webnovel

Ch. 16 Ini Terobosan yang Pertama

Langit yang cerah siang itu untuk sementara tidak dapat dinikmati. 

Apakah karena banjir yang sudah terjadi selama dua hari ini? Tidak. 

Justru karena serangan makhluk spiritual, Manglong!

Setidaknya ada ratusan Manglong yang berenang melewati rumah Aswa secara periodik. Tidak diketahui berapa jumlah pastinya secara keseluruhan.

Makhluk spiritual air ini biasa berburu di tebing sungai dan pohon. Memakan serangga, kodok, bahkan burung untuk bertahan hidup. Sedangkan untuk bereproduksi Manglong lebih banyak berada di dalam sungai atau danau. 

Secara morfologi bentuknya mirip sidat atau belut. Hanya saja sirip yang makhluk ini miliki sama persis dengan telinga manusia.

Sama halnya dengan sidat, Manglong dapat menembakkan energi listrik. Bahkan dengan status sebagai makhluk spiritual, listrik yang ditembakkan dapat mencapai 1000 Volt!

Sangat normal kala banjir datang binatang ini berkeliaran di pemukiman warga. Akan tetapi dengan jumlah ratusan Manglong sekali lewat secara periodik, ini jelas sebuah bencana!

 "Dapatkah kau memperkirakan berapa banyak jumlahnya?" tanya Godel pada Aswa. Dalam situasi seperti ini Godel mencoba menggoda Aswa yang diyakininya memang pintar. "Aku akan memberikan hadiah yang menarik jika kau mampu menjawabnya. Hehehe," lanjut Godel.

Aswa menatap mata Godel dan menjawab, "Tanpa perlu ku jawab, kau pasti akan memberikannya."

"Manusia bangsat! Liat saja, ada kalanya kau akan berada di bawahku! Tau dari mana ia jika aku akan memberikannya sesuatu." kata Godel dalam hati.

"Santai, Del... Kau masih kakak kelasku. Dalam hal itu aku kalah darimu! Hahaha..." tawa Aswa menenangkan rekan-rekannya. Sedangkan Godel sedikit shock karena merasa apa yang ia pikirkan diketahui oleh Aswa.

Melihat kondisi yang tidak begitu baik. Aswa menghidupkan gadget yang ia miliki. Begitu gadget selesai loading program, belasan pesan singkat masuk. Saat ini Aswa hanya mengecek nama pengirim satu per satu lalu membuka pesan paling penting.

"Ini pesan terusan dari Ketua. Pesan singkat dari pihak penguasa untuk warga agar segera melakukan evakuasi secara bertahap. Oh, kakak juga mengirim pesan," kata Aswa dalam hati. 

Ia lalu melirik ke arah Jeon dan bertanya, "Apakah ibumu sudah aman?" Jeon mengangguk ke arah Aswa.

Aswa lalu menatap Yanda. 

Sebelum Aswa menatap, Yanda buru-buru bersiul sambil menatap langit.

Dari jawaban Yanda dan Jeon, Aswa dapat mengkonfirmasi bahwa pesan evakuasi tidak diperuntukkan untuk semua warga.

"Kenapa kalian tidak ikut evakuasi? Manglong bukan belut! Satu ekor Manglong dapat mengirimmu ke neraka! Jadi jangan berpikir untuk bermain-main dengan mereka," ujar Aswa. Jeon dan Yanda lalu menunduk.

 "Kau sudah pamit dengan ibumu belum?" Tanya Aswa kepada Jeon.

"Hehehe... aku sudah pamit, tapi gak diizinkan..." Jawab Jeon yang saat itu melihat ke sudut-sudut rumah seolah ada yang sedang dicarinya.

Aswa menggaruk kepala dan berkata, "Itu artinya kamu kabur!"

 "Ada yang tau tentang Manglong?" tanya Aswa sambil melihat ke arah Godel, lalu ke Yanda dan terakhir ke arah Jeon.

"Kau baru kelas 10! Tau apa kau tentang Manglong?" Godel membalas Aswa. Dalam pandangan Godel, Aswa ingin menyombongkan diri. Jadi akan sangat menarik bagi Godel mencuri momen tersebut.

"Makhluk ini termasuk hewan nocturnal, pemakan segalanya dan bahkan kanibal. Oleh karena ada roh spiritual bersemayam pada tubuhnya, maka hewan ini memiliki ranah jiwa. Elemen ranah jiwa Manglong dapat menyimpan energi listrik hingga ribuan volt!" Kata Godel sembari menggelengkan kepala. Sejurus kemudian membuka satu matanya, melirik ke arah Aswa.

"Seolah kau pernah melihat roh spiritual saja. Coba kau lanjutkan lagi!" kata Aswa. Pada kenyataannya Aswa memang tau kondisi saat ini. Bukan hanya penyerangan massal yang dilakukan Manglong, tetapi ada juga konspirasi. Aswa tau apa yang harus dilakukan pada tahap awal.

Godel melanjutkan, "Setauku, Manglong itu hidupnya solo sejak berpisah dengan induknya. Artinya..." Godel kesulitan menyimpulkan dan terus berpikir.

"Artinya ada yang mengendalikannya!" Kata Godel dan Aswa secara bersamaan.

Aswa melipat tangan di depan dadanya lalu menantang Godel dengan satu pertanyaan, "Jika demikian, siapa dalangnya?"

Sebelum Godel membuka mulut untuk bicara, Jeon tiba-tiba menarik baju Aswa dan bertanya, "Bolehkah aku ikut berpendapat?"

Dipotong Jeon, Godel menunjukkan wajah tidak senang. 

"Silahkan..." kata Aswa.

"Aku pernah membaca dongeng Makhluk Sipiritual, Raja Singa Laut. Disebut 'raja' karena makhluk ini menjadi pemimpin dalam kawanannya. Bisa jadi ada Raja Manglong." Ucap Jeon.

"Itu bisa jadi," Kata Aswa sebelum berpaling ke arah Godel.

Ditatap Aswa, Godel membalas tatapan Aswa lalu berkomentar, "Aku belum pernah mendengar ada Raja Manglong. Firasatku mengatakan, ini jelas perbuatan seorang yang hebat dari kalangan penguasa!"

"Belum pernah mendengar bukan berarti tidak ada, kan?" balas Jeon.

"Kita harus realistis! Sebaiknya jangan mengada-ada." Kata Godel. 

Secara naluriah Godel berpikir sama dengan Jeon. Kemungkinan ada Raja Manglong cukup besar. Hanya saja ia tidak menerima kenapa pemikiran ini lebih dulu diungkapkan Jeon.

"Hahaha... sudahlah... setiap kemungkinan tetap kita akomodir," Kata Aswa.

*Duaarr...!!** Boom...!!*

Tepat di depan rumah Aswa, salah satu rumah warga meledak terkena sambaran listrik! 

"Tolooong...."

"Tolooong... selamatkan kami!"

"Aswaaa...!" seorang wanita paruh baya melambai ke arah Aswa. 

Mata Jeon melebar lalu berseru, "Kenapa masih ada warga?!" melihat adegan itu kepala Jeon mulai basah karena berkeringat.

"Tidak semua warga yang mendapat informasi sepertimu..." jawab Aswa sambil berupaya mencari cara menyelamatkan tetangganya.

*Cetarrrr....!*

Terlambat!

Belasan ekor Manglong menembakan listrik ke arah wanita itu. Tewas seketika dengan tubuh terbakar!

Tidak hanya itu, samar-samar di kejauhan terlihat beberapa orang turut tewas di bunuh kawanan Manglong.

"Alamaakk..." Yanda berseru. Baru kali ini ia melihat pembunuhan tepat di depan matanya.

Jeon lebih shock, hatinya terasa teriris saat melihat adegan itu!

Menunggu kejadian ini adalah rencana Aswa setelah mendapat pesan terusan dari Ketua Ansep. Mengulur waktu dengan mengajak ngobrol. Aswa mengharap Jeon mengerti situasi dunia saat ini. Penguasa tidak seperti yang mereka citrakan! 

 "Ancriiitt... sudah dimulai!" kata Godel sambil membuka pakaiannya. Walau memiliki elemen es, darah Godel mendidih melihat adegan itu. "Ayo masuk ke dalam!"

"Woii... tunggu aku!" Neo melompat menaiki tiap tangga teras rumah Aswa.

"Hah! Kenapa dia tidak mati saja!" Godel mengutuk ke arah Neo.

Kondisi Neo sudah sangat menyedihkan. Tubuhnya dipenuhi luka bakar dan hanya menggunakan celana dalam!

"Ada pemulung! Pergi sana jauh-jauh!" Godel menendang Neo hingga terjatuh kembali ke air.

"Bangs**t...! Aduuuh...!" Neo marah besar dengan Godel hingga akhirnya disengat Manglong lagi dan lagi.

Aswa tersenyum melihat adegan itu. Neo tidak akan mati jika hanya disengat listrik! 

Sambil menunggu Neo, Aswa berkata, "Ayo... cepat naik. Godel sudah jinak!"

"Akan ku bunuh dia!" Teriak Neo sambil melompat ke teras.

Segera Neo berlari masuk ke dalam rumah.

Aswa masih bertahan sembari menatap sudut pekarangan. Di situlah tempat ia mengebumikan pakaian dan seberkas sinar ayahnya.

Mata Aswa terlihat berkaca-kaca. Sambil mengepalkan tangan Aswa berkata, "Ayah... Mari kita genggam dunia!"

....

#Kediaman Aswa Pukul 16.30

Jeon duduk tersandar di dinding. Kepalanya masih menunduk. Di samping Jeon ada Yanda mencoba menenangkan, walaupun ia juga belum tenang.

Awalnya mereka berpikir Manglong hanyalah binatang spiritual biasa yang imut. Pandangan ini berubah setelah melihat pembantaian yang dilakukan kawanan Manglong.

Sedangkan Neo saat itu masih berupaya menghajar Godel. Akan tetapi Neo mengalami kesulitan mendekati Godel karena terhalang kaki Godel yang panjang.

Dbanding Yanda dan Jeon, Neo lebih absurd. Saat kawanan Manglong datang, Neo malah mengajak mereka bercengkarama!

Neo tidak pernah membayangkan dampak memeluk aliran listrik di dalam air!

....

#Kediaman Aswa Pukul 16.50

Suasana menjadi kondusif setelah mereka menyantap makanan. Menunggu Aswa sadar dalam 40 hari, mereka berempat sudah akrab dengan karakter masing-masing.

Saat ini mereka tidak tau apa yang harus dilakukan. Tinggal di rumah Aswa sebenarnya sangat aman bagi mereka. Terlebih rombongan Manglong sudah tidak terlihat lagi karena pergi ke daerah lain.

"Apa yang kau ingin berikan padaku?" Tanya Aswa pada Godel dengan percaya diri.

Godel mendengus lalu balik bertanya, "sebelum itu, apa yang bisa kau tukar dengan aku?"

"Yah, jika seperti itu sebaiknya kau gunakan sendiri saja," jawab Aswa santai. Toh, Aswa tau setelah ini Godel akan menyampaikan hal itu.

Godel tertawa melihat Aswa menyerah untuk melakukan lobi dan negosiasi.

"Ku akui bahwa aku tidak dapat berjalan sendiri. Kau juga sama!" kata Godel berupaya tidak kalah dengan Aswa. Lebih-lebih di hadapan orang lain.

Semua orang yang hadir di ruangan itu menatap Godel dan menunggu ceritanya. Begitupun Neo yang sudah lupa perlakuan Godel terhadapnya.

Godel melanjutkan, "Jadi, aku mengajak kalian mencari harta peninggalan orang tuaku. Hasilnya bisa kita bagi."

Dari telapak tangannya, Godel mengeluarkan belati yang terbuat dari kaca. Belati itu lalu mulai bersinar dan memperlihatkan bentuk bangunan landmark familiar di antara mereka.

"Itu Balai Kota!" kata Yanda dan Jeon.

Godel tersenyum licik sambil berkata, "Ya, Aku berniat menyerang balai kota!"

"Itu pemberontakan! Kita tidak bedanya dengan penjahat!" Jeon jelas tidak sependapat.

Godel melotot ke arah Jeon, "Mereka mencuri harta ayahku! Siapa yang jahat sekarang?"

"Pasti ada alasannya, kan?" balas Jeon.

Godel memukul lantai dan berkata, "Kalau kau tidak sependapat, sebaiknya kau diam! Toh aku belum memutuskan mengajakmu."

Aswa menatap dalam ke arah Godel selama adegan ini. Ada hal yang belum disampaikan Godel. Aswa sebenarnya lebih tertarik dengan hal itu.

"Jelaskan rencanamu dulu, Del!" kata Aswa mencoba menengahi. Tidak banyak waktu sebelum malam tiba. Setidaknya Godel mau menceritakan sedikit informasi yang membuat Aswa tertarik.

