1 1. Lahirnya Mesin Pembunuh

Sorak-sorak terdengar di sebuah arena pertarungan.

"Bunuh … bunuh … bunuh …"

Satu kata terus menerus menggema, terdengar. Seorang anak gadis kecil berusia 7 tahun, pipi chubby, rambut tergerai sampai pinggang, matanya bersinar, sekujur tubuhnya penuh dengan darah, serta pisau di tangan kanan digenggam begitu erat.

Beberapa meter dari tempatnya, seorang anak pria berusia 15 tahun, tergeletak di lantai, penuh luka di sekujur tubuhnya. Binar matanya terlihat begitu ketakutan, ketika gadis terpaut jauh usia dengannya melangkah mendekat ke arahnya.

Gelengan kepala terlihat, dirinya tengah meminta pengampunan. Langkahnya terlihat begitu pelan, namun pasti mendekat, membuat anak remaja itu mulai melangkah mundur, hingga membentur pagar arena pertarungan itu.

"Keluarkan aku dari sini," teriaknya memohon. "Aku tidak ingin mati,"

Seketika hening, tidak ada lagi suara yang tadinya begitu riuh. Hanya ada seorang anak tengah meronta-ronta ingin keluar dari arena, memohon agar nyawanya diampuni.

Permohonannya tidak dengar, semua orang terdiam, dan tahu peraturan yang berada di arena itu.

'Membunuh untuk makan,' atau 'Mati'

Gadis kecil berusia 7 tahun itu baru seminggu yang lalu masuk ke dalam arena pertarungan, memenangkan pertarungan berturut-turut. Tentunya, dirinya harus bertahan dengan membunuh lawan-lawannya.

Gadis kecil berusia 7 tahun, bagaimana bisa membunuh? Tapi, kenyataannya gadis itu telah membunuh 20 orang, sejak kedatangannya pertama.

Bagi anak-anak kecil nan mungil menjadi budak di arena pertarungan Kematian adalah hal mengerikan. Anak-anak kecil yang seharusnya mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya, bermain bersama dengan anak-anak lainnya, tapi mereka tidak mendapatkannya.

Mungkin, permaianan mereka adalah 'membunuh'.

Di dalam Arena itu memiliki peraturan. Membunuh untuk makan agar bertahan hidup. Semua anak kecil harus berjuang, membunuh teman-temannya agar bisa mendapatkan makanan. Bahkan hadiah paling spesial untuk pemenang pertarungan itu hanyalah Makanan Enak.

Tidak pandang bulu, anak lelaki bertarung melawan anak perempuan kecil, ataupun sebaliknya.

Sreett …

Pisau dipakainya untuk menyayat leher. Darah terciprat kewajahnya, di seka menggunakan lengannya.

Semua orang yang melihat itu, merinding semua orang takut berhadapan dengannya.

"Aku menang," serunya.

Korban kesekian yang telah dibunuh olehnya.

Gadis kecil itu kehilangan segalanya, orang tuannya dibunuh tepat dihadapannya. Pria yang membunuh orang tuannya, menjualnya ke organisasi Black Demon. Dia harus bertahan, menjadi kuat agar bisa membalaskan dendam atas kematian orang tuannya.

Dia menamakan dirinya 'shadow'.

"Urgh …"

Siapapun yang berhadapan dengannya, akan mati. Semua orang menjauhnya, tidak ada yang berani berteman dengannya. Di cap gadis aneh, serta mesin kecil pembunuh, menjadikannya penyendiri.

Luka sembuh hanya dalam beberapa detik, membuat semua orang begitu ketakutan, luka-luka ditubuhnya akan sembuh dengan sendirinya. Keinginan keras untuk menang, serta emosi di dalam dirinya, membuatnya selalu saja mengalahkan musuhnya.

Semua orang akan kesakitan karena luka, tapi dirinya tidak, tapi tidak dengannya, lukanya sembuh beberapa detik. Mereka menyebutnya Vampir.

Gadis itu tidak peduli perkataan orang lain tentangnya, dia hanya ingin segera menjadi kuat, dan berada di dunia luar serta membalaskan dendam.

Berkat dendam berada di dalam hatinya, membuatnya mampu bertahan, tidak peduli apapun. Tidak punya perasaan, dingin, tidak belas asih, adalah hal paling dipegang teguh olehnya jika dia ingin segera pergi dari tempat yang mengubah hidupnya.

Bagi anak-anak seusianya mereka akan belajar di sekolah milik organisasi. Bahkan bukan hanya belajar bertarung, mereka belajar banyak hal. Namun lebih dominan mereka di ajarkan menjadi pembunuh, dan mata-mata, atau menjadi Ahli Hacking.

Namun dirinya menjadi special, mendapatkan pengakuan bahkan menjadi anak angkat pemilik organisasi tersebut. Charles Zurro.

Semua hal dapat dikuasainya dengan benar, merakit senjata, menembak, membunuh, melakukan hacking, penelitian, banyak hal dapat dia kuasai dengan muda.

Semua orang penasaran isi otak gadis kecil itu.

Saat usianya 12 tahun, dirinya mendapatkan misi keluar organisasi. Saat dirinya berada di luar, dia mulai membalaskan dendam satu persatu kepada mereka yang membunuh keluarganya.

