7 #7

Matahari bersinar terang dan menelisik ke arah wajahku. Udara dingin sedikit menyusup dari luar membuat pagi serasa semakin dingin. Perpaduan sempurna dari terang mentari dan dinginnya udara.

Aku membuka mata dengan lebar untuk menjawab sinar mentari yang menyambutku dan juga menghadapi hari baru yang kutunggu - tunggu. Sebuah hari yang aku yakin merupakan hari menyenangkan bagiku. Karena hari ini merupakan hari pertama aku dan Ashley menjalani hubungan yang lebih spesial dari sekedar sahabat saja.

Aku menyingkap selimutku dengan senyum di wajahku. Aku mengambil seragam dan handukku untuk menuju ke kamar mandi. Di saat bersamaan, kakakku membuka pintu kamarku sambil menyembulkan kepala dari balik pintu kamarku.

"Hey! Ternyata ada yang ceria banget pagi - pagi kayak gini. Ada apa nih, cantik?" tanya kakakku dengan ekspresi penasaran. Membuatku tertawa karena wajah penasaran kakakku cukup lucu.

"Aku jadian sama si Ashley," jawabku dengan senyum tersungging di wajahku. Namun jawaban itu sukses membuat kakakku berteriak keras karena bingung. Lagi - lagi, ekspresinya membuatku perutku terkocok dan tawaku menjadi sangat keras.

"Hah?! Dia juga?! Gilak! Gue tinggal di dunia apa?!" ucap kakakku sambil memegang dahinya dan lagi dengan ekspresi frustrasi yang lucu.

"Mau bilang 'pantas saja aku sampai sekarang jomblo' ya? Yeh... Itu kan salah kakak yang nggak gencar," ucapku sebelum terkekeh dan sukses membuat kakakku menjitak kepalaku dengan keras.

"Kurang ajar kau jadi adek ya! Sini kakak gampar dulu!" ucap kakakku sebelum menggelitik seluruh tubuhku. Membuatku tertawa keras saking gelinya gelitikan kakakku.

"Hahaha! Sudah kak! Mau sekolah!" ucapku sambil menahan tawa untuk memohon kepada kakakku untuk menghentikan tindakannya. Kakakku ajaibnya menuruti aku dan segera turun ke bawah untuk menyelesaikan pekerjaannya lagi. Aku menghela napas dan segera menuju ke kamar mandi dengan tenang.

Setelah mandi, aku memutuskan untuk sedikit berdandan. Aku merapikan rambutku segera setelah mandi dan segera memakai kemeja seragamku. Setelah itu aku memakai lip balm dan sedikit bedak. Aku siap untuk menghadapi hari baru yang aku sangat yakin akan sangat menyenangkan.

Seperti biasa, aku membuka aplikasi platform belajar dan setelah itu membuka grup line kelasku. Seperti biasa, hanya briefing dari guru dan sapaan pagi teman - temanku yang mengisi grup line kelasku ini. Aku pun membaca briefing pagi dan ikut menyapa guru kami lalu segera menuju ke akun Ashley untuk menyapa kekasih baruku ini.

"Hai ratuku," ketikku dan diakhiri dengan emoji cium. Aku tersenyum sendiri dengan ketikanku sendiri dan jantungku berdetak kencang menunggu balasan Ashley.

Ashley selama beberapa lama tidak membaca pesanku. Jantungku semakin berdegup kencang karena Ashley belum juga membaca padahal sudah sekitar 15 menit. Namun setelah cukup lama aku menunggu Ashley membaca dan membalas, akhirnya Ashley membaca dan membalas pesan dariku. Aku akhirnya bernapas lega.

"Hai. Pagi juga ratuku yang cantik dan dermawan," ketik Hailey diakhiri dengan emoji yang sama denganku. Senyumku semakin melebar membaca ketikan Ashley. Namun sebelum aku membalas, Ashley telah mengirimku sebuah pesan.

