webnovel

Eps.63

**** Shea POV

Ku ukir lagi kisah baruku di mana akulah yang menjadi pemeran utamanya, dan sang pencipta yang menjadi sutradara nya.

Ku pandangi langit yang sudah gelap dari balik jendela kamarku, dan ku lihat ribuan bintang berhamburan di sana seakan mereka sedang menari-nari di hadapan ku.

Jika dulu aku memenjarakan cintaku dengan begitu dalam untuk mempertahankan sebuah hubungan, maka sekarang ku biarkan cinta itu pergi, karena sesungguhnya cinta sejati tau kapan dan kemana ia harus pulang.

Aku beralih menatap bunga mawar putih yang tergeletak di atas nakas, aku masih penasaran siapa yang sudah mengirimkan bunga ini setiap pagi kerumah.

( kesetiaan, harapan, dan cinta yang tulus )

Hanya itu tulisan yang tertulis dari kertas putih yang aku pegang saat ini, lalu ku pandangi lagi bunga matahari yang terletak di dekat lampu tidurku. Mungkin memang sudah seharusnya aku menghapus semua tentang Yesaya dan membiarkannya menjadi sebuah kenangan, karena walau bagaimanapun Yesaya juga pernah memiliki tempat di hatiku.

Hari demi hari telah aku lewati, dan sedikit demi sedikit lukaku kering seiring dengan berjalannya waktu. Karena seseorang sudah mengajarkan aku bagaimana melepaskan dia yang memang tidak di takdir untuk aku miliki namun tidak untuk membenci.

Laki-laki yang selalu bersikap dingin itu ternyata juga memiliki kehangatan di dalam jiwanya, walau terkadang dia juga membuat ku kesal dengan sikap yang sering berubah-ubah itu

Pagi ini aku sudah tiba dikampus lebih awal dari biasanya, aku mengedarkan pandanganku mencari seseorang yang selalu bersamaku setiap harinya, aku berjalan menyusuri setiap sudut kampus.

" kemana sih tu orang, biasanya dia udah bertengger di kantin " gumam ku

Sambil menunggu Janet, aku sudah memesan makanan dan minuman terlebih dahulu lalu aku duduk di salah satu kursi kantin paling sudut yang biasa menjadi tempat favorit ku bersama Janet, sudah hampir lima belas menit aku menunggu tapi Janet tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Aku mengambil ponsel yang berada di dalam tasku untuk menghubungi nya, baru akan menekan tombol panggilan, tiba-tiba seseorang duduk tepat di sebelah ku dan tanpa wajah berdosa dia langsung menyeruput sampai habis jus jeruk ku

" nanti Lo pesen lagi aja ya... soalnya gue haus banget " ucapnya dengan santai tanpa melihat ke arah ku yang sudah menatapnya dengan tajam

" Lo apa-apaan sih!!!! ngapain Lo kesini??? " tanya ku dengan kesal

" tadinya mau pesen jus jeruk, tapi kelamaan kalo harus ngantri karena tenggorokan gue udah bener-bener kering meronta... lagian belom Lo minum juga kan, jadi aman " ujar nya, dan itu semakin membuat ku kesal

" maksud Lo??? "

" kali aja Lo ada kuman "

" dasar cowok muka tembok!!!!!!!!!! nggak tau malu banget sih Lo!!!!! " pekik ku dengan kencang, aku tidak memperdulikan banyak pasang mata yang menatap ke arah ku.

Alvarez hanya menutup telinga nya, dan wajah nya sama sekali tidak memberikan ekspresi dan itu lah yang membuat ku selalu menyebut nya cowok bermuka tembok.

" nggak usah teriak gue nggak budek " ucapannya dengan santai,

" Lo yang bayar ya!! "

Ingin sekali rasanya aku mencakar-cakar wajah nya yang selalu di puja dan di puji oleh setiap mahasiswa di kampus ku, setelah menghabiskan jus jeruk ku ia berlenggak pergi meninggalkan aku tanpa memperdulikan aku yang masih kesal karena ulah nya.

Aku dan Alvarez sekarang memang jauh lebih dekat dari sebelumnya, Dia adalah orang yang tepat sebagai tempat curhat dan penasihat baik setelah Papi dan Mommy, walaupun ia terkadang masih bersikap dingin dan sangat menyebalkan

" dasar cowok muka tembok " pekik ku, namun tetap dia tidak menghiraukan

" She... Lo kenapa? kok muka Lo merah banget gitu kayak udang rebus " tiba-tiba Janet sudah berdiri di belakang ku dengan tampang cengkok nya.

" tuh sih muka tembok nggak tau malu banget dateng-dateng langsung ngabisin minuman gue " jawabku kesal

" ya ampun serius.... jadi pipet ini bekas bibir merah nya si most wanted kampus ya " Janet langsung duduk di hadapan ku sambil menatapi cangkir dan pipet dengan begitu lebay nya dan justru itu terlihat menjijikkan di mataku

" terus orang nya kemana? "

" kabur lah..... "

" jangan marah-marah Mulu nanti cepet keriput Lo.... " ucap Janet dengan menunjuk wajah ku, sedangkan aku hanya berdecak kesal.

" awas Lo.... ntar jodoh sama most wanted kampus "

" ngomong apaan sih Lo..... " entah kenapa aku bergedik merinding mendengar kalimat terakhir Janet

" tumben Lo dateng awal? " tanya Janet lagi, saat emosi ku sudah kembali meredam

" gue mau nunjukin ini sama Lo " Aku mengeluarkan undangan dari tas yang baru aku dapat tadi pagi dari mommy

Janet tak menyentuh undangan yang aku sodorkan padanya, ia hanya sedikit melirik undangan itu lalu beralih menatap ku dengan tatapan yang sudah dapat aku artikan

" gue nggak apa-apa, Lo nggak usah khawatir.... lagian gue juga udah ikhlas kok " ucapku dengan tersenyum

" iya... mulut Lo bilang ikhlas, tapi hati Lo belom tentu " balas Janet, dan aku hanya membalas nya dengan senyuman

" ada yang pernah bilang sama gue ( Lo pasti dapetin orang yang bener-bener di ciptakan untuk Lo miliki meskipun bukan sekarang, tapi percayalah di masa depan kalian pasti bertemu ) dan itu yang buat gue sadar " ucapku dengan santai, aku kembali tenggelam dalam ingatan ku saat aku bersama Alvarez pada malam itu, samar-samar aku mendengar Alvarez mengucapkan itu.

Tapi jika boleh jujur, aku memang masih sangat mencintai Yesaya dan tak semudah itu menghapus nya, mataku mulai berkaca-kaca saat membayangkan wajah laki-laki itu tapi sekali lagi aku juga harus ingat bahwa semua yang aku inginkan jika bukan diciptakan untuk ku maka tak kan pernah menjadi milikku.

Langkah kakiku terhenti saat aku melihat Alvarez yang masih berada di dalam kelasnya dari balik pintu. Ia masih fokus pada layar laptop di hadapannya.

" perasaan tuh orang nggak ada capek-capek nya... ngabisin waktu hanya di kantor dan di kampus, bahkan di kampus aja masih sempat-sempatnya ngurusin kerjaan fix tu orang bener-bener kurang hiburan " batinku

" eh kenapa gue jadi ngurusin dia, bodo' amat dia mau ngapain toh itu juga bukan urusan gue!!! hujannya deras banget lagi gimana gue mau kedepan gerbang cari taxi kalo kayak gini ceritanya " ucapku dengan memandang langit yang sudah gelap bahkan hujan sudah turun dengan sangat deras.

" Lo nggak bawa mobil? " aku sedikit melirik laki-laki yang sudah berada di sampingku

" nggak!! "

" mau pulang bareng gue? "

" nggak, makasih "

" yakin...? "

" huh... iya!! "

" tapi kayaknya gue nggak yakin, Lo nggak liat kampus udah sepi? "

Aku mengedarkan pandangan ku, dan benar saja kampus sudah sangat sepi bahkan mungkin tinggal aku dan laki-laki menyebalkan ini saja yang masih berada disini, dan entah kenapa berdua saja dengan nya di kampus lebih menyeramkan dibandingkan jika aku bertemu dengan setan dan disini juga aku menyesal karena menolak tawaran Janet untuk pulang bersama.

DUUAAAARRRRR!!!!!

Aku terperanjat saat mendengar suara petir, bahkan detak jantung ku sudah berdetak tak berima lagi.

" masih yakin mau disini sendirian? "

" gue ikut Lo aja " jawabku dengan samar-samar tapi aku yakin laki-laki menyebalkan ini pasti mendengarnya.

" Lo mau ngapain? " tanyaku dengan gugup saat Alvarez melepaskan jaket nya

Alvarez tak menjawab pertanyaan ku, dia hanya menatapku yang aku sendiri tak dapat mengartikan tatapan mata nya

Hatiku tersentak kala Alvarez menutupi kepala ku dengan jaketnya, tubuh ku terasa hangat saat menerima perlakuan baik Alvarez, dan kami berlari bersama menuju mobilnya yang masih terparkir di depan gerbang kampus.

" Lo laper nggak? " pertanyaan Alvarez menghapus semua lamunan ku

" hmmmmmm " aku sedikit tertunduk

" kalo gitu kita makan dulu "

Sekarang kami sudah berada di salah satu caffe ternama di ibukota, suasana caffe ini sangat terlihat mewah bahkan terdiri dari tiga lantai dengan desain interior nya yang bergaya klasik, ditambah dengan alunan musik homeband membuat caffe ini terkesan sangat romantis bagi sepasang muda-mudi.

Kami sudah duduk di salah satu meja yang berada di lantai dua, sedang kan di lantai tiga adalah rooftop disana ada homeband yang selalu menghibur para pengunjung.

I can see the pain living in your eyes

( aku bisa melihat penderitaan di matamu )

And I know how haid you try

( dan aku tahu betapa keras kau mencoba )

You deserve to have so much more

( kau layak mendapat yang jauh lebih baik )

I can feel you heart and I sympathize

( bisa kurasakan isi hatimu dan aku simpati )

And I'll never crizicize

( dan aku takkan pernah mengecam )

All you've ever meant to my love

( semua takdirmu bagi hidupku )

I don't want to let you down

( aku tak ingin membuatmu sedih )

I don't want to lead you on

( aku tak ingin mendustaimu )

I don't want to hold you back

( ku tak ingin mencegah mu )

From where you might belong

( ke tempatmu yang seharusnya ).

You would never ask me why

( kau tak pernah bertanya kenapa )

My heart is so disguised

( hatiku begitu tersamar )

I just can't live a lie anymore

( aku tak bisa hidup dalam kebohongan lagi )

I would rather hurt myself

( lebih baik ku lukai diriku sendiri )

Than to ever make you cry

( dari pada harus membuatmu menangis )

There's nothing left to say

( tak ada lagi yang perlu dikatakan )

But Good Bye

( selain selamat tinggal )

You deserve the chance

( kau layak mendapat kesempatan)

At the kind of love

( merasakan baiknya cinta )

I'm not sure I'm worthy of

( aku tak yakin aku tak pantas )

Losing you is painful to me

( kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku )

There's nothing left to try

( tak ada lagi yang bisa di lakukan )

Thought it's gonna hurt us both

( meskipun itu akan menyakiti kita berdua )

There's no other way

( tak ada lagi jalan lain selain )

Than to say good-bye

( ucapkan selamat tinggal )

Entah siapa yang sedang menyanyikan lagu ini, tapi lirik lagu ini sangat menyentuh tepat mengenai hatiku, bahkan aku tak dapat membendung air mata ku lagi seakan bahwa lagu itu di nyanyikan untuk ku.

" She... are you okay? " sentuhan lembut dari jemari Alvarez menyadarkan aku dari lamunan ku, Alvarez mengusap air mata yang sudah membasahi pipiku dengan ibu jarinya nya, sedangkan aku hanya tersenyum lalu kami melanjutkan makan kami dalam hening.

Next chapter