webnovel

Ch. 4 Item Iblis: Rantai Babi

Pukul 9.30, Jam istirahat siswa. Para siswa baru maupun lama sudah berhamburan keluar ruang kelas. Saat itu Jeon sudah menunggu Aswa di depan kelas 10-1.

Bam...!!! bam.. bam,,,

Aswa duduk tersandar di dinding belakang kelas. Seorang gadis bertubi-tubi menendangnya hingga terpojok. Melihat adegan itu, tanpa berpikir dua kali Jeon terbang ke arah gadis penyerang Aswa. Mengeluarkan bola api di masing-masing telapak tangannya.

Satu meter dari pintu masuk Jeon dicegat sekelompok pria. Tubuhnya terbang ke luar kelas setelah menabrak seorang pria dan ditendang di perut oleh pria yang lain. Para pria ini memblokir jalan masuk di depan pintu kelas. Siswa lain hanya bisa menonton kala itu.

Yandara berlari dari depan kelasnya menuju kelas 10-1. Dari kejauhan ia sudah melihat Jeon terduduk sambil memegang perut

"Jeno, tahan dulu. Jangan gegabah." Yandara yang melihat ada yang tidak beres pergi melihat ke dalam kelas melalui kaca jendela.

Cipraaatt.... dua lubang hidung Yandara mengeluarkan darah...

"celana dalam!! Itu... Anjerr!" mengutuk dalam hati, kepala Yandara terasa pusing.

Serangan demi serangan yang dilancarkan si gadis tidak peduli pada paha putihnya ditonton siswa lain. Celana dalam putih sesekali terpampang jelas. Dari posisi Yanda, sisi sensualitas si gadis berdasarkan perspektif laki-laki  terlihat dengan jelas.

Puas melakukan serangan, si Gadis sedikit menunduk ke arah Aswa.

"Kenapa tidak melawan?" si Gadis melirik ke sekujur tubuh Aswa yang tidak mengalami sedikitpun luka. "Pasti pakai item." pikir si Gadis.

Si gadis menyadari hasil tes fisik dan spiritual Aswa yang sungguh memalukan. Tapi yang lebih memalukan adalah ia kalah peringkat dari Aswa. 

"Emosionalmu sangat terkendali, seperti mereka yang berada di jalur iblis. Rata-rata siswa hanya dapat 50. Kalau aku serius itemmu pasti sudah hancur dan kau babak belur." Memuji dan menyombongkan diri, dari perspektif Aswa, karakter gadis ini sangat umum di dunia yang mengandalkan kekuatan.

"Asal kau tau, Aku, Samudra Karang Wasi, tidak akan menyukai mereka yang berada di jalur iblis. Tidak pula menyukai mereka yang munafik taat dengan Tuhan." Karang Wasi menyilangkan tangannya di depan dada, mengangkat gundukan daging. Membentuk garis sensual. Walau masih ukuran anak SMA biasa, itupun sudah lumayan.

"Aku juga tidak tertarik melayanimu. Kalau ingin mencari rival, aku bukan yang terbaik. Sebaiknya kita urus diri kita masing-masing. Selesai?" Memandang ke arah wajah Karang Wasi, Aswa memperlihatkan wajah begoknya. Sedikit gerakan senam, Aswa meninggalkan ruang kelas.

"Ku tunggu kau balas dendam!" Karang Wasi berteriak ke arah Aswa yang melewati kerumunan orang di depan kelas sambil tersenyum.

"Bukan aku, dia yang duluan. Aku sih slow aja." Sambil berjalan Aswa memberi penjelasan yang tidak perlu ke arah penonton.

Penonton ini menjadi saksi keganasan Samudra Karang Wasi dan potensi yang dimilikinya di masa depan. Si Peringkat 1 mah lewaaaatt.....

"Tumben kau ikut membela teman? Sampai berdarah begitu." Jeon berjalan di belakang Aswa memalingkan wajahnya dari Yanda namun masih tetap mengajaknya ngobrol.

"Sedikit lengah tadi, pukulan 10 orang tidak sanggup ku balas." Pembaca yang budiman, Yanda lagi-lagi jelas berbohong. Untuk adegan ini tidak ketahuan sama Jeon.

"Oh, iya... kenapa lu di-hook sama Karang Wasi, Wa?" Jeon tiba-tiba terbang ke depan Aswa, melayang sambil mundur.