Tersisa satu keluarga terakhir, harus dilenyapkan olehnya, setelah itu dendam keluarganya berakhir, usianya kini 15 belas tahun.

Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik, berambut perak, dengan amber mata cantik.

Malam itu hujan turun dengan sangat deras, membuat sebagian orang tidak ada beraktivitas di luar rumah, memudahkan Shadow masuk ke dalam pekarangan rumah yang begitu luas dan megah.

Sebuah tali, memudahkannya untuk naik dan masuk melalui pintu balkon lantai dua. Dia mengetahui selak beluk rumah tersebut.

Pakaiannya berwarna hitam, dengan topi melengkapi pakaiannya. Tidak lupa senjata di bagian pinggangnya, satu senjata dipaha kanan, serta satu pisau di paha kiri.

Suasana saat itu, sangat gelap memudahkannya untuk bergerak luas di rumah itu. Sebuah suara terdengar, suara desahan lebih tepatnya. Seperti sepasangan kekasih tengah bercinta.

Shadow dengan hati-hati masuk ke dalam ruangan, tanpa diketahui oleh pemiliknya. Dirinya melihat adegan percintaan di depan matanya, membuat dirinya muak, serta mengambil senjara dan menembak.

Dor … dor … dor …

Suara tembakan terdengar beruntun, disertai erangan kesakitan. Shadow menembak, bagian kaki pria yang tengah bercinta.

Klik!

Lampu di nyalakan olehnya.

Pemandangan memalukan terlihat sangat jelas. Dikasur terlihat darah yang bercucuran dan rengekan tangis karena tembakan yang mengenai mereka.

"S-siapa kamu?" tanyanya sambil terbata-bata.

Suara tembakan lagi, terdengar. Kali ini bukan bagian kaki, tapi bagian Kepala seorang gadis yang berada di sana.

Raut wajah yang terlihat pucat, kini tinggal dirinya yang tersisa.

Hanya tatapan mata kebencian yang terlihat dari bola mata gadis berusia 15thn itu. Tanpa ampunan.

Begitu santai dirinya duduk di kursi meja rias sambil memainkan senjata api miliknya. Sesekali mengancam pria yang usianya jauh darinya itu.

"Membunuh Ayahku, Ibuku, Kakakku, menjualku. Kau pantas mendapatkan penderitaan yang kini ku siapkan sejak lama. Begitu pula dengan anak-anakmu, mereka akan merasakan apa yang aku rasakan," kata Shadow sambil memperlihatkan sebuah rekaman pada pria yang tengah meringis kesakitan itu.

"Jangan bunuh mereka, mereka tidak ada hubungannya dengan apa yang aku lakukan,"

Shadow mendekat, sambil menyodorkan pisau tepat di leher pria itu.

"Ketika Ayahku memohon saat itu, apa kau membiarkan kami hidup?"

Pisau yang begitu tajam di mainkan di area wajah pria itu. padahal usianya pria itu adalah 30th.

"Moesa. Pa … Pa..."

Dor...

Suara tembakan melesat ke arah wajah pria itu. Untung saja, pria itu menghindar. Jika tidak, dia sudah tewas. Moesa Egglear, nama asli gadis itu yang telah memilih Shadow sebagai namanya.

"Kau tidak pantas menyebut namaku dengan mulut busukmu itu," Mata Shadow penuh dengan amarah dan kebencian.

"Kau ingin harta? A-aku akan berikan, berapapun,"

Pria 30th itu tengah bernegosiasi.

"Paman. Usiaku 7th saat itu, kau tahu apa yang terjadi setelah kau menjualku?" tatapan Shadow terlihat dingin. "Tidak kau tidak tahu, apa yang terjadi padaku, karena dirimu aku menjadi seorang pembunuh di usia seperti itu. Membunuh untuk bertahan hidup sampai saat ini, dan kau... pria tua bangka bernegosiasi denganku. Huh! Lucu sekali. Bahkan mereka yang memohon padaku pun, tidak bisa hidup lagi,"

Seketika pria itu ketakutan mendengar cerita Shadow.

"Kau yang mengubahku menjadi seperti ini. Tiada hari untuk menang agar aku bisa membalaskan dendam. Tidak hanya kau... Mereka juga akan menerima akibatnya. Setelah aku membereskan keluargamu. Aku akan membereskan mereka juga,"

"Aku tidak butuh hartamu, aku hanya butuh nyawamu,"

Shadow mengikat pria itu dengan sangat erat.

"Malam ini, aku akan tidur dengan nyenyak menyaksikan kalian tidak hidup lagi,"

Sebuah Bom terpasang di tubuh pria itu. Sedangkan alat kontrolnya di pegang oleh Shadow sendiri. Di luar memang masih hujan deras, hingga suara tembakan tidak akan terdengar oleh tetangga apalagi kondisi rumah yang halamannya begitu luas.

Shadow memencet tombol di remot kontrol Bom yang terpasang. Membuat Bom itu Meledak, meluluhlantakkan rumah itu, hingga hancur berkeping-keping, serta rata dengan tanah.

Shadow tertawa terbahak-bahak, ketika melihat kejadian itu. Kemudian menangis mengingat kembali apa yang telah pria itu lakukan pada keluarganya.

Gadis itu segera pergi dari sana karena terburu-buru, membuatnya menabrak seorang anak laki-laki di depan pintu gerbang.

"Hei siapