10 Bagian 10. Tragedi di Hari Pernikahan

Alexa mengetuk pintu kamar dari luar. Terdengar oleh Raja.

"Siapa?" tanya Raja yang sedang duduk di pinggir ranjang seraya memegang sebuah lukisan dengan kedua tangannya.

"Ini aku, Alexa," jawab Alexa dengan suara yang sangat keras.

"Aku tidak mau diganggu oleh siapapun sekarang. Karena itu, pergilah."

"Aku tidak akan pergi sebelum aku berbicara denganmu, Kakak. Ini mengenai Putri Eirlys."

"Ada apa dengan putriku?"

Raja segera membuka pintu yang semula terkunci. Dia menunjukkan muka khawatir. Berhadapan dengan Alexa di ambang pintu.

"Sebaiknya kita bicara di dalam saja, Kak," pinta Alexa.

"Ayo, masuklah!" ajak Raja mundur beberapa langkah. Membiarkan Alexa berjalan melewatinya. Kemudian Raja menutup pintu.

Alexa dan Raja saling bertatap muka. Berjarak tak jauh. Mereka berekspresi serius.

"Langsung saja. Putri mencemaskan keadaanmu. Apakah kau tidak berniat lagi memimpin kerajaan ini?" tutur Alexa. Alisnya menukik tajam.

"Maafkan aku. Aku masih bersedih karena kehilangan Nalda," jawab Raja meredupkan matanya, "hidupku hampa sekarang. Ingin rasanya ... aku mengikuti Nalda ke dunia sana."

"Pikiran apa itu? Kau mau bunuh diri dan meninggalkan anakmu begitu saja? Kakak, jangan berputus asa begitu. Bersikaplah seperti biasa dan hiduplah dengan normal."

Raja terdiam. Air bening meleleh deras di kedua pipinya. Alexa tertegun, turut merasakan apa yang dirasakan kakaknya. Hatinya seakan berguncang. Kedua matanya sayu.

"Aku tidak pernah berniat mengakhiri hidupku. Karena aku masih memiliki seorang putri. Tapi, Nalda, adalah sebagian hatiku yang selama ini menemaniku. Dialah cinta yang telah melunakkan hatiku sekeras besi. Lalu apakah kau masih ingat tentang aku yang dulunya dijuluki Pangeran Es Abadi? Semua orang sangat membenciku karena kesombonganku, termasuk Nalda," terang Raja membiarkan air mata berjatuhan dari pipinya. Tiba-tiba teringat masa lalunya.

"Ya. Kau bagai patung yang tidak berekspresi, kaku, dan perfeksionis. Lalu Nalda, anak dari kalangan bawah yang terkenal dengan kecantikan hati dan wajahnya, yang berani melawanmu," sahut Alexa mengangguk, "waktu itu, kau sangat marah, Kakak."

"Dia melawanku karena aku telah bertindak kasar pada sahabatnya. Pertengkaran anak-anak kecil yang mengundang tawa, masih membekas di ingatanku."

"Sejak saat itu, kalian berdua bermusuhan. Dari benci menjadi cinta. Sungguh, kisah yang sangat mendebarkan hati."

"Benar. Aku tidak akan pernah bisa melupakan istriku dan bertekad tidak akan menikah lagi."

Raja mengusap air matanya dengan cepat. Alexa tersenyum. Suasana yang sempat melankolis, perlahan normal.

"Aku lupa inti permasalahan yang ingin kusampaikan padamu. Putri ingin menggantikan posisimu untuk memimpin kerajaan ini karena mengkhawatirkan keadaanmu yang sedang berduka. Apakah kau mengizinkan putrimu untuk menjadi Ratu selanjutnya?" Alexa menyipitkan matanya lagi.

Raja terdiam sejenak, menggeleng. "Peraturan turun-temurun kerajaan Winter, hanya Raja yang bisa memimpin. Putriku harus menikah, barulah bisa memimpin kerajaan ini bersama suaminya."

"Itu peraturan lama, bisa saja kita hapus dan menggantinya dengan peraturan baru? Kakak, kau seorang Raja, tentu berhak mengubah kebijakan peraturan kuno dari leluhur kita itu, 'kan?"

"Tidak bisa. Itu sama saja kita tidak menghormati leluhur."

"Tapi...."

"Sudah cukup! Pergilah dari sini sekarang juga!"

"Baiklah!"

Alexa menggeram kesal, langsung bergegas pergi dari tempat itu. Raja menyaksikan kepergiannya dengan muka yang datar. Dia tahu maksud dari balik perkataan adiknya itu.

Alexa berjalan melewati koridor dengan tampang yang menyeramkan. Menyadari Rosa datang dari arah berlawanan darinya. Mereka saling memandang sekilas saja, tetapi Rosa sempat melemparkan senyum padanya.

Alexa pergi menemui Eirlys lagi, sedangkan Rosa mengantarkan makan siang untuk Raja. Rosa sudah tiba di dekat pintu kamar Raja, mengetuk pintu dengan bunyi yang pelan.

"Permisi, Paduka Raja. Ini aku Rosa. Aku mengantarkan makanan dan minuman untuk anda." Rosa memegang baki dengan kedua tangannya.

"Masuklah, Rosa." Raja bersuara yang membuat Rosa tersenyum.

Rosa menekan gagang pintu dengan siku kanannya. Pintu terbuka sehingga dia leluasa masuk dan menemukan Raja sedang duduk membelakanginya di tepi ranjang. Raja mengelus pelan lukisan wajah Nalda dengan tatapan sedih.

"Taruh saja di meja." Raja mengetahui keberadaan Rosa di seberang tempat tidur.

Rosa mengangguk. "Iya, Tuan."

Tanpa sepengetahuan Raja, Rosa menambahkan sesuatu ke makanan dan minuman miliknya. Mulut Rosa juga bergerak pelan. Entah apa yang dibacanya. Dia melakukan semua itu dengan terburu-buru dan berdiri menunggu sampai Raja menoleh padanya.

"Kenapa kau tetap di sini? Silakan keluar!" titah Raja tanpa ekspresi.

"Maaf, Tuan. Ini atas permintaan Putri Eirlys. Putri bilang padaku bahwa anda tidak makan ataupun minum sejak pagi tadi. Jadi, Putri mengharapkan anda makan dan minum sekarang," balas Rosa tersenyum ramah.

"Apa benar putri yang minta begitu?"

"Benar, Tuan."

"Aaah, baiklah."

Raja menghembuskan napas agar hatinya lebih tenang. Dia tidak ingin Eirlys mengkhawatirkannya lagi. Bangkit berdiri dan meletakkan bingkai lukisan Nalda berukuran besar itu, ke tempat tidur. Berjalan ke meja yang terletak di samping tempat tidur.

Raja duduk di kursi, dan makan dengan pelan. Rosa tersenyum karena Raja mau menuruti permintaan Eirlys yang diwakilkan padanya. Namun, sesuatu yang tidak disangka terjadi, Raja memandang Rosa tanpa berkedip.

"Kau ... Nalda?" Mata Raja mengerjap beberapa kali. Biarpun dia mengucek matanya dan mencubit pipinya, tetapi sosok Nalda tetap hadir di dekatnya. Perasaannya memuncak, bahagia tiada tara.

Sosok yang dikira Raja adalah Nalda adalah Rosa. Senyuman menghiasi wajah Raja. Berdiri, lalu berjalan dan memeluk Rosa seerat mungkin.

"Nalda, akhirnya kau kembali padaku lagi. Aku sangat merindukanmu, sayang." Raja menangis terharu, merasakan kedua tangan lembut mendekap pinggangnya.

"Aku kembali untukmu, Rajaku." Suara Nalda terdengar menyentuh gendang telinga Raja. Mendamaikan jiwanya yang rapuh. Kesedihan berangsur lenyap, tergantikan gelora asmara yang terhubung lagi.

***

Pagi itu, teriakan Rosa melengking, menarik semua orang yang ada di istana, pergi ke kamar Raja. Setiap mata terbelalak ketika melihat Rosa berpakaian compang-camping, tersudut di dekat sisi lemari pakaian. Raja kebingungan, memandang Rosa dan semua orang yang hadir, termasuk Eirlys dan Alexa.

"Ada apa ini, Ayah?" tanya Eirlys. Kerutan banyak tercetak di dahinya. Melihat Raja dan Rosa bergantian, penuh dengan pertanyaan.

"A ... Ayah tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja perempuan ini tidur di samping Ayah, Eir," jawab Raja bermuka panik. Gugup setengah mati.

"Ayahmu ini ... telah menodaiku semalaman itu, Putri Eirlys," kata Rosa memeluk dirinya sendiri. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya menggigil hebat. Rambutnya berantakan seperti orang gila.

"Apa itu benar, Ayah?"

"Itu tidak benar, Eir!"

"Bohong! Anda memaksaku untuk melakukannya!"

"Hei, kau! Jangan memutarbalikkan fakta!"

"Aku tidak berbohong!"

Perdebatan terjadi di antara Raja dan Rosa. Semua orang kelimpungan. Kemudian Alexa bersuara meninggi.

"Hentikan!" Alexa bermuka garang dan berjalan mendekati Rosa. Dia memeriksa keadaan Rosa dan merangkul bahu Rosa dari samping. "Sesuai peraturan kerajaan, laki-laki yang telah memperkosa seorang wanita, harus bertanggung jawab dengan cara menikahinya atau dihukum mati gantung. Kakak yang seorang Raja telah mencoreng nama keluarga Frezenhait Winter. Apa lagi banyak saksi yang telah melihat keadaan Rosa seperti ini. Mau tidak mau, Kakak harus menikahi Rosa."

"Aku tidak akan mau menikahinya!" bentak Raja. Mukanya mengeras dengan sorot mata yang menajam.

"Tapi, Paduka, anda telah berbuat kesalahan yang fatal. Sebaiknya anda menikahi Rosa agar tidak dipandang sebelah mata oleh para rakyat," sela salah satu pelayan.

"Benar, Paduka Raja. Anda harus menentukan pilihan bijak agar menyelamatkan kedudukan anda," sahut yang lain.

"Putri Eirlys, bagaimana pendapatmu?" tanya seorang pelayan satu lagi.

Eirlys terpaku di depan keramaian. Dia berpikir dan memperhatikan Raja dengan lirih. Raja memandangnya dengan kedua mata yang meredup.

Suara Eirlys mengusir keheningan yang sempat datang, langsung pergi. "Aku yakin Ayah tidak salah, hanya Ayah yang bisa menentukan jalan keluar dari kondisi ini. Ayah, apa yang akan Ayah lakukan sekarang?"

Giliran Raja yang membisu. Dia menunduk, memejamkan matanya untuk mencoba memikirkan solusi terbaik. Tiba-tiba, bukan wajah Nalda yang terlintas di otaknya, melainkan wajah Rosa. Serangkaian bayang-bayang kejadian semalam, terekam di ingatannya.

"Aku ... akan menikahi Rosa." Raja menengadah, tersenyum.

Semua orang menampilkan ekspresi dan reaksi yang berbeda. Eirlys terperanjat dengan perubahan sikap ayahnya yang mendadak melunak. Kedua netranya membeliak saat Ayah memeluk Rosa.

"Syukurlah. Raja memang bijaksana."

"Tapi, mengapa Raja tampak mesra sekali dengan Rosa? Bahkan dia mengelus pipi Rosa."

"Ada yang aneh."

"Rosa itu penggoda?"

"Bisa jadi. Mungkin dia pakai sihir untuk membuat Raja jatuh cinta padanya."

Beberapa orang yang tidak suka dengan Rosa, berbisik-bisik. Hal itu terdengar oleh Eirlys. Menggugah hati Eirlys ingin menyelidiki keanehan yang terjadi pada ayahnya.

Alexa berjalan menghampiri Eirlys. "Putri, kenapa kau melamun?"