 "Lagi apes aja... kegep lempar upil ke arah tititnya dia." Wajah polos Aswa terpampang, lalu berubah ke wajah bengong. Maksud Aswa dengan ekspresi itu ia lagi bohong. Tapi kedua kawan ini malah kaget.

"Akurasi mu ajib broh... crosshair scope mu pada titik yang tepat. Pasti singel shot makanya gak ngalami recoil." Dua jempol dan satu hidung mendengus Yanda tepat ke wajah Aswa.

"Apaan nih Yanda. Jelas dah dia gak ngerti aku lagi bohong." Aswa hanya bisa melirik tak tertarik.

"Kalau gue juga pasti marah. Gue suka ngupil, tapi ditaruh di bawah meja biar gak merugikan orang. Hehe." Jeon tersenyum seperti kucing menarik headset ke telinganya sambil beralih ke tengah-tengah antara Yanda dan Aswa.

 "Tuh, kan dua orang ini jarang pakai akal. Dangkal beneh." Hanya bisa membatin, Aswa menyipitkan mata ke arah dua tetangganya ini. Berteman dengan kedua orang ini jelas hanya kebetulan. Bukan Aswa yang ingin, melainkan mereka yang dekat-dekat.

Hari pertama sekolah adalah momen penting untuk unjuk kekuatan. Menjadi bos dalam suatu perkumpulan. Menantang yang kuat agar memiliki pengaruh yang besar. Peringkat 1 tes masuk adalah pilihan tepat. Cuma saja untuk memprovokasi Aswa, pengaruhnya tidak begitu kuat karena kekuatannya yang letoy.

Samudra Karang Wasi awalnya berpikir kekuatan Aswa itu tersembunyi, akan meledak bila dipicu. Namun setelah mencoba memprovokasi Aswa, hasilnya sudah fix, benar-benar fix, tidak ada yang bisa dibanggakan saat mengalahkan makhluk lemah ini.

Walau demikian, kecepatan serangan Samudra Karang Wasi yang sangat tinggi mendapat pengakuan dari para siswa. Berita menyebar dengan cepat. Hal ini tentu akan memancing minat siswa lain untuk menantangnya.

"Sepulang kita dari kantin akan ada pertunjukkan Samudra Karang Wasi yang bertarung di situ." Aswa menunjuk ke arah arena luas di tengah gedung sekolah dengan bibir. Jeon dan Yanda mengangguk seolah-olah paham.

Banyak pertarungan yang terjadi di sana. Siswa lama dan baru berbaur menunjukkan tajinya masing-masing. Para Tutor termasuk kepala sekolah membiarkan tradisi ini berjalan untuk membangun motivasi siswa agar menjadi lebih kuat lagi.

Kantin Sekolah

Trio Aswa, Jeon dan Yanda masuk ke salah satu kantin bawah sekolah. Dinding-dinding kantin kotor bekas pertarungan. Goresan darah mengering dan dibiarkan seperti itu. Para siswa menikmati sajian kantin yang tersedia di meja-meja panjang. Tawa siswa terdengar hingga ke luar ruangan. Obrolan dengan kata-kata kasar, pergaulan ciri khas siswa yang ingin terbang, bebas berpetualang.

"Kantin ini tidak ubah seperti kebun binatang." Jeon menunjukkan wajah kesal yang tertangkap Aswa.

"Bagi penguasa, tentu saja juga sekolah, mereka ini adalah sumber daya penting. Selama mereka manusia, ideologi mereka bisa direvolusi menjadi pasukan hebat."

Aswa menerangkan sambil membeli segelas besar susu dan dua potong kue untuk-untuk. Ditaruh di atas nampan merah muda. Jeon hanya mendampingi, tidak memiliki selera makan di kantin seperti ini.

Begitu berbalik ke tempat duduk, Aswa menabrak tubuh seorang pria dengan perut ramping. Baju pria tersebut basah terkena susu. Ada logo 12-10 pada jas sekolahnya.

"Begitulah. Sekolah yang didirikan penguasa pasti untuk kepentingan mereka. Kita, manusia iblis sebenanya hanya memanfaatkannya." Pria berambut merah tidak marah dengan pakaiannya yang basah. Merangkul Aswa dan membawanya ke tempat duduk.

"Duduk wal!" Pria rambut merah menggeser kursi dengan kaki. Dengan kasar kursi itu diberikan untuk Aswa. Ia duduk berseberangan.

"Asnawarman Hamaran, cukup Aswa." Aswa menunjukkan senyum ramah namun tegas.