Godel menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Membuat dirinya menjadi tenang.

"Malam ini akan terjadi pembantaian keluarga Pipit Ungu..." Kata Godel dengan santai.

"Apa?!" Jeon dan Yanda terkejut. Mereka memiliki beberapa teman yang dikenal baik dalam keluarga itu.

"Ningtyas juga dari keluarga itu! Tapi... bagaimana mungkin?!" seru Jeon sambil menatap Aswa dan yang lainnya. Seketika Jeon terduduk lemas. "Semoga ini tidak benar!" kata Jeon dalam hati.

Dalam beberapa hari ini Jeon sudah cukup banyak berkomunikasi dengan Ningtyas. Setidaknya sudah ada ikatan di antara mereka. Di mata Jeon, Ningtyas adalah gadis baik hati. Bahkan lebih baik dari pada dirinya sendiri.

Godel tidak menghiraukan ekspresi Jeon. Sedangkan Aswa masih menunggu saat yang tepat untuk berkomentar.

"Saat perhatian penguasa kota tertuju pada keluarga itu, penjagaan Balai Kota menjadi sedikit longgar. Malam ini momen yang tepat untuk mengendap masuk!" kata Godel.

Mencuri adalah salah satu cara yang paling sering ditempuh oleh para penjahat. Hal ini dilakukan karena kubutuhan hidup atau untuk meningkatkan sumber daya kekuatan mereka. Tanpa kekuatan, mereka hanya menjadi sampah di dunia.

Godel melirik ke arah Aswa yang tidak bergeming. Ia berharap Aswa tertarik dan mengajukkan pertanyaan.

Tanpa tanggapan dari Aswa, Godel memutuskan membuka ruang diskusi, "Ehm... ada pertanyaan?"

"Hah! Bilang saja kau tidak tau cara masuk! Tapi kau sudah menyampaikan informasi menarik," kata Aswa dalam hati.

"Tidak ada yang bertanya, berarti kita harus mempersiapkan rencana kita dengan cepat. Aswa, kau ada ide?" tanya Godel.

Aswa menepuk dahinya lalu berkata, "Itu namanya nafsu besar tapi perut kecil! Artefak kuno di balai kota sangat menggiurkan memang. Tapi apakah sudah kau pikirkan bahwa tidak ada yang memiliki ide sama dengan kita?"

"Ituu..." Godel tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Hal ini jelas di luar pemikirannya. Pengalaman mencuri Godel masih amatir. Walau memang baru sekali ketahuan. Itupun di guild sendiri. Ia jelas belum pernah mencuri di tempat dengang penjagaan ketat.

Jeon tiba-tiba berdiri. Adegan ini menarik perhatian yang lain. Tangan Jeon mengepal saat mengingat apa yang disampaikan oleh Godel, yaitu tentang upaya pembantaian keluarga Pipit Ungu. Nurani Jeon terus berbisik untuk segera pergi menolong Ningtyas. Bagi Jeon, membiarkan hal ini terjadi sama saja turut melakukan kejahatan!

"Aku akan pergi menemui Ning!" kata Jeon yang dengan mantap melangkah ke arah pintu keluar.

 Aswa terus berpikir sambil melihat adegan demi adegan yang muncul. Semua ini masih dalam cakupan kemampuannya. 

"Ah, ini dia..." Aswa berguman.

Tiba-tiba tubuhnya bersinar!

Jeon merasakan ada perubahan dalam diri Aswa. Ia menghentikan langkah, lalu berbalik.

Ranah pikiran Aswa meluas untuk pertama kalinya! Memilki sembilan [Domain], Aswa baru mengerti untuk melakukan perluasan, ia harus memperdalam [Domain] pikirannya satu per satu. Sebelum itu Aswa juga wajib terlebih dahulu meningkatkan kekuatan fisik.

"Melakukan terobosan ternyata susah, ya?" kata Aswa polos.

Godel sedikit terkejut melihat adegan itu. Seberapa kuat Aswa sekarang? Godel tidak dapat menahan diri untuk bertanya, "Berapa kali kau sudah melakukan terobosan?" 

"Ini baru pertama kali... hehehe..." Aswa terlihat merasa puas.

Tanda-tanda terobosan telah Aswa rasakan sejak siuman. Ia hanya tinggal menunggu momen yang tepat.

Dalam kondisi apapun, kecuali masa krisis, Aswa harus terus merapal kalimat spiritual untuk menguatkan ranah pikirannya. Dalam dan banyaknya ranah pikiran yang dimiliki Aswa menyebabkan kecepatan peningkatan kekuatannya jauh lebih lambat dari orang lain. Untungnya ia mampu mengoperasikan hampir seluruh [Domain] untuk melakukan peningkatan, sehingga masalah kecepatan dapat ditutupi. 

Dengan bimbingan ayahnya, sejak kelas 1 Sekolah Dasar Aswa selalu melantunkan satu teknik rapalan dalam benaknya. Teknik ini adalah pemberian Muhayman untuk memperluas ranah pikiran Aswa. Sejak SMP Aswa menambahkan dua teknik yang ia dapat dari mimpi. 

Sebagai seorang pemula, Aswa masih terus melakukan trial and error. Pelajari-Coba-Rasakan atau Coba-Rasakan-Pelajari.  Hal ini ia lakukan agar bisa menemukan teknik yang mampu mempercepat peningkatan kekuatan yang ia miliki. Jika tidak, ia harus segera mengubur mimpi mengalahkan Kaki Tangan Tuhan.

Setelah berhasil melakukan terobosan, Aswa tersenyum lega. Penantiannya selama ini telah terbayarkan.

Godel ingin mencibir Aswa yang sangat lambat dalam melakukan terobosan pertama. Tapi urung dilakukan karena mengingat kehebatan Aswa saat membunuh beberapa anggota Guild Cahaya. Kemampuan Aswa keluar dari masalah saat pertarungan melebihi kemampuannya yang sedang menunggu terobosan ketiga. Godel jelas sangat paham, "Percuma memiliki bakat yang sangat luar biasa jika anda hanya menjadi pecundang! Jika boleh memilih, antara kehebatan atau kemenangan, Godel lebih memilih menang!" begitulah pemikiran Godel. Aswa jelas bukan pecundang!

Sebuah terobosan Ranah Hijau dari pengolahan ranah spiritual sejak diajarkan biasanya hanya membutuhkan waktu paling lama 3 bulan. Umumnya di tingkat SMP kelas 7 atau 8 orang-orang sudah melakukan terobosan. Hal ini dikarenakan budaya peningkatan kekuatan dilakukan setelah akil baligh. Aswa? Ia sudah memulai peningkatan sejak kelas 1 SD namun melakukan terobosan pertama di tingkat 10 SMA! Setidaknya Aswa butuh waktu satu dasawarsa dalam melakukan peningkatan! Aswa jadi yang paling awal memulai dan menjadi yang paling lambat sampai!

Lantas, kapan Aswa bisa melakukan terobosan kedua? Jika melihat rekor tercepat orang yang melakukan terbosan kedua, yaitu 3 tahun, berapa lama Aswa bisa melakukan terobosan berikutnya? Ranah Pikiran Aswa sembilan kali lipat lebih sulit untuk dikembangkan!

Aswa mengambil Kristal Kuning dari laci lemari. Seketika warna kristal berubah dari kuning menjadi hijau. Warnanya terang menyala. Sejurus kemudian Aswa melempar Kristal Kuning ke arah Godel. "Hap!" dengan sigap Godel menangkapnya. Warna Kristal Kuning Berubah menjadi Biru dengan cahaya sedikit redup.

"Kau sudah hampir menembus Ranah Biru, Del? Berapa lama sejak terobosan kedua?" tanya Aswa kepada Godel sambil menunjukkan kekaguman. 

"Hanya satu bulan. Jika kau tertarik aku bisa mengajarimu..." kata Godel dengan wajah yang sebenarnya tidak tertarik membahas hal lain di luar konteks awal.  Aswa tau Godel berbohong. Hanya saja Aswa tidak tau jika Godel memang berhasil hampir menyentuh Ranah Biru hanya dalam waktu enam bulan!

Kecepatan peningkatan ranah pikiran Godel sebenarnya di atas rata-rata, namun dibandingkan rivalnya di tingkat yang sama yaitu SMA kelas 3, Godel ketinggalan jauh. Ada tiga orang yang sudah hampir menembus Ranah Merah!

Jeon berbalik ke arah pintu. Melanjutkan niatnya yang sempat tertunda karena Aswa.

Melihat Jeon membuka pintu, Aswa berkata, "Jeon, tunggu! Aku akan menemanimu!"

***

Next chapter