Eirlys tersentak karena tepukan Alexa yang menimpa bahunya. "Ah, tidak ada apa-apa, Paman."

"Sebentar lagi, kau akan memiliki ibu baru. Apakah kau senang?"

"Aku senang karena Ayah juga senang."

Eirlys tersenyum saat Ayahnya tersenyum sambil memegang tangan Rosa. Rosa menangis karena Raja melamarnya dengan perkataan yang manis. Sungguh, momen itu mengoyak hati Eirlys.

Ibu, batin Eirlys yang menangis di dalam hati.

***

Eirlys pasrah melihat keadaan yang terjadi di kehidupannya sekarang. Betapa tidak, hanya dalam dua minggu ini, tiba-tiba, ayahnya memutuskan menikah dengan Rosa. Padahal semua orang masih berkabung atas kematian Ratu. Mereka kecewa dengan Raja yang seenaknya mengadakan pesta pernikahan di tengah masa duka.

Prosesi upacara pernikahan yang digelar di aula istana, berjalan lancar. Para tamu yang diundang dari segala penjuru negeri, turut hadir untuk menyemarakkan suasana pesta pernikahan yang digelar. Mereka menikmati hidangan yang tersedia sambil berdiri dan duduk.

Eirlys melihat Ayahnya yang bersama Rosa dari kejauhan. Dia semakin cantik dengan balutan gaun biru-merah muda dan jepit rambut putih kepingan salju yang menyerupai pakis, itu terpasang di sisi kanan rambutnya. Penampilannya yang anggun serasi dengan sepatu berhak tinggi.

Banyak lelaki muda tertarik untuk memandang Eirlys. Mereka ingin mendekati Eirlys, tetapi terhalang oleh kehadiran Alexa. Alexa sendiri duduk di samping Eirlys.

"Apakah kau bahagia dengan pernikahan ini, Putri?" tanya Alexa. Dia sedang meminum segelas wine.

"Aku bahagia, tetapi juga sedih," jawab Eirlys meredupkan matanya.

"Kenapa begitu?"

"Aku bahagia karena Ayah tersenyum lagi, tetapi aku sedih karena Ayah telah melupakan Ibu."

Alexa terenyuh mendengarkan ucapan Eirlys. Dia menyipitkan matanya.

Eirlys berhenti meminum lemon, merasakan adanya keanehan. Keanehan kenapa dia mau menerima Rosa sebagai pengganti ibunya, padahal sejujurnya dia tidak ingin ayahnya menikah lagi. Tapi, sudah terlanjur basah, Rosa telah menjadi Ratu yang dinobatkan ayahnya hari ini.

Dada Eirlys terasa ditikam pedang yang tajam. Dia tidak mau nama ibunya tersingkirkan dari hati ayahnya. Ayahnya, Christopher Frezenhait Winter, mengagungkan Rosa di depan para tamu sebagai wanita terbaik di hatinya.

"Rosa, permaisuri baruku, yang akan mendampingiku ini adalah wanita tercantik di negeri ini. Aku sangat beruntung mendapatkannya," ucap Chris dengan suaranya yang menggema di tempat itu. Orang-orang hanya mengangguk dan tersenyum. Ada beberapa orang yang menanggapi perkataan Chris.

"Bukankah yang tercantik itu adalah putri anda, Paduka Raja?" tanya salah satu tamu yang ada di dekat Chris.

"Ya. Istri anda memang cantik, tetapi lebih cantik itu, Putri Eirlys!" omel tamu yang lain.

"Kami setuju, Putri Eirlys yang paling cantik!"

"Benar!"

Semua orang ribut mempersoalkan siapa yang paling cantik. Chris kelabakan, berusaha menenangkan mereka. Sementara Rosa bermuka muram seraya mendekap lengan Chris.

"Mereka semua telah menghinaku, suamiku," bisik Rosa. Kedua netranya sayu.

"Tenang, istriku. Jangan dengarkan perkataan mereka," hibur Chris. Senyuman lembut muncul di wajahnya.

Orang-orang tidak suka dengan Rosa, menganggap Rosa telah memanfaatkan posisinya sebagai pelayan pribadi Eirlys untuk naik derajat secara instant agar dihormati. Mereka membicarakan keburukan Rosa, terdengar oleh Eirlys.

"Rosa itu berasal dari luar kerajaan, ditemukan Alexa. Dia itu ternyata memang berniat menjadi Ratu sejak dulu, makanya menggoda Raja."

"Tapi, aneh sekali, yang aku tahu Raja Chris setia pada Ratu Nalda. Aku pernah mendengar percakapan mereka di ruang singgasana, Ratu menginginkan Raja tetap setia padanya jika dirinya yang mati duluan. Apa yang kulihat sekarang? Raja melanggar janjinya sendiri."

"Kasihan Ratu Nalda. Pasti dia menangis sekarang."

"Benar. Tapi, aku lebih kasihan pada putri. Aku takut ibu tirinya tidak sebaik yang kita lihat dulu."

Dua pelayan perempuan muda yang berbicara, tepat di belakang Eirlys dan Alexa. Eirlys mendengarkan percakapan mereka, tiba-tiba merasakan firasat buruk. Entah apa yang terjadi di masa depan nanti.

Pesta tetap berlangsung dengan serangkaian acara yang dibawa oleh wakil kerajaan yakni perdana menteri. Orang-orang tidak sibuk menggosip tentang Rosa lagi, terfokus dengan acara dansa berpasangan. Acara yang paling dinanti-nanti oleh para kawula muda.

Eirlys tidak tertarik untuk berdansa meskipun banyak pemuda yang mengajaknya. Dia berjalan di antara keramaian itu, ingin menemui ayahnya yang sedang pergi bersama Rosa. Langkahnya menghentak lantai bening yang terbuat dari es itu, terhenti saat menemukan ayah dan ibu tiri di salah satu ruangan di lantai satu.

Pintu ruangan itu sedikit terbuka, Eirlys hendak masuk, tetapi niatnya itu batal saat mendengar suara Rosa yang sangat dingin.

"Kau pikir aku bisa tenang saat orang-orang membicarakanku! Kau salah besar, Chris!" bentak Rosa dengan nada yang tinggi. Mengejutkan Eirlys.

"Sabar, istriku. Aku harus melakukan apa agar kau tidak marah lagi padaku?" imbuh Chris. Dia memegang kedua bahu Rosa.

"Kau tidak perlu melakukan apapun."

Tiba-tiba, mata Eirlys terbelalak ketika melihat punggung ayahnya ditembus oleh sebilah pedang hitam. Darah merah segar mengucur deras dari punggung itu. Eirlys syok, tidak bisa menahan gejolak perasaan ketakutannya.

"Ayah!" teriak Eirlys yang melengking. Terdengar oleh Chris dan Rosa.

"Eirlys!" panggil Chris yang menoleh ke arah Eirlys, "cepat pergi dari sini! Selamatkan dirimu! Rosa adalah penyihir jahat dari kerajaan Spring!"

"Benar sekali. Aku Rosa van Spring, istri Raja Spring yang pernah kau bunuh, Christopher Frezenhait Winter!" Rosa tertawa dengan muka yang menyeramkan. Kemudian mulutnya komat-kamit, merafalkan mantra.

Muncul portal bercahaya hitam di samping Rosa. Sosok makhluk menyerupai Elang berbadan Singa keluar dari portal itu. Suaranya nyaring tatkala melihat telunjuk Rosa terarah pada Eirlys.

"Bunuh anak itu, Griffin!" titah Rosa sembari mencabut pedang miliknya dari perut Chris dengan paksa.

Chris yang tidak bernyawa lagi, terkulai di lantai. Cairan merah menghiasi sekitar tubuhnya. Dia telah pergi dan berjumpa lagi dengan Nalda.

Griffin tadi terbang untuk menyerang Eirlys. Eirlys bergeming karena ketakutan, melototkan matanya. Teriakannya yang sangat keras, membahana di koridor itu.

***

avataravatar