1 Prolog

Seorang gadis kecil berusia 7 tahun sedang memegang Ipad keluaran terbaru dengan senyum manis diwajahnya. Layar Ipad itu menampilkan sosok wanita muda yang sedang berada di dalam mobil menembus guguran salju diseberang sana.

Kontras dengan guguran salju yang terlihat dilayar Ipad, di sini gadis kecil itu bersama seorang pria yang sedang memotong daging. Dengan tangan dibalut sarung tangan steril, pria itu melambai ke arah kamera dan tak sengaja mencipratkan darah yang ada di sana. Melihat itu, sang putri tersenyum senang karenanya.

Dengan logat France yang sempurna, pria itu berseru ke kamera. "Hai sayang, lihat apa yang kulakukan? Baby, lambaikan tanganmu pada Mom." Gadis kecil itu melambaikan tangan ke kamera dan menyerukan nama Mom-nya.

Di seberang sana, wanita yang dipanggil Mom itu tersenyum kecut melihat interaksi suami dan putrinya.

"Honey, sudah berapa kali ku ingatkan agar tidak memperlihatkan kebiasaanmu itu pada putri kita. Dia masih kecil, kau tau itu."

Gadis kecil yang sedang dibicarakan itu menoleh ke kamera dan mengungkapkan sesuatu yang membuat mom nya terkejut. "Mom, jangan marahi Dad. Aku yang meminta Dad menunjukkan nya dan membawaku kesini untuk menepati janjinya tahun lalu. Dan aku suka melihatnya, bagaimana cara Dad memotong daging itu dengan baik. Kau tau Mom? Aku sudah suka melihat Dad melakukan itu saat pertama kali Dad menunjukkannya semalam. Hal itu membuatku senang."

Disaat Ibu gadis itu menunjukkan raut terkejut, Ayah gadis itu malah tertawa bangga—seolah menunjukkan bahwa gadis kecil itu adalah cerminan dirinya.

"Mom, sudah dulu ya, aku ingin mencoba memotongnya juga. Dad bilang aku boleh melakukannya kalau aku sudah menunjukkan ini pada Mom. Dad, mau bilang sesuatu pada Mom sebelum aku tutup?"

Gadis kecil itu bersiap melambai saat suara sang ayah terdengar, "Tenanglah Honey. Aku tau dia masih kecil, tapi aku jamin dia tidak akan melakukan hal ini selain bersamaku. Dia cukup pintar untuk tidak melakukan laranganku. Hati hati di sana, Honey. Jaga kesehatanmu dan jangan lupa makan yang banyak, aku suka melihatmu gemuk." Kekehan singkat dari sang suami membuatnya memelototkan mata dan membuat sang putri kecil tertawa.

"Quin, Mom akan selesaikan pekerjaan Mom dan pulang secepatnya. Jaga kesehatanmu dan jangan terlalu banyak makan coklat." Sontak gadis kecil itu menutup mulutnya dan menggelengkan kepala. "Honey, sampaikan salamku untuk dua pangeran kecil kita. Mom tutup ya, dah baby, dah honey"

Dengan kompak, pasangan ayah-anak itu membalas kata penutup dari seberang sana.

"Nah Baby, ayo sini. Saatnya mencoba. Oh ya, jangan lupa merekam nya ya, untuk kenang-kenangan" Pria itupun tertawa, disusul tawa putrinya.

"Aku datang Dad," Gadis kecil itu mengklik tombol perekam di Ipad miliknya dan menyusul Dad nya di depan sana.

Dengan darah disekitar mereka, dan 'pemandangan' yang sungguh tak elok dilihat, gadis itu tak terlihat jijik sedikitpun. Gadis kecil itu senang bahkan mereka berdua tertawa dan terlihat seolah itu bukanlah apa apa. Hanya aktivitas biasa yang menyenangkan.

"Dad punya rahasia lagi tidak? Kapan aku boleh mengetahuinya?"

Pria itu tersenyum misterius sebelum menjawab pertanyaan putrinya. "Dad punya banyak rahasia. Salah satunya Lux dan itu sesuatu yang akan Dad berikan padamu tahun depan dihari ulang tahunmu. Sampai saat itu tahan keingintahuanmu, Baby. Jangan mencoba mencari tau sendiri seperti saat kau mencari tau apa yang dad lakukan ini tahun lalu."

Gadis kecil itu mengangguk senang. Setelahnya, ruangan itu hanya di isi dengan pertanyaan yang terdengar begitu antusias. Sedangkan Ipad itu terus merekam aktivitas mereka hingga dua jam kedepan.

◽♨◽

--Setahun yang lalu--

Alarm diatas nakas sedari tadi terus mengeluarkan bunyi 'bip' yang cukup nyaring. Padahal jam masih menunjukkan pukul 02.08 dini hari.

Gadis kecil diatas ranjang queen size itu terbangun, mengucek mata dan berdiri untuk memasang sandal rumah miliknya yang begitu imut. Dengan pakaian piyama, ia berjalan menuju ruang bawah tanah setelah mengambil sarung tangan dibawah bantalnya.

Hampir seluruh ruangan remang. Hanya ada bantuan sinar yang menyala dari dalam dinding—ciptaan iseng si tuan rumah.

Gadis kecil itu menuruni tangga khusus menuju ruang bawah tanah yang akan bersinar setiap pijakannya.

Di anak tangga terakhir—saat ia sampai di lorong sebelum pintu bawah tanah—sensor panas tubuh gadis itu, membuat lentera elektrik di lorong menyala.

Gadis itu terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan pintu kaca—yang sebenarnya tembus satu arah dari dalam. Di pintu itu ada tombol untuk meletakan sidik jari tuan rumah. Gadis kecil itu tau ayahnya tak mungkin membiarkan orang lain masuk sembarangan. Karena itu, dia memasang sarung tangan bersidik jari ayahnya di tombol itu. Pintu terbuka dan gadis itu terkejut melihat apa yang ada di dalam tak sesuai harapannya.

Di sana, ayahnya hanya sedang duduk membaca buku ditemani sebotol white wine yang belum tersentuh.

"Hai Baby, terbangun hm?" senyum disertai gestur memanggil ditunjukkan pria itu setelah pertanyaannya.

"Dad, kupikir dad sedang melakukan suatu pekerjaan yang hebat. Tapi dad hanya baca buku? Di tengah malam begini?" kekecewaan jelas terdengar dari nadanya bicara juga raut wajahnya.

Membenarkan posisi duduk putrinya di pangkuannya, ia tertawa. "Hei Baby, Dad tidak melakukan apapun. Dad hanya membaca buku saja. Lihat, bahkan minuman ini belum Dad sentuh. Kau mau mencicipi nya?"

Gadis kecil itu menggeleng—masih dengan raut kecewanya. Ia bukannya tak tau minuman apa itu, dan ia cukup tau belum saatnya ia meminum minuman itu.

Setelah itu mereka berdua memperdebatkan hal yang dirasa gadis itu terlalu aneh. Kenapa harus baca buku di tengah malam? Kenapa harus di sini? Kenapa tidak diruang kerja saja? Kenapa pula untuk masuk ruangan ini harus menggunakan sidik jari sang ayah? Kenapa ayahnya tidak marah saat tau ia kesini di tengah malam? dan berbagai macam pertanyaan yang sebenarnya terlalu pintar untuk ditanyakan anak kecil berusia 6 tahun.

"Stop, Baby. Dad tau kau itu selalu penasaran. Dan kau tau, Dad memang sedang melakukan sesuatu yang membuatmu begitu penasaran. Dad tau kau akan kesini malam ini atau besok, jadi Dad sudah bersiap siap agar kau tidak melihatnya." kekehan kecil mengakhiri kalimat panjang pria itu, membuat gadis kecil dipangkuannya cemberut kesal dengan pipi chubbynya.

"Dad jahat, kenapa aku tidak boleh lihat apa yang Dad lakukan. Dad bilang itu menyenangkan. Aku juga mau mencobanya. Lagipula, Dad tau dari mana aku akan da--"

"Ssst, ini sudah malam baby, sebaiknya kau tidur lagi. Dad janji akan menunjukkannya langsung padamu tahun depan. Sampai saat itu, tahan rasa penasaranmu, atau dad akan menutup ruangan ini tanpa ada seorang pun yang bisa masuk termasuk dad sendiri. Kau mau?"

Dengan rasa penasaran yang teramat sangat dan belum terobati, gadis kecil itu hanya bisa menggeleng cepat menjawab pertanyaan ayahnya.

"Kau lanjutkan saja tidurmu. Nanti Dad menyusul, selamat malam Baby."

Gadis kecil itu mengangguk, lalu mengecup pipi ayahnya. Setelahnya, Ia langsung pergi tanpa mendengarkan percakapan Dad dan momnya di telepon setelah itu.

"Honey, kau tau apa yang baru saja terjadi? Dugaanku tadi sore—sebelum keberangkatanmu ke Swiss, benar-benar terjadi. Baby-ku sudah besar. Quin kita sudah sangat pintar."

=======

Hai hai buat yang baca cerita ini

Terima kasih udah mampir :)

See you next time~

Tertanda

Up : Sabtu, 12 Desember 2020

Revisi (1) : Senin, 14 Desember 2020

avataravatar
Next chapter