webnovel

Ch. 15 Bertemu Sang Idola

Pada petang itu langit masih diselimuti awan kelabu. Matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat memberikan cahaya kuning kemerahan.

"Huft! Brothers, aku datang bawa makan malam. Mencuri makanan-makanan ini pasti tidak mudah bagi kalian!"

Neo datang membawa beberapa makanan untuk santap malam. 

Melihat kondisi Aswa yang tidak sadarkan diri membuat Neo sedikit kebingungan.

Hingga malam hari Aswa tetap tidak sadarkan diri. Godel dan Neo akhirnya membawa Aswa ke rumah sakit. Selain itu mereka menghubungi keluarga Aswa. Ini adalah keputusan bijak mereka karena tentu saja mereka tidak akan sanggup membayar biaya berobat Aswa.

...

#Sekolah Spiritualist Menengah Atas Mahakama#

Hari ini adalah hari ketiga masuk sekolah. Jeon sudah mendapat beberapa kawan baru dan ia menyukai kondisi ini. 

Walaupun demikian, Jeon masih memikirkan kabar Aswa. Jika hari ini Aswa tidak masuk sekolah, maka ini untuk kedua kalinya.

"Sebaiknya ku kirim ia pesan singkat..." Jeon mengeluarkan Gadget miliknya dari saku rok sekolah. 

Sebelum selesai menulis pesan, Jeon melihat seseorang yang dikenalnya. "Itu Godel! Kenapa hari ini ia terlihat berbeda?" Jeon membantin.

Godel berjalan cuek seperti preman sendirian di lorong sekolah. Hari ini ia terlihat sangat rapi dengan seragam sekolah lengkap yang disetrika. Kulit kusamnya kini terlihat brightly dengan sedikit rona kemerahan di wajah. Menambahkan rambut panjang terikat rapi di belakang dan setengah poni depan menutup sedikit mata kanannya, memberi kesan maskulin pada dirinya. 

"Hmm... Godel ternyata ganteng ya..."

"Kuat dan ganteng, gua banget tuh!"

 "Hust! Mau lu ditoyet Godel?"

"Ditoyet si ganteng? Ya maulah!"

"Setan! Gebetan gue kepincut Godel!"

"Oh, Godel... bawalah aku..."

Para gadis tidak bisa menahan komentarnya. Sedangkan para siswa lelaki terlihat cemburu dan bahkan satu orang siswa lelaki merasa jatuh cinta!

Sebagai salah satu "ranjau" di sekolah selama dua tahun belakangan, praktis mata siswa lain ditujukan padanya.

"Del..." Kata Jeon setelah Godel mendekatinya.

Seketika Godel merangkul leher Jeon dan membawanya ke luar kerumunan! Banyak mata yang tertuju kepada mereka berdua. Namun Godel tidak begitu peduli dengan keadaan di sekelilingnya.

Sikap Godel terhadap Jeon ini jelas di luar norma. Mereka bukan keluarga, sahabat bahkan teman! Bolehkah Godel berperilaku seperti itu kepada orang yang baru dikenalnya?

Akan tetapi anehnya Jeon seperti boneka! Berjalan sesuai tuntunan Godel. 

"Ugh...!" Jeon mencoba berpikir. Namun usahanya menjadi sangat sulit karena hatinya lebih banyak bermain kala itu. Ia benar-benar tidak pernah diperlakukan seperti ini!

Rangkulan orang sekotor Godel terasa hangat di hati Jeon!

Godel melepaskan rangkulannya dan bertanya kepada Jeon, "Ada rencana pergi ke rumah sakit?"

"Aswa sakit?" kata Jeon memprediksi.

Godel menatap tajam mata Jeon lalu berkata dengan cuek, "Pulang sekolah kau bisa ikut aku menjenguknya. Hanya kau dan si jangkung setauku teman Aswa. Jadi kau bisa mengajaknya."

"Ba-baik," kata Jeon.

Godel berjalan meninggalkan Jeon. Dari pandangan Jeon, tidak hanya penampilan Godel yang berubah, setidaknya hatinya tidak super kotor seperti dulu.

Uniknya sejak dahulu Godel ternyata tidak menyukai hal-hal yang kotor. Bahkan ia tidak menyukai saat dirinya kotor!

Setelah mendapat siraman rohani dari Aswa, Godel memang mulai mencoba mengikuti pesan mendiang ibunya. Wal hasil perubahan yang ditunjukkan Godel cukup signifikan. Gaya hidup kotor sudah ditinggalkan Godel. 

Biasanya Godel mandi tiga hari sekali. Itupun tanpa waktu yang cukup.

Hal ini dikarenakan Godel terus berlatih keras untuk mencapai tingkat seni silat tertinggi. Sebagai upayanya bertahan hidup.