"Um...Kamu nanti bisa keluar bareng aku nggak? Aku mau jelasin semua hal. Ini biar semua hal tentang kita berdua lebih jelas lagi," ketik Ashley. Membuatku mengerutkan kening karena tulisannya. Setelah mengerti arti dari tulisan Ashley, aku pun langsung menulis balasan.

"Boleh saja. Mau jam berapa?" ketikku masih dengan kening yang berkerut dan wajah bingung. Aku masih berusaha mencerna keadaan meskipun aku telah mengerti arti tulisan di pesan Ashley.

"Kalau bisa pulang sekolah ini. Kita ketemuan di kafe waktu itu kita terakhir datangi. Mau kan?" ketik Ashley. Tepat setelah itu, aku mengirim stiker sebuah boneka beruang mengangguk. Dibalas Ashley dengan emoji jempol. Tepat di saat itu, panggilan video dimulai dan kami berdua langsung memasuki panggilan video itu.

Entah kenapa, kakiku selalu mengentak - entak dan pikiranku kacau memikirkan pertemuan kami berdua nanti. Aku sangat tidak siap menjelaskan semuanya pada Ashley walau aku tahu Ashley telah menerimaku sebagai kekasihnya sekarang.

Namun di saat bersamaan, aku sedang menebak orientasi seksual Ashley. Aku sempat berpikir bahwa dia adalah biseksual atau queer. Karena di dalam kepalaku, kedua orientasi seksual itulah yang bisa menyukai kedua gender. Aku benar - benar penasaran dengan jawaban Ashley nanti.

Sekolah berjalan dengan cepat dan akhirnya semua pelajaran pun berakhir. Tepat setelah mematikan laptopku, aku mengganti seragam sekolahku dengan jeans ketat dan sebuah kaus putih serta jaket kardigan.

Di saat aku sedang turun, kakakku berjalan keluar dari ruang kerjanya dan melihatku dengan mata ngantuk. Kakakku menatapku dari atas kepala hingga ujung kaki. Setelah itu, dia tersenyum ganjil.

"Ciee...," ucap kakakku dengan senyum menggoda. Membuatku wajahku memerah karena malu. Lalu aku segera menggelengkan kepala dan dengan cepat memakai sepatu.

Lalu setelah selesai bersiap, aku segera mengambil masker kain bergambar beruang dan menuju keluar rumah untuk menuju ke tempat aku dan Ashley akan bertemu.

Setelah menyusuri banyak jalan, aku telah sampai di tempat yang Ashley maksud. Sebuah kafe sederhana yang dekat dengan padang rumput. Cukup menyegarkan mata untuk orang - orang yang berkunjung ke sana.

Aku bisa melihat di depan pintu masuk menuju kafe, Ashley yang wajahnya tertutup masker bergambar bunga sedang setia berdiri dengan dua buah kopi di tangannya. Aku segera berlari menuju ke arah Ashley.

"Hai! Sedang apa di sini? Ayo masuk!" ucapku begitu sampai di dekat Ashley. Reaksi Ashley cukup kaget ketika melihatku. Membuatku terkekeh melihat wajah kagetnya yang cukup imut di mataku.

"Oh halo! Aku nggak mau masuk, Hail. Kita bicara di sana saja," ucap Ashley sebelum menunjuk tempat yang adalah perbatasan jalan raya dengan padang rumput yang sangat luas.

Aku dan Ashley pun segera menuju tempat itu. kami berdua duduk di palang perbatasan sambil memandang padang rumput luas di hadapan kami. Tercipta suasana hening di antara kami dan lama - lama perasaanku tidak enak. Aku pun memutuskan untuk menghentikan keheningan ini.

"Ash,""Hail," ucap kami berdua dengan kompak. Tanpa sadar, kami berdua jadi menatap mata satu sama lain. Hal itu membuat kami saling memaligkan wajah karena malu sendiri.

"Um... Aku mau bilang soal diriku. Aku ini sebenarnya bukan lesbian," ucap Ashley. Namun aku sama sekali tidak kaget dengan ucapannya. Aku masih ingat seberapa suka Ashley dengan Tirano dan juga semua tebakanku selama sekolah tadi.

