1 Gadis polos

Part 1

Pov : Cinta

Ketika kupandangi hidupku sekarang, tak kusangka telah menjadi seorang wanita yang penuh dengan rasa dendam. Setelah semua perjalanan masa lalu kelamku. Tak akan pernah aku lupakan atas perbuatan mereka. Bahkan sampai sekarang pun mereka tak pernah meminta maaf.

***

Tiga tahun yang lalu, aku hanya seorang gadis perawan lugu yang bekerja di sebuah restoran makan pinggir jalan. Aku bekerja sebagai pelayan. Hasil kerjaku untuk kebutuhan sehari-hari, karena aku hanyalah seorang anak yatim piatu. Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku, aku hanya ditinggalkan di sebuah panti asuhan saat aku bayi. Pengasuh panti asuhanku yang becerita keberadaanku di sana. Saat aku berusia 18 tahun, aku pun memutuskan bekerja di kota agar aku tidak menjadi beban di panti asuhan tempat saat aku kecil dulu.

Namaku Cinta. Salah satu pengasuh panti asuhanku memberikan nama itu. Beliau beharap agar suatu saat aku punya kehidupan penuh cinta seperti namaku.

Pada hari itu, semua pelanggan restoran sangat ramai. Aku dan pegawai lain sangat sibuk bekerja. Saat toko hendak tutup, datang seorang pria rupawan memesan makanan.

"Tolong saya mau nasi goreng spesial," ujarnya sambil berteriak.

Kulihat pakaian pria itu sangat rapi, tapi dia dalam keadaan mabuk.

"Woy, tak ada yang mendengarkan saya. Saya mesan nasi goreng spesial. Saya lapar," teriaknya lagi.

Seketika semua pegawai terkejut atas tingkah pria itu. Tak ada yang berani mendekatinya. Termasuk diriku. Namun, manager restoran menyuruhku untuk melayaninya.

"Cinta, tolong kamu layani. Semua pegawai sedang sibuk. Cuman kamu sepertinya tidak terlihat sibuk."

"Tapi, Pak. Saya–"

Tak berani aku membantah managerku karena masih membutuhkan pekerjaan ini. Sangat sulit bagiku mendapatkan pekerjaan lain yang menerima lulusan SMU sepertiku. Aku pun dengan takut menghampiri pria tersebut. Perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya. Kuberanikan diri bicara.

"Maaf, Pak. Pesan satu porsi atau lebih?" Kuberanikan diri bicara.

"Satu porsi saja tapi full. Sama teh esnya juga." Dia menjawab tegas.

Langsung kubuatkan pesanan dan tak lama kemudian kuantar pesanan ke meja. Dengan lahap dia memakannya, karena melihat tingkahnya tak kusangka aku masih berada di dekatnya dan sedikit tertawa. Dia pun berdehem keras.

"Kau menertawakanku!" teriaknya lagi, sampai seisi restoran melihatku.

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja."

"Sana kamu pergi! Membuat saya tidak berselera makan," ujarnya sambil menghentakkan meja.

Aku kaget mendengarnya, dia pun pergi tanpa membayar pesanannya. Manager langsung menyuruhku untuk mengejarnya karena aku yang melayaninya. Dengan rasa takut kukejar pria itu sambil aku memanggilnya.

"Pak, tunggu! Anda belum membayar pesanan Anda! Pak," teriakku sembari berusaha mengejarnya.

"Apa lagi? Aku tidak akan membayar pesanannya karena kamu membuatku tidak selera makan," bentaknya sambil menunjuk-nunjuk mukaku.

Aku ketakutan, ingin rasanya ku berteriak minta tolong, tapi suaraku seakan tak bisa keluar. Tak lama dia berteriak, lalu pria itu pingsan. Aku panik dan minta tolong kepada orang lewat untuk membawanya ke rumah sakit.

***

Sesampai di rumah sakit, aku harus menunggunya karena managerku berpesan untuk tidak meninggalkan pria itu sebelum membayar makanannya. Tak lama dia siuman. Aku yang sudah hampir tiga jam menunggunya siuman pun kaget. Aku sempat terlelap karena lelah. Seharusnya dua jam yang lalu adalah waktu aku untuk pulang ke rumah beristirahat, tapi sialnya aku harus menunggu pria yang tidak aku kenal ini.

