webnovel

First Morning

(Prolog)

"Aaaahhh... brengsek!" teriak perempuan itu sembari melempar ponselnya ke arah lantai. Wajah cantik itu tampak kusut dengan mata sembab karena tak bisa tidur dan menangis semalaman. Rambutnya yang ikal dan panjang tampak tak beraturan seperti telah memutuskan hubungan dengan sisir selama beberapa waktu.

Dengan balutan tanktop serta hotpants di tubuhnya, perempuan itu duduk meringkuk di atas ranjang, memandang ke sekeliling kamar apartemennya yang berantakan. Botol whiskey tergeletak begitu saja di atas lantai berlapis karpet, belum lagi bungkus rokok dan bungkus makanan yang berserakan di lantai berlapis karpet.

Perempuan itu kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, memejamkan mata dan berpikir keras.

"Laki-laki bajingan... Beraninya kamu pergi begitu saja dariku..." geramnya.

Perempuan itu pun kembali terisak, lalu jatuh terlelap di tengah isaknya dengan sebuah benda bergaris dua.

******

"Sandra..." ucap Cassandra sembari mengulurkan tangannya, menerima jabatan tangan lelaki itu. "Martin," lelaki itu mengucapkan namanya sembari tersenyum simpul.

Martin adalah lelaki yang tampan dan tampak menantang di mata Cassandra. Ia mengenalnya pada sebuah acara peresmian cafe. Kala itu Cassandra yang datang bersama sahabatnya Chloe tengah duduk sembari mengobrol santai, ketika tiba-tiba dua orang lelaki datang menghampiri mereka.

Ternyata itu adalah Bram, laki-laki yang sering diceritakan Chloe pada Cassandra belakangan ini. Bram, lelaki tampan pewaris tunggal perusahaan garmen multinasional yang sedang jadi incaran Chloe. Namun siapa gerangan lelaki yang bersama Bram itu? Batin Cassandra berusaha keras agar tak tampak sedang mengamati.

"Oh iya, kenalin ini temen gue, Martin" ujar Bram pada Chloe dan Cassandra.

Lelaki itupun tersenyum tipis sembari menyebutkan namanya.

Cassandra mengamati lelaki itu, berusaha tak tampak tertarik, meski sebenarnya sulit.

Bagaimana tidak? Dengan ripped jeans, t-shirt putih dan jaket kulit hitam yang membalut tubuh atletisnya itu, ditambah piercing di bagian alis dan senyum simpulnya, tentu saja sulit bagi Cassandra untuk tidak menaruh perhatian padanya.

Malam itu Cassandra dan Chloe pun menikmati malam minggu mereka bersama Bram dan Martin. Dalam pengaruh dentuman musik yang kencang dan alkohol, suasana semakin terasa memabukkan bagi mereka. Dengan berani, Cassandra pun menarik tangan Martin ke lantai dansa. Perempuan itu meliukkan tubuhnya dengan sangat menggoda di depan Martin. Tanpa segan, Cassandra juga membelai wajah Martin dan memasang ekspresi menggoda ketika mereka berdansa berhadapan di tengah suasana yang semakin hangat.

Martin pun terpesona dengan keberanian dan tentunya kecantikan wajah serta kemolekan tubuh Cassandra. Apalagi sudah lama lelaki itu tidak dekat deengan perempuan manapun.

Usai pesta yang meriah itu, Chloe yang sudah mabuk berat diantar oleh Bram dengan sedan Phorsche-nya, sedang Cassandra langsung naik ke boncengan motor sport milik Martin. Malam itu Martin menginap di apartemen Cassandra.

Seperti menuntaskan hasrat yang sudah mereka tahan sejak di lantai dansa, malam itu Martin pun menikmati tubuh Cassandra tanpa sisa. Lelaki itu menjelajahi setiap inci kemolekan Cassandra, begitupun sebaliknya.

Tak hanya di tempat tidur, kamar mandi, sofa dan dapur pun mereka eksplorasi tanpa ampun.

Cassandra Allodya sudah biasa melakukan hal ini. One night stand dengan lelaki yang ia anggap menarik. Tapi kali ini rasanya berbeda, Cassandra ingin sesuatu yang lebih. Ia menyadari hal itu keesokan paginya ketika ia terbangun lebih dahulu dan sudah bebas dari pengaruh alkohol kemudian mengamati sosok Martin yang lelap di sampingnya.

Inilah keputusan terburuk Cassandra di sepanjang kisah one night stand-nya.

Bukannya bergegas ke kamar mandi dan berpakaian, Cassandra malah tidur menyamping dan memandangi garis-garis wajah Martin yang ternyata begitu tampan.

Entah apa yang merasukinya, Cassandra bahkan menelusuri garis-garis wajah Martin dengan jemarinya. Ia melakukannya dengan begitu perlahan karena tak ingin mengganggu tidur Martin.

Sialnya, entah sejak kapan sebenarnya Martin terbangun, lelaki itu tiba-tiba membuka mata dan langsung menarik wajah Cassandra mendekat ke wajahnya dengan kedua tangannya yang kokoh, mengecup dan melumat bibir Cassandra hingga perempuan itupun merasa terbang ke awang-awang.

Inilah keputusan terburuk kedua Cassandra. Ia selalu tegas pada dirinya sendiri bahwa tidak akan melakukan ciuman dengan perasaan bersama partner one night standnya.Tapi kali ini berbeda, Cassandra seperti terbelah antara ingin dan tak ingin menahan perasaannya sedikitpun.

Pagi itu mereka pun kembali saling menikmati seperti yang terjadi di malam harinya. Keputusan terburuk ketiga. Cassandra biasanya tidak pernah mengulang hubungan seks dengan partner one night standnya di pagi hari. Malahan, kebanyakan partner one night stand itu biasanya tidak sampai menginap.

Tapi kenyataannya, Cassandra kini tengah ada di atas tubuh atletis Martin, membebaskan hasratnya, membiarkan Martin mengeksplorasi keindahan lekuk-lekuk tubuhnya, dan begitu juga dirinya yang menunggangi Martin tanpa ampun.

Keringat. Desah. Erangan. Racauan. Apartemen Cassandra pagi itu terasa begitu beruap.

"Girl, you are amazing," ucap Martin sembari mengecup kepala Cassandra yang tengah menikmati bersandar pada dada Martin. Usai ronde kedua percintaan panas mereka, kini keduanya tengah berbaring santai di atas tempat tidur Cassandra.

"You are amazing, too," jawab Cassandra. Tiba-tiba Cassandra dikejutkan oleh tangan Martin yang menarik tubuhnya mendekat.

"Kamu punya pacar?" tanya Martin sembari menatap kedua mata Cassandra.

Cassandra terdiam lantaran tak siap dengan pertanyaan semacam itu pada pagi usai kencan one night stand.

"I'm single... kalau punya pacar mana mungkin pagi ini kamu ada di atas tempat tidurku," jawab Cassandra yang kemudian menyesali ucapannya sendiri. Cassandra selalu membangun persona dirinya sebagai perempuan yang bebas dan tidak mudah ditaklukkan. Namun jawaban yang barus aja ia lontarkan seakan-akan mengesankan bahwa dirinya adalah perempuan yang setia, yang tidak mungkin tidur dengan lelaki lain selain kekasih atau pasangannya.

Martin tertawa kecil. "You're nice girl..." ujarnya. Sembari membelai lembut pipi Cassandra dengan ibu jarinya. Dada Cassandra berdesir. Seperti menyadari perubahan samar pada ekspresi Cassandra ketika menerima belaian lembut jemari Martin di wajahnya, Martin pun bertanya, "Oh, sorry. May I?" ujarnya.

Cassandra pun tersenyum, "that's okay. It's nice," ujarnya kembali menyesali perkataannya.

Sesaat mereka berdua pun merasa canggung.

"Kamu? Punya pacar?" tanya Cassandra ragu.

Martin menggeleng. "Not yet. Aku masih suka bebas," jawabnya sembari masih tak lepas memandangi wajah Cassandra.

Cassandra merasakan sedikit kelegaan pada hatinya. Entah kelegaan karena Martin mengaku sebagai seorang individu yang bebas dan tidak memiliki proyeksi pada hubungan dengan komitmen, atau kelegaan karena Martin ternyata belum memiliki kekasih.

"Uhm...well, bagus lah kalau gitu," ucapan Cassandra meluncur begitu saja dari mulutnya.

Martin mengernyit heran. "Apanya yang bagus?" tanya lelaki itu.

Wajah Cassandra jadi sedikit panik. "Maksudku, bagus lah, kapan-kapan kita bisa ngedate lagi," ujarnya.

"Oh, well... hahaha, kirain..." ujar Martin.

"Kirain apa?" tanya Cassandra.

"Kirain mau ngajakin pacaran," gurau Martin.

Cassandra tertawa, sebenarnya hanya karena bingung harus menjawab apa. Ini aneh. Tak biasanya ia merasa gugup sekaligus berbunga-bunga seperti ini.

"Apaan, sih..." ujar Cassandra sembari mencubit pinggang Martin.

"Hahaha... aduh, sakit tau..." ujar Martin berusaha melepaskan jepitan jari Cassandra pada pinggangnya.

Cassandra pun bangkit dari posisinya, duduk membelakangi Martin dan menggelung rambut panjangnya. Mata Martin tak lepas menatap lekukan indah tubuh Cassandra. Punggung mulusnya yang memiliki tato mawar di bagian belakang pundak, lengkung tulangnya yang sempurna. Refleks, Martin pun memeluk Cassandra dari belakang. Cassandra memekik pelan.

"Ah, apaan sih, Martin," pekiknya diselingi tawa.

"Mau ke mana? Sini aja dulu, ngobrol-ngobrol..." rayu Martin.

Mau ke kamar mandi, terus mau bikin sarapan. Kamu nggak lapar apa?" jawab Cassandra.

"Oke I'm in," ujar Martin sembari menciumi pundak dan leher Cassandra.

" Sorry...What... you're in to?" tanya Cassandra antara heran dan menahan gairahnya yang tiba-tiba kembali naik.

"I'm in, joining you in the bathroom, if you don't mind..." ujar Martin di telinga Cassandra.

Entah hal ini sudah menjadi keputusan terburuk yang ke berapa, namun nyatanya Cassandra pun tak mampu menolaknya. Mereka bercinta untuk ketiga kalinya sejak malam hingga pagi menjelang siang itu. Inilah pagi pertama bagi Cassandra membiarkan seorang lelaki asing ada di dalam kamarnya. Di dalam tubuhnya. Berkali-kali.

Next chapter