"Aku tahu. Kamu lebih ke Biseksual atau nggak Queer. Begitu kan?" tanyaku sambil menatap Ashley dalam - dalam. Ucapanku itu dibalas Ashley dengan anggukan dan juga senyum ganjil di wajahnya. Apakah dia merasa malu karena dirinya tidak lurus?

"Lebih tepatnya seorang Queer. Aku benar - benar tidak memandang gender jika sudah masuk tahap jatuh cinta. Mau dia laki - laki atau perempuan, sama saja di mataku," jawab Ashley untuk membenarkan ucapanku. Aku hanya membalas dengan anggukan dan hal itu malah berdampak pada keheningan selanjutnya.

"Kamu sendiri? Pure lesbian?" tanya Ashley. Dijawab olehku dengan anggukan kepala. Aku segera menghela napas dan siap menceritakan semuanya.

"Aku ini lahir di keluarga yang tidak sempurna. Ayahku sangat kasar pada aku dan ibuku. Dia juga yang membunuh ibuku dan itu membuat dirinya ditahan seumur hidup di dalam penjara. Sebenarnya, aku mungkin sudah tidak normal dari awal dan ayahku memperparah hal itu," ucapku sebelum menghela napas dan bercerita lagi. Sementara Ashley mendengarkanku dengan wajah penasaran miliknya yang lucu. Itu cukup membuatku tenang saking imutnya.

"Jangan gitu mukanya dong sayang," ucapku sambil mencubit gemas pipi Ashley. Membuat Ashley sedikit merintih kesakitan.

"Ih...Lanjut ceritanya dong. Sakit tau!" ucap Ashley sambil memukul pundakku. Aku hanya terkekeh pelan mendengar ucapan dan keluhan lucu yang keluar dari mulut Ashley.

"Hehehe... Oke aku lanjutin. Kakakku bahkan tahu aku tidak normal. Makannya di beberapa kesempatan dia mengenalkanku pada beberapa temannya yang lesbian agar aku tidak patah hati karena jatuh cinta dengan seorang gadis di sekolah," ucapku sebelum tersenyum pahit. Dihadiahi dengan tatapan iba Ashley.

"Tapi siapa sangka, aku menemukan dirimu. Seorang queer yang cantik dan sangat baik hati. Aku bersyukur kau tahu," ucapku sambil menyunggingkan senyumku selebar mungkin.

Siapa sangka, Ashley menurunkan masker miliknya dan maskerku lalu menciumku tepat di bibir. Aku membalas ciuman Ashley dengan mengelus pipinya dan memperdalam ciuman kami berdua.

Di dalam sesi ini, benar - benar dunia hanya milik kami berdua. Memang jatuh cinta adalah hal yang paling menyenangkan di seluruh dunia.

"Kalian!" teriak seseorang dari belakang. Aku segera melepas ciumanku dengan Ashley dan segera melihat ke arah asal suara itu. Asal dimana suara itu membuatku terkejut.

Suara itu milik ayah Ashley. Wajahnya berwarna merah dan suara gertakan giginya terdengar hingga kemari. Tangannya mengepal siap menonjok siapa pun yang menghalangi jalannya.

Ketika sampai di depan kami, Ayah Ashley menatapku dan Ashley bergantian dengan tatapan nyalang. Ayah Ashley menggelengkan kepala seakan tidak terima dengan apa pun yang dia lihat.

"Kau! Banyak sekali yang akan kita bahas!" kata ayah Ashley sebelum menarik tangan Ashley. Ashley segera mengerang kesakitan karena genggaman ayahnya. Aku terdiam melihat semua hal di depanku seakan sebuah peristiwa yang sangat cepat berlangsung.

"Ayah kumohon! Jangan seperti ini," ucap Ashley dengan suara gemetar akan menangis. Namun ayah Ashley tetap menariknya dan tidak peduli dengan rintihan putrinya.

Mendengar teriakan Ashley, aku langsung menggelengkan kepala untuk kembali menuju ke kesadaran. Aku pun segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ashley. Aku berlari ke depan ayah Ashley dan berhasil menghentikan langkah ayah Ashley. Tepat di depannya, aku berbicara dengan nada yang mantap.

"Ini salah saya. Saya bisa jelaskan," ucapku sambil berusaha sesopan mungkin dan sangat memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulutku. Aku menatap Ayah Ashley dengan napas tertahan dan juga jantung yang berdetak kencang.

Hal yang tanpa kusangka terjadi. Ayah Ashley menampar keras pipiku dan menarik rambutku hingga aku jatuh tersungkur ke tanah. Hal itu sanggup membuatku tersentak dan pipi berdenyut saking sakitnya. Namun apa yang dilakukan Ayah Ashley, mengalahkan rasa sakit di kepala dan pipiku.

"Kau membuat putriku jatuh ke jurang ini. Dasar bajingan!" ucap ayah Ashley. Sanggup membuatku terdiam saking sakitnya hatiku. Aku hanya terduduk di jalanan sambil memegang pipi.

Karena perkataan ayah Ashley, Ashley memutuskan melepas genggaman ayahnya dengan gigitan dan berdiri di tengahku dan ayahnya. Ayahnya berteriak kesakitan dan mengeluarkan beberapa kata umpatan. Tepat saat itu, Ashley berbicara hal yang aku yakin membuat Ayah Ashley tersentak.

"Ayah selalu menekanku! Ayah tidak pernah membiarkan aku menjadi diriku sendiri! Ayah nggak pernah ngerti aku! Sekarang Ayah dengan mudahnya menyiksa seseorang yang kusayangi! Dasar Ayah sialan!" ucap Ashley. Membuatku terdiam dan membelalakkan mata mendengar pernyataan Ashley. Namun di saat bersamaan, bulu kudukku berdiri saking takutnya menebak apa yang terjadi.

"Dasar anak kurang ajar! Ayah tidak pernah mendidikmu seperti ini! Impian ayah itu kamu belajar dengan rajin lalu menemukan seorang pria dan menikah dengan dia. Lalu berakhir bahagia dengan anak - anakmu nanti. Bukan malah berpacaran dengan gadis ini! Kamu lurus! Ayah tahu itu! Namun karena gadis ini, kau berubah!" ucap ayah Ashley panjang lebar. Membuat mataku sayu mendengar setiap ucapannya. Sebuah rasa sakit di hatiku membesar mendengarnya.

"Itu impian ayah! Aku punya impianku sendiri! Karena aku ini bukan boneka yang bisa Ayah atur! Aku hidup dan punya kehidupanku sendiri!" ucap Ashley. Ucapan Ashley cukup membuat mataku kembali terbelalak dan semua badanku membeku saking kagetnya. Aku tidak menyangka seorang Ashley yang lucu dan menggemaskan bisa berbicara sebegitu luwesnya di depan ayahnya sendiri.

"Dengar! Kamu bagian dari mimpi Ayah! Ayah ingin kamu memiliki hidup lurus! Dan beraninya kau mengatai Ayah! Dasar anak bajingan!" ucap Ayah Ashley dan tubuhku yang membeku tidak sanggup menghentikan pertengkaran ayah anak ini. Aku hanya bisa diam menatap mereka berdua saling beradu hal yang benar.

"Jadi memang lebih baik aku pergi dari hidup Ayah!" teriak Ashley dengan wajah memerah hendak menangis. Membuatku menelan ludah dan berusaha bergerak untuk menghiburnya. Namu tubuh ini terus menolak perintah dariku.

Namun ucapan Ashley cukup membuat ayah Ashley berwajah semakin merah. Ayah Ashley pun menarik tangan Ashley kembali. Kali ini sangat kuat hingga semua keluhan Ashley tidak didengarkan.

Aku merasa tidak berguna. Aku tidak dapat mengejarnya walau aku tahu dia menatapku dengan tatapan mengiba dan minta tolong. Bahkan ketika badanku mulai bisa bergerak, aku hanya bisa mengejar mobil Ashley yang bergerak dengan kecepatan tinggi.

avataravatar