Kondisi dunia yang terasa damai tetapi penuh tipu muslihat menuntut Godel menjadi lebih dan lebih kuat. Sebagai anggota keluarga penganut paham iblis, Godel praktis mengalami diskriminasi. Situasi seperti ini tentu saja dapat merubah karakter seseorang.

#Rumah Sakit Khusus Spiritualist; Pukul 13.50#

Aswa terbaring di ranjang pasien dengan beberapa kabel menempel di tubuhnya.

Walau kulitnya sedikit gelap, wajah Aswa yang pucat tidak dapat ditutupi.

Yanda dan Jeon mengobrol di sisi Aswa. Sedangkan Godel berdiri menghadap jendela. Di sana juga ada Neo yang terlihat tidak semangat.

"Ayolah... mau berapa lama kamu tidur?" keluh Neo kepada Aswa.

"Ugh...!" Aswa mulai bereaksi!

Mereka berempat langsung menghampiri tubuh Aswa.

Di alam bawah sadarnya, Aswa terlihat lelah bertarung dengan delapan bayangan orang yang tidak dikenal. Masing-masing orang itu hanya memiliki satu tangan dengan satu pedang. Total ada delapan pedang yang harus Aswa hadapi.

Parang pemberian ayahnya masih setia di tangan Aswa. Dalam keadaan opname Aswa dihadapkan pada pertarungan tiada berujung.

"Menyerahlaahh..." kata salah satu bayangan.

"Katakan! Bagaimana aku bisa menyerah?" kata Aswa sambil menebas ke arah bayangan itu.

*prang!*

Dua pedang bersinggungan.

Aswa berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan hingga salah satu bayangan menebas ke arah punggungnya!

*Cess...*

Pandangan Aswa tiba-tiba kabur yang tak lama kemudian berubah menjadi gelap.

Cahaya kembali muncul, Aswa lagi-lagi berhadapan dengan delapan bayangan sebelumnya.

Ini De Javu!

Aswa menyadari hal ini, tapi tidak mampu mencari jalan keluar.

"Menyerahlaahh..." kata salah satu bayangan.

"Bagaimana cara aku bisa menyerah? Aku sudah menyeraaaaah....!" sambil berteriak Aswa melepaskan parangnya.

*Cess...*

Salah satu bayangan menebaskan pedang ke leher Aswa!

Penglihatan Aswa tiba-tiba kabur yang tak lama kemudian berubah menjadi gelap.

Aswa kembali hidup dan lagi-lagi berhadapan dengan delapan bayangan sebelumnya.

Aswa jelas sudah menyerah. Akan tetapi salah satu banyangan kembali mengatakan, "Menyerahlaah..."

Aswa tertunduk sambil memegang kepalanya lalu berteriak, "Aku sudah menyeraaaaaaaaaaaaah!"

*Cess...*

Salah satu bayangan kembali menebaskan pedang ke leher Aswa...

......

#Kediaman Muhayman#

Sekarang sudah hari ketiga puluh semenjak Aswa tidak sadarkan diri. Aswa dibaringkan di tempat tidur ayahnya. Pihak rumah sakit menyarankan Aswa dirawat di rumah karena secara lahiriah Aswa dalam kondisi sehat.

Selang infus masih menusuk di tangan Aswa karena ia terus dalam keadaan opname. Tubuh Aswa diselimuti kain berwarna biru dengan motif khas sarung Samarinda. Kain ini milik ayahnya, Muhayman.

Di sana ada Godel, Jeon dan Neo yang setiap hari datang menjenguk. Selain itu ada kakak Aswa, Fidel yang dengan setia merawat Aswa. Hanya saja tidak ada Muhayman di rumah itu.

Dalam periode opname, ayah Aswa, Muhayman meninggal dunia! Tepatnya seminggu yang lalu.

Muhayman menghembuskan nafas terakhir karena tubuhnya tidak lagi mampu menanggung luka-luka pertempuran yang dulu ia terima. 

Pusara Muhayman berada tepat di halaman depan rumahnya.

"Hmm..." wajah Aswa menunjukkan senyum.

Perubahan ini menarik perhatian mereka yang hadir di kamar itu.

Di alam bawah sadar Aswa bertemu dengan Muhayman yang membantunya menghadapi delapan bayangan berpedang. Aswa berhasil "menyerah" sesuai dengan permintaan delapan bayangan. Hal ini berkat arahan dari Muhayman.

"Ayah... Aswa rin..." kata-kata Aswa terhenti ketika Muhayman memeluk tubuh Aswa. 

Berada dalam lingkaran De Javu yang berkepanjangan membuat Aswa merasakan putaran waktu yang sangat lama. Saat ini Aswa berada dalam tubuh pemuda berusia 35 tahun! Setidaknya Aswa menghabiskan 20 tahun di alam bawah sadar!

Muhayman berkata, "Kau merasa rindu karena kau lupa keberadaanku. Kau itu adalah aku dan aku adalah engkau. Kau itu anakku, perwujudan dari diriku..."

Aswa menangis sambil berkata, "Aswa mengakui bahwa kecerdasan Aswa di atas rata-rata. Tapi Aswa sekarang jadi apa? Aswa menyadari bahwa tidak semua pengetahuan dapat dipahami dengan kecerdasan..."

Kata-kata Aswa ini menunjukkan bahwa ia masih mengalami kebingunan dalam memahami ajaran ayahnya. Dengan kecerdasan, Aswa lebih berpikir rasional. 

Muhayman mengelus kepala Aswa dan memberikan nasehat, "Sekarang Kau sudah mulai paham. Percayalah dengan apa yang ada dalam dirimu, bukan percaya pada dirimu."

"Konsep itu benar-benar sulit ku terima dan..." Kata Aswa.

Muhayman langsung menyela perkataan Aswa dan berkata, "Tapi kau berhasil menyerah. Rahasiakan itu. Percayalah pada itu... kau ada karena aku ada, dan aku ada karena kakekmu ada. Begitu seterusnya. Semua itu termasuk dalam konsep yang dirahasiakan. Untungnya kita tidak perlu paham, cuma harus tau..."

Aswa mulai merasa tenang dan tenang...

Sosok yang diidolakan Aswa dalam dunia mimpi tiba-tiba hadir, duduk di sebelah Muhayman. Kehadiran Yang Mulia membawa rasa bahagia dalam diri Aswa.

Tidak ada keberanian dalam diri Aswa memandang wajah Yang Mulia yang terang benderang. Bahkan membuat matahari malu untuk bersinar.

Yang Mulia mendorong dahi Aswa dengan telunjuk. Seketika dalam pikiran Aswa ada yang berkata, "Kamu harus ingat bahwa setiap perbuatanmu akan dipertanggung jawabkan. Sebagaimana kelebihan yang kau miliki. Apapun yang telah kau lakukan itulah takdir. Sedangkan yang sudah dan belum kau lakukan adalah ketetapan-Nya. Lakukan apa yang menurutmu baik!"

Sentuhan yang diberikan Yang Mulia membuat Aswa merasa terbang ke awang-awang. Hingga akhirnya ia berada di kamar Muhayman.

Saat itu hanya ada Aswa dan Muhayman. Aswa duduk di lantai dan Muhayman duduk di atas ranjang. Jelas Aswa masih dalam kondisi opname.

"Ini hari keempat puluh semenjak kau tidak sadarkan diri," kata Muhayman.

Aswa mulai mengingat kejadian saat ia berada di rumah pohon bersama Godel. "Selama itu kah?" Aswa tidak bisa menutupi rasa terkejutnya.

Sambil mendekatkan diri ke Aswa, Muhayman berbisik, "Aku telah membuktikan! Kelak tiba giliranmu!"

"Maksud Ayah?" tanya Aswa sebagai tanda kebingungan.

"Ayah telah menuju hidup sebenarnya! Hehehe..." Muhayman tersenyum sambil memeluk Aswa. Saat itu pula air matanya menetes.

"Aswa belum siap menerima perubahan drastis..." kata Aswa sambil menangis. Aswa paham maksud perkataan Muhayman.

Tubuh Muhayman mulai memudar. Saat itu pula ia berkata, "Kau lupa lagi! Dasar manusia, makhluk pelupa! Aku adalah kau, dan ka..."

"... dan ayah adalah Aswa," kata Aswa. Seketika Aswa

Muhayman memberi Aswa nasehat, "Mulai sekarang jangan pernah kau bersedih hati. Kecuali kau menjadi orang yang tidak bertanggung jawab. Perhitungkan segala perbuatanmu. Kejar mimpimu! Aku akan terus hidup bersamamu..."

"Baik, Ayah!" kata Aswa sambil meneteskan air mata. 

Seketika tubuh Muhayman memudar dan berubah menjadi seberkas sinar kecil seperti debu. Sinar ini jatuh ke telapak tangan kanan Aswa.

Aswa berdiri mengambil pakaian kesukaan Muhayman. Sejurus kemudian menaruh sinar itu dalam lipatan pakaian.

Seberkas sinar dalam lipatan Aswa bawa ke pekarangan rumah untuk dimakamkan. Tempat ini sama persis dengan makam Muhayman sebenarnya.

Selesai mengubur pakaian itu, Aswa berdiri merenung di sisi makam Muhayman.

Tidak berapa lama ia melihat Neo sedang berlari ke arahnya!

Samar-samar di belakang Neo ada Jeon, Yanda dan Godel berjalan masuk ke pekarangan rumahnya.

"Aswaaa..." teriak Neo sambil memeluk Aswa. Dalam adegan itu Neo terlihat bersedih.

Posisi seperti ini dengan sesama jenis tidak disukai Aswa. "Argh... Bos... lepaskan!" teriak Aswa.

Aswa yang tidak mampu menjaga keseimbangan terjatuh ke belakang. Terus jatuh seperti masuk ke dalam jurang.

.......

"Haah...!" Aswa tiba-tiba bangun dari opname!

*Cup...!*

Tanpa disengaja Neo mengecup dahi Aswa!

"Hei! Apa yang terjadi!" kata Aswa terkejut.

"Kau tiba-tiba saja bangun! Kau tidur lama betul!" kata Neo dengan nada marah.

"Ayah..." Aswa teringat dengan Muhayman yang sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Neo lalu duduk di sisi Aswa dan berkata, "Tadi aku mencium wangi prafum di depan rumah."

"Parfum..." Kata Aswa mengoreksi perkataan Neo.

"Iya itu... ternyata wanginya dari dahimu! Mimpi apa kamu selama ini?" Tanya Neo.

"Oh, itu..." Aswa tidak dapat menjawab pertanyaan itu karena Neo tidak akan paham.

Neo membalas, "Apa?! Gara-gara kau misi kita kena tunda!"

"Besok kita mulai ya, Bos. Hari ini aku mau tidur-tiduran saja." Kata Aswa sambil melepas selang infus.

"Sudah setahun kau tidur!" teriak Neo sambil mencekik leher Aswa.

Mendapat cekikan Neo, Aswa membalas dengan mendorong kepala Neo.

Tidak berapa lama Jeon, Yanda dan Godel masuk ke kamar.

"Aswa! Kau sudah sembuh!" Jeon segera berlari ke samping Aswa. 

"Banyak yang mengkhawatirkanmu. Bahkan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah datang menjenguk," lanjut Jeon.

"Memang ada apa denganku?" tanya Aswa.

Yanda mencoba menjawab pertanyaan Aswa, "Kau sudah tidak sadarkan diri selama empat puluh hari. Belum lagi... Ayah..."

"Tidak perlu khawatir! Kau ha-harus istirahat yang cukup. Dokter bilang ranah pikiranmu mengalami malpraktik," ujar Jeon yang segera memotong perkataan Yanda.

Jeon tidak ingin melihat Aswa sedih setelah mendengar ayahnya meninggal. Dalam kondisi lemah, Aswa jangan sampai menanggung pikiran yang berat.

Masalah yang bertubi-tubi datang dalam hidup Aswa mengundang rasa kasihan pada diri Jeon. Di antara kelima remaja ini, dapat dikatakan Jeon yang memiliki hati paling peka.

Proses pemulihan ranah pikiran Aswa yang memiliki sembilan [Domain] tidaklah mudah. Terlebih Aswa tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

Seharusnya Aswa tidak membuka [Domain] pikirannya sekaligus. Tetapi satu per satu. Membuka seluruh [Domain] sekaligus menyebabkan banyak informasi yang diproses secara tiba-tiba. Proses ini membutuhkan banyak energi yang tidak cukup disuplai tubuh Aswa. Hasilnya Aswa mengalami gangguan metabolisme hebat.

"Dimana ayahku?" tanya Aswa pura-pura tidak tau.

Godel lalu berkata, "Sudahlah, kau harus cepat pulih! Ada informasi penting yang ingin ku ceritakan."

"Benar kata Godel, kau harus cepat sembuh. Ayahmu baik-baik saja, jadi jangan dipikirkan," kata Jeon menambahkan.

"Tertidur selama empat puluh hari, aku memang harus mengembalikan kondisi fisikku," ujar Aswa.

"Bagaimana dengan ranah pikiranmu?" tanya Yanda.

Aswa lalu melihat ke arah atas. 

Yanda kebingungan dan bertanya lagi,"Apa yang kau lakukan, bodoh?"

"Aku sedang melihat ranah pikiranku... hmm... Sepertinya baik-baik saja," jawab Aswa enteng.

"Si Goblok! Setelah tidur selama empat puluh hari kau jadi orang gila!" umpat Yanda.

"Oh, ya... Kemana Neo pergi?"

Yanda mengendus sesuatu yang buruk tengah terjadi. "Astaga aku lupa mengatakan jika sore ini... nanti ku jelaskan. Ayo kita keluar!"

Next chapter