webnovel

Di Manakah Suamimu Berada? (4)

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Tong Lu dengan cepat menyeka ujung bibirnya dan menyingkirkan butir nasi itu dari wajahnya. Pipinya memerah karena benar-benar malu bukan main dan tidak tahan untuk segera angkat kaki dari tempat itu saat ini juga. Namun ketika dia hendak pergi, Leng Yejin tampak menyodorkan cangkir kopi kosong kepadanya. Artinya sangat jelas, tentu saja pria itu menginginkan agar dia segera membuatkan secangkir kopi untuknya.

Di saat seperti ini mengapa tidak membiarkannya menghilang saja selamanya. Apa jangan-jangan pria ini memang sengaja ingin menyusahkan aku? Dia pasti sengaja ingin mengerjaiku, batin Tong Lu kesal. Dengan wajah yang terlihat cemberut, dia pun segera pergi untuk menyeduh kopi. Dia dengan sengaja memutuskan untuk tidak menambahkan gula pada kopi tersebut.

Baru menyesap satu teguk, Leng Yejin tampak kembali menyodorkan secangkir kopi itu pada Tong Lu sambil melambaikan tangannya, memberi tanda agar gadis itu kembali menyeduh secangkir kopi yang baru. Tatapan matanya tampak meredup tanpa mengatakan sepatah kata apa pun.

Tong Lu tertegun sejenak. Apakah ini yang dimaksud menuai apa yang ditabur? Pikirnya. Dengan kesal dia kembali menyeduh secangkir kopi, namun kali ini tentu saja dengan menambahkan gula secukupnya. Akan tetapi begitu Leng Yejin meneguk kopi itu, pria itu kembali menatapnya dengan dingin dan menyuruhnya untuk kembali menyeduh kopi yang baru.

Tong Lu merasa dipermainkan saat ini. Hatinya merasa sangat teramat kesal akan apa yang Leng Yejin perbuat padanya saat ini. Sebenarnya dia suka rasa yang seperti apa? Gumamnya dalam hati tidak habis pikir.

Setelah bolak-balik lima kali membuatkan lima cangkir kopi. Dia mengantar secangkir kopi yang baru saja dia seduh lagi dengan penuh hormat. Wajahnya mungilnya terlihat sedikit cemberut dan terlihat tegang, sementara bibirnya mengatup rapat tanpa suara sedikit pun. Aku yang salah. Sungguh aku tidak akan pernah berani lagi. Adik ipar, tolong lepaskan aku, ucapnya tanpa suara di dalam hatinya. Namun tentu saja Leng Yejin masih terlihat berwajah tidak peduli dan mengabaikannya begitu saja.

Tong Lu mati-matian mengedipkan mata memberikan tanda padanya. Dia sudah tidak tahan ingin berlutut dan memohon belas kasihan, ekspresinya benar-benar terlihat menyedihkan.

Leng Yejin meliriknya sekilas. Dilihatnya ekspresi Tong Lu terlihat sama menyedihkannya dengan ekspresi memohon gadis itu ketika berada di atas ranjang. Waktu itu gadis tersebut tampak tidak dapat menahan diri akan kekuatan tubuhnya yang menungganginya dengan liar. Pada waktu itu, gadis satu ini tampak lebih pemalu daripada sekarang. Segala suara hembusan napas gadis itu dan mencium aroma samar di tubuhnya, terasa begitu harum dan menghanyutkan.

Sudahlah, akan aku lepaskan dia kali ini, gumam Leng Yejin salam hati sambil melambaikan tangan pada Tong Lu dan mengampuninya.

Tong Lu menghela napas lega dan hendak bergegas pergi dari situ ketika para peserta rapat yang lainnya ikut-ikut menganggapnya sebagai 'Nona Kopi' dan memintanya untuk menyeduhkan kopi untuk mereka juga. Melihat hal itu, ekspresi wajah Leng Yejin tampak tidak berubah sama sekali, namun tatapan matanya terlihat berbeda. Terdapat suatu perasaan yang tidak dapat dijelaskan oleh kata-kata, terpancar pada sorotan matanya.