"Panggil aku Godel! Tidak pakai boss, aku bukan sampah yang haus kekuasaan." Godel mengambil gelas Aswa meneguk susu sampai setengah.

"Kau ini iblis, sekolah di sini juga. Dari keluarga mana kau, wal?" Godel menatap tajam  ke arah Aswa.

"Ya, Ayahku veteran spiritualis taat, tapi ia merasa memiliki darah gerakan iblis. Lima puluh tahun yang lalu ikut pertempuran di teluk timur tengah. Jadi mata-mata gerakan iblis tapi sampai sekarang tidak diketahui penguasa. Menikmati uang pensiun. Aku mengikuti jejaknya sekarang." Aswa mengambil roti untuk-untuk lalu memakannya.

"Keluarga gerakan iblis?" Jeon tidak bisa menutupi rasa kagetnya. Ia merupakan keluarga spiritualis taat, taat. Dengan murni ia akan menolak setiap hal yang berbau gerakan iblis.

Sebaliknya, mata Yanda berbinar bertemu dua orang dari keluarga gerakan iblis. "Ya Tuhan, mereka berdua sungguh beruntung!!" bantin Yanda bergejolak mendengarkan dialog dua remaja iblis.

 "Hahaha... sudah pasti iblis!! Maaf tadi pagi aku sempat meremehkan mu! Iblis tidak akan meremehkan lawan-lawannya." Seperti orang gila Godel tertawa sambil memukul meja.

"Oh, iya... berapa banyak kau punya Rantai Babi?" Godel mulai menunjukkan wajah serius. Saat bertarung dengan Aswa, Godel menyadari kalau Aswa menggunakan item Rantai Babi saat bertarung.

Rantai Babi adalah produk mistis yang haram untuk digunakan. Tapi bagi pendekar iblis tidak ada dalam kamusnya istilah haram. Bentuknya seperti gelang dengan gerigi di sekelilingnya. Ada rambut babi yang menyantol di sana. Satu Item ini memungkinkan pengguna untuk kebal terhadap kerusakan fisik dan mengurangi cedera kerusakan sihir.

"Tidak banyak, hanya 10 buah. Jika kau ingin membuat fusi, dengan jumlah itu hanya bisa membuat Putaran Sepuluh Babi. Kebal secara fisik, tahan kerukasan angin dan air, elemen spiritualmu es jadi..."

Aswa dengan santai menjelaskan sebelum Godel tiba-tiba meraih kerahnya.

"Itu bisnisku, jerr..." Godel mengambil gelas susu, meminumnya hingga habis lalu menghempaskan gelas ke kepala Aswa.

Praakk...!!! pecahan gelas terhambur di meja dan di lantai.

Jeon dan Yanda terkejut sampai meloncat berdiri. Yanda jelas berdiri untuk bersiap kabur.

"Apa?! Kami ini kawal!" mata Godel menatap Jeon dilanjutkan ke arah Yanda. Mereka berdua kembali duduk.

 Aswa menggenggam tangan Godel, memutarnya ke arah berlawanan. Menyebabkan Godel terbaring di atas meja. Wajah Aswa sangat slow, terlihat ada senyum di bibirnya. Situasi seperti ini masih dalam kendalinya.

"Intinya kau menggunakannya untuk rekananmu. Aku akan menjualnya, tapi tentu saja aku harus ikut bisnismu yang lain." Aswa melepaskan tangan Godel, mengambil roti untuk terakhir yang ada di nampan.

"Intuisimu bagus. Tidak diragukan, seorang spiritualist iblis. Hahaha... Sebentar, aku ambil minum untuk mu." Setelah menepuk bahu Aswa, Godel berjalan ke arah bartender.

"Intuisi? Istilah apa itu? Apakah gerakan iblis adalah kumpulan para akademis? Tapi Aswa..." Jeon diselimuti kebingungan. Baginya, Aswa secara fisik tidak mungkin bagian gerakan iblis. Tapi dari tiap tindak tanduknya, tidak dapat diprediksi, benar-benar misterius.

Lagi-lagi mata Yanda berbinar. Lebih terang dari sebelumnya. Cara orang-orang beridiologi iblis berkomunikasi membuatnya kagum. Ia merekam tiap detail adegan di memorinya.

"Maaf wal, cuma air putih. Kalau susu kamu harus beli sendiri. Hahaha..." Godel menunjukkan air putih di gelas dengan mencelupkan tiga jarinya.

"Menjijikan." Jeon mendengus ke arah Godel.

***    

Next chapter