-tahun mereka berteman, tatapan simpati, kasih, sedih, sesal yang bercampur menjadi satu. Kemudian, Ameer hanya menghela napas karena dia mengetahui bahwa tidak ada gunanya mendorongnya lebih jauh.

"Ok, kembali ke pertanyaan sebelumnya, siapa wanita itu?"

"Polisi setempat" jawab kala acuh tak acuh.

"aku tahu Kala, kalau dia polisi setempat! Maksudku adalah siang itu aku melihat kalian bercakap-cakap. Setidaknya kau pasti tau siapa namanya, kan?" Ameer mencondongkan kepala kearah Kala.

"emmmm... entahlah tidak terlalu ingat" Kala berbohong

Ameer tahu Kala berbohong karena dia tahu bahwa Kala adalah orang jenius. Dengan IQ 153, di usianya yang ke 16 tahun, dia sudah lulus sekolah menengah atas (2 kali ekselerasi) langsung di terima di STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) hanya dengan sekali tes. Setelah lulus dari akademi dia menjadi semacam "primadona" perekrutan. Banyak perusahaan yang ingin merekrutnya. Intinya dengan kecerdasan seperti itu, Kala bukan lah seseorang yang mudah melupakan sesuatu.

"ayolah, kita sudah berteman cukup lama, aku tahu kamu berbohong. Siapa nama wanita itu?"

Kala menyerah. "pertama dia terlalu muda untuk dipanggil wanita. Dia masih berusia sekitar 20 tahun-an. Kedua, namanya lucu dan unik Alaska Dahayu. Ketiga, dia bukan tipe wanita yang seandainya aku memutuskan untuk em... ya semacam menjalin ikatan serius akan aku pilih. Dia sangat bukan tipe ku. Lebih buruk di bandingkan wanita penyiar radio yang kita temui di Busan tahun lalu.

Ameer memutar bola matanya dengan gerakan yang sengaja membuat Kala mengerti bahwa dia bosan mendengan pernyataan seperti itu. "kau selalu begitu dengan semua wanita yang aku kenalkan. Dengan si dokter hewan, siguru, pemandu pariwisata, dan yang lainnya"

Kala terkekeh " tidak! Tidak! Sungguh, aku bukan bermaksud bertingkah pemilih, hanya saja si nona Alaska ini adalah yang terburuk dari yang buruk. Dia tidak terlalu cantik, tidak terlalu em.. indah?" itu lebih terdengar seperti pertanyaan bukan pernyataan.

"dan yang lebih parahnya lagi dia sedikit merepotkan dengan mulutnya yang kritis itu" tambahnya

Ameer mengangguk-angguk seakan pernyataan-yang mana terdengar seperti pertanyaan untuk meminta di yakinkan-penting di pikirkan dan di proses dengan benar sebelum ditanggapi.

"laki-laki pasti lebih suuka menyimpan barang-barang yang indah, aku setuju untuk yang itu"

Mereka tenggelam dalam keheningan sesaat. Kemudian Kala mengeluarkan suara dalam dan rendah.

"aku akan menikah suatu hari nanti, Ameer. Aku akan menikah dengan wanita yang bisa membuatku merindukannya di tengah lautan. Wanita yang bisa membuatku ingin lekas mencapai daratan.kau tau kan sobat betapa aku mencintai berlayar dan berada di tengah lautan?"

Ameer menatap kala dan melihat bahwa kesedihan itu ada disana, didalam relung hati nya yang terdalam. Kesedihan yang diakibatkan oleh luka dan trauma masalalunya yang tidak pernah bisa sembuh. Luka yang membuatnya lari dari hidupnya dan semua yang dia cintai. Luka yang membuatnya terus melukai hati-hati yang lain. Luka yang menyebabkan luka.

"aku akan menikahi seorang wanita yang dapat membuat cintaku oadanya mengalahkan cintaku pada lautan, kapal dan berlayar" Kala meneguk tetes terakhir dari kaleng beer nya.

"then, all you need is a women that feels like home, don't you?"

Sekali lagi Ameer dapat melihat langsung kedalam jiwanya. Persahabatan bertahun-tahun mereka membuat Ameer mengenal Kala bahkan lebih dari yang Kala sendiri kenali. Ameer dapat melihat bahwa di balik topeng pria brengsek itu terdapat seorang pria rapuh dan terluka yang sedang melarikan diri dari dirinya sendiri. Pria yang merasa dirinya tidak pantas untuk dicintai dan mencintai.

" dan, wanita itu pastinya bukan nona Alaska Dahayu"

Satu detik setelah kalimat itu di ucapkan, langit menjadi gelap dan kilat terlihat memecah cakrawala dan meninggalkan suara menggelegar setelahnya. Angin mulai bertiup kencang dan insting Ameer membuatnya berharap bahwa hal besar akan segera terjadi dalam hidup Kala yang akan membawanya pada sebuah titik balik.

"Mr.Carvalho, ada pepatah yang mengatakan bahwa berhati-hatilah dengan apa yang kau ucapkan di lautan"

Kala tertegun. Ameer tertawa. Kilat sekali lagi menyambar.

avataravatar
Next chapter