"Duh, di mana aku?" katanya setelah siuman, langsungku menjawab.

"Anda sedang di rumah sakit, Pak. Anda tadi pingsan di jalan setelah ke luar dari restoran!" jawabku dengan lantang dan ketus.

"Ya ampun, saya minta maaf. Apa yang saya lakukan kepada Anda," katanya lembut.

Aku tercengang melihat tingkahnya saat ini. Kenapa dia berbeda sekali dengan orang yang marah-marah tiga jam yang lalu.

"Maaf, Pak. Saya langsung saja. Anda tidak membayar pesanan Anda di restoran saya bekerja. Anda langsung pergi begitu saja," ucapku cepat agar urusannya beres karena aku benar-benar sedang capek.

"Hah? Sekali lagi saya minta maaf. Saya tadi tidak sadar telah memperlakukan Anda seperti itu. Maafkan saya sekali lagi. Saya ... aw ... Kepala saya sakit," katanya sambil memegang kepala.

"Apa Anda masih sakit? Biar saya panggilkan dokter," ucapku panik. Walau bagaimanapun aku tak tega. Saat ini dia sedang kesakitan, sebenarnya dia tadi sudah membuat aku jengkel.

"Tidak usah, tidak apa, Nona... Siapa namamu?"

"Saya Cinta, Pak!" jawabku langsung.

"Oke, Cinta. Maafkan saya sekali lagi. Saya benar-benar tidak tahu apa yang sudah saya perbuat saat saya tidak sadarkan diri. Ini uangnya, kalo Anda ingin pulang silahkan," katanya lagi.

Tanpa basa-basi pun, aku langsung pergi pulang. Aku benar-benar merasa sangat lelah hari ini. Setelah aku balik ke restoran untuk setor uang pria tadi, aku langsung pulang saja ke rumah.

***

Lima hari berlalu setelah kejadian itu, datanglah pria tersebut ke restoran ku bekerja untuk meminta maaf kepada seluruh pegawai di sana termasuk diriku. Namun, maksud dia ke sana bukan hanya untuk meminta maaf saja, dia ingin berkenalan denganku. Dengan perlakuannya terhadapku saat kejadian. Dia memintaku untuk menerima tawaran makan malam sebagai permohonan maaf. Awalnya ku menolak, tapi setiap hari dia ke restoran dan terus berusaha mengajakku untuk makan bersamanya. Sudah hampir satu minggu dia ke restoran dan aku selalu menolaknya, sampai akhirnya kukatakan bersedia untuk makan malam bersamanya.

Malam itu, di restoran yang mewah dia mengajakku makan malam. Aku cuman berasumsi bahwa makan malam itu hanya sebagai permohonan maafnya kepadaku.

"Maaf sebelumnya, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Davi. Namamu Cinta, kan?" tanyanya membuka obrolan.

"Iya, Pak. Nama saya Cinta," ucapku canggung.

"Tak usah canggung, Cinta. Sepertinya umur kita tak beda jauh. Panggil saja saya Davi," katanya meluluhkan suasana yang memang canggung.

"Maaf, Pak .... Eh, Davi. Saya cuman tidak terbiasa berbicara dengan orang yang belum saya kenal. Maaf saya agak canggung."

"Oh, tak apa, Cinta. Aku maklum. Niatku ke sini untuk makan malam sembari ingin berkenalan denganmu lebih jauh," ucapnya santai.

"Maksud Bapak .... Eh, Anda? Saya tidak mengerti."

"Aku jatuh cinta kepadamu, Cinta. Saat pandangan pertama," katanya membuatku terkejut. Aku terpelongo heran dengan maksud lelaki dihadapan ku. Apa aku tidak salah mendengar atau dia lagi ngelantur. Dengan gampangnya dia mengatakan jatuh cinta kepadaku, padahal kami baru beberapa kali ketemu.

Malam itu terasa sangat canggung, aku tak berani menatapnya. Sambil ku lahap makanan ku, sesekali ku lirik dan dia tersenyum padaku. Aku benar-benar tidak bisa beucap apa-apa karena antara canggung dan malu. Tak pernah seorang lelaki pun berkata kepadaku seperti itu. Disitulah awal dari penderitaan ku.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter