1 BAB 1 Wanita itu bernama Davienda

Hidup di zaman globalisasi membuat semua orang harus pandai dalam mengendalikan diri. Terutama kaum hawa. Tidak sedikit kasus yang menyiarkan, bahwasanya terjadi tindak kekerasan pada kekasih dan istri. Pemicunya pun beragam. Ada yang berlasan ekonomi atau yang sering terjadi sekarang, yaitu karena adanya orang ketiga. Hal seperti itu membuat banyak orang takut untuk berkomitmen.

Udara sejuk musim di bulan April membuat suasana begitu sendu. Matahari bersinar dengan terangnya hingga menembus gorden kamar seorang wanita cantik yang saat ini masih bergelung nyaman di kasur empuknya. Jam sudah menunjukan pukul setengah enam, namun wanita ini tidak ada tanda-tanda untuk membuka mata.

KRING !

KRING !

KRING !

Suara jam weker terdengar nyaring memekakan telinga. Sontak saja wanita itu langsung terbangun dan terjatuh berguling ke bawah menghantam kerasnya marmer.

BRUK !

"Aduh ..." ringis wanita itu kesakitan. Tangan lentiknya mengelus pantatnya yang hanya terbalut celana pendek tidur. Lalu matanya terbelalak lebar melihat jam. Lima belas menit lagi jam tujuh. Dia teringat harus cepat-cepat berangkat ke kantor.

"Aish ... Davienda bodoh. Lagi-lagi telat bangun. Ini semua salah Tiara, yang sedari malam minta temani ngobrol. Awas nanti, jika aku kena marah pak Han. Akan aku piting lehernya," geram Davienda.

Setelah itu kamar kembali sunyi. Hanya terdengar suara gemercik air. Tak lama keluarlah Davienda dengan hanya memakai handuk kecil motif kartun frozen. Setelah itu, tangannya dengan cekatan mengambil baju kantor dan memakainya cepat. Tak lupa dia merias wajahnya dengan makeup natural.

"Selesai," ujar Davienda bangga di depan kaca rias seukuran tubuhnya.

Pagi ini Davienda memakai setelah blous cream dengan aksen pita di lehernya. Rok pendek yang senada dengan baju atasan. Dia juga memakai aksesoris berupa gelang berlian, cincin di jari manis, dan anting bentuk bunga tersemat di telinganya. Rambut coklatnya di kuncir kuda dengan tali sederhana. Kaki jenjangnya dibalut flat shoes putih gading dan tak lupa tas selempang dari brand lokal tersemat apik di bahu mungilnya.

"Yuhu .... saatnya berangkat kerja. Cari uang yang banyak dan liburan," Davienda berucap santai. Kaki jenjangnya melangkah ke arah basemant apartemen, tempat mobilnya terparkir. Tiba-tiba dia dikagetkan oleh sosok pria tampan yang sedang berdiri menjulang di depan mobilnya.

"Ada apa lagi, Rega?" tanya Davinda.

"Bisa kita bicara sebentar," pinta Rega.

"Ya, cepatlah. Waktuku tak banyak lagi," jawab Davienda.

"Ini tentang pernyataan cintaku kemarin padamu. Kamu yakin menolak diriku? Aku sangat mencintaimu. Tolong beri aku kesempatan membahagiakan kamu, Davienda," mohon Rega dengan tatapan lurus ke arah Davienda.

"Rega, Maaf. Aku sudah bilang tidak ingin menjalin suatu hubungan karena ..."

"Tidak semua pria itu bajingan, Davinda!" potong Rega geram. "Jangan memukul rata semua pria berkelakuan seperti di berita-berita yang sering kamu tonton."

"Tapi, semua yang aku temui kebanyakan seperti itu. Mereka tertarik padaku tidak apa adanya, tetapi karena sesuatu yang ada dalam diriku. Sudahlah, aku tahu pria hanya tertarik pada wajah dan badanku!" sentak Davienda.

Davienda adalah sosok yang memesona, dengan tinggi 168cm. Tubuhnya molek dengan kulit putih bersih. Wajahnya oval, mata bulat dengan iris coklat menawan, bulu mata lentik dengan bentuk alis alami. Hidungnya mancung tidak berlebihan dan bibirnya mungil semerah darah.

Selain fisiknya yang sempurna, dia juga seorang pribadi yang hangat, lucu, dan pintar. Dia merupakan lulusan manajemen di kampus bergengsi di Singapura. Semua orang yang mengenalnya akan langsung nyaman dan menyukainya karena kepribadian Davienda dan fisiknya yang memanjakan mata.

"Baiklah jika kamu menolak cintaku, Davienda. Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku padamu yang semakin hari kian membesar," ujar Rega dengan masih menatap Davienda sayang.

Davienda menghembuskan nafas berat. "Maafkan aku, Rega. Aku belum siap untuk menjalin suatu hubungan. Aku nyaman denganmu sebagai teman." Davienda berucap tak enak hati karena lagi-lagi menolak perasaan pria. "Aku harap setelah ini kita tetap menjadi teman"

"Tentu saja kita teman baik. Aku tidak ingin hubungan pertemanan kita rusak, hanya karena penolakan cintamu," ucap Rega sambil tersenyum.

Mereka berdua saling tertawa gembira. Hingga Davienda melotot kaget karena dia lagi-lagi telat masuk kerja.

"Aku telat lagi!" teriak Davienda sambil berlari ke arah mobilnya tanpa berpamitan pada Rega.

"Hati-hati di jalan!" teriak Rega. Mata tajamnya menatap kepergian mobil Davienda. Dia menghela nafas. Rasanya dadanya sangat sesak akibat penolakan dari wanita yang sangat dia cintai. Jujur saja, Rega jatuh cinta pada Davienda saat pertama kali wanita itu maju memimpin rapat di kantornya. Entahlah pesonanya begitu kuat hingga orang cuek macam dia bisa jatuh terpesona.

"Davienda, tidak semua pria bajingan. Harga diriku terluka sebagai pria sejati. Aku menyumpahi dirimu. Semoga secepatnya, kamu bertemu dengan pria yang masuk kriteria idamanmu. Aku ingin melihat tatapan pongahmu berganti dengan tatapan mengemis cinta. Aku ingin kamu jatuh, hingga tergila-gila karenanya," geram Rega. Tangannya mengepal kuat hingga uratnya menonjol seram. Begitupun wajahnya yang menyeringai jahat. Di kepalanya, Rega membuat sebuah rencana untuk menghancurkan seorang Davienda Vlancius sampai wanita itu malu menampakan wajahnya.

*****

Setibanya di kantor. Davienda cepat-cepat memarkir mobilnya di basemant. Dia langsung berlari menerobos para office boy yang sedang membawa alat kebersihan.

"Ah, kenapa lift mati juga," gerutu Davienda. Dengan berat hati, dia berlari ke arah tangga darurat. Sialnya lagi ruangannya berada di lantai lima, otomatis dia harus mengerahkan seluruh tenaganya.

"Nona Davienda, anda telat lagi!" sentak pak Han selaku kepala devisi human resourcse manajemen. Wajah pria itu begitu mengeluarkan aura gelap dengan kedua tangan berkacak pinggang.

"Maaf, tadi lift sedang rusak. Jadi saya kemari naik tangga darurat. Tolong pak Han, jangan hukum saya," ujar Davienda memohon.

"Baiklah. Kembali ke tempatmu. Awas saja kalau kamu telat lagi. Langsung potong gaji!" Marah Pak Han.

"Terimakasih pak Han. Saya janji akan disiplin waktu," ucap Davienda dengan membungkukan sedikit tubuhnya tanda kesopanan. Pak Han adalah orang Korea yang bekerja di JP Group, jadi dia melakukan hal tersebut seperti yang biasa orang Korea lakukan.

Setelah sampai di mejanya. Davienda langsung menghidupkan monitor dan mengerjakan jobdesk yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Tak lama ramai orang berbondong-bondong masuk. Terlihat ada direktur dan juga pak Han bersama pria asing yang sontak membuat ramai di ruangan devisi produk manajemen.

"Perhatian semuanya!" ucap direktur. "Hari ini perusahaan kita kedatangan manajer yang baru, menggantikan yang lama. Silahkan maju ke depan dan perkenalkan diri anda," ujar direktur dengan tangan kanan mempersilahkan pria asing itu untuk maju ke depan.

"Perkenalkan nama saya, Giorgio Maxence yang akan menjabat sebagai produk manajer di devisi ini. Saya pindahan dari cabang Perancis," ujarnya dengan muka datar. Mata tajam dengan iris hijaunya menatap seluruh karyawan di ruangan tersebut. Pandangan tajamnya berhenti pada satu titik di mana ada seorang wanita cantik yang yang juga menatapnya. Ada apa dengan tatapan itu? Kenapa tiba-tiba tubuhnya seperti tersengat listrik hingga jantungnya berdetak tak karuan.

"Manajer Maxence," panggil pak Han.

"Ah, iya. Maaf saya tadi agak melamun," elaknya pelan. Lalu dia melanjutkan perkataannya, "Untuk ke depannya, semoga kita bisa menjalin hubungan yang baik." Maxence berkata dengan mata yang menjurus ke arah Davienda.

"Baiklah. Kalian bisa kembali bekerja, dan manajer Maxence anda bisa kembali ke ruangan anda," ucap pak Han sopan. Lalu mereka berdua berjalan beriringan.

Sebelum benar-benar keluar dari pintu, Maxence menolehkan wajahnya ke belakang. Menatap kembali satu objek yang menarik matanya. Bingo, Davienda juga sedang balik melihatnya. Dia menyeringai tajam, tak sabar rasanya untuk menaklukan wanita itu di kakinya.

*****

avataravatar