Tanpa menoleh sekalipun, Tong Lu dapat merasakan adanya tatapan mata yang menusuk itu dari belakang tubuhnya. Dengan gusar, dia tampak bergegas hendak menyeduh secangkir kopi, lalu tiba-tiba perutnya tiba-tiba berbunyi dengan cukup keras. Ya Tuhan! Cobaan macam apa lagi ini! Jeritnya dalam hati.

Tong Lu tampak menundukkan kepalanya serendah mungkin tanpa berani menatap orang-orang yang berada di sekitarnya. Sedangkan para peserta rapat yang lain tampak mengatupkan bibir mereka rapat-rapat dan tidak berani mengucapkan suara apa pun.

"Sudah hampir tiba waktunya untuk menyambut tamu di perjamuan makan malam. Rapat kali ini sampai di sini saja. 'Nona Kopi' juga butuh beristirahat dan mengisi perutnya," ujar sang Presiden sambil tersenyum ramah.

Mendengar hal itu, Tong Lu segera menutupi wajahnya. Tubuhnya terasa dingin dan tidak dapat digerakkan rasanya. Apa presiden juga suka memberi orang nama panggilan? Batinnya cemas.

"Ma… Maafkan saya, Pak," ucap Tong Lu cepat-cepat sambil membungkukkan badannya.

"Tidak apa-apa, panggil saja aku Paman Kedua," kata Presiden dengan ramah pada Tong Lu.

Bersamaan dengan kata-kata itu, para peserta rapat bergantian memandangi Tong Lu satu per satu. Mereka seolah baru saja tersadar. Pantas saja seorang gadis sukarelawan dapat masuk ke dalam ruangan rapat ini untuk menyajikan minuman, ternyata memiliki latar belakang yang tidak biasa. 

Tong Lu merasa sangat tersanjung menyadari presiden tersebut ternyata mengenali dirinya. Secara tidak sadar, sebuah perasaan bangga menyelimuti hatinya dapat diakui oleh presiden di depan orang-orang penting di rapat internal ini.

Begitu para peserta rapat telah keluar dari ruangan tersebut, Tong Lu dengan sangat gugup mendatangi presiden dan berkata, "Paman Kedua, perkenalkan nama saya Tong Lu."

"Iya, aku tahu. Jin pernah menceritakan tentangmu padaku. Jangan lupa untuk menghadiri perjamuan makan bersama Jin sebentar lagi," ucap presiden ramah pada Tong Lu. Kemudian pria paruh baya itu kembali menatapnya dan tampak seperti sedang mengamatinya lekat-lekat. Entah mengapa, sebuah perasaan familiar muncul ketika dirinya memandang gadis muda di hadapannya itu. Secara tidak sadar, wajahnya pun memancarkan kehangatan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

"A… Apa tidak apa-apa? Saya hanya seorang sukarelawan di sini," tanya Tong Lu terlihat gugup mendengar ajakan orang nomor satu di negaranya itu.

"Memangnya kenapa? Sukarelawan juga memiliki perut dan dapat merasa lapar. Makanan yang diberikan untuk kalian pasti tidaklah cukup. Lagi pula, apakah aku sebagai presiden sepelit itu?" sahutnya sambil sedikit bergurau melihat kegelisahan di wajah Tong Lu.

Tong Lu membalas gurauan pemimpin negara itu dengan tersenyum tipis sambil mengangguk sopan, diikuti dengan tatapannya yang melirik Leng Yejin, yang berdiri di sebelahnya. Didapatinya pria itu tampak tersenyum tipis pada sudut mulutnya.

Ketika menyadari Tong Lu sedang menatap ke arahnya, Leng Yejin dengan cepat kembali terlihat dengan wajah datarnya dan berkata, "Ikut aku. Aku akan membawamu untuk berganti pakaian dengan pakaian formal. Jika kamu mengenakan pakaian seperti ini dan berjalan bersamaku, kamu akan mencoreng mukaku, tahu tidak."

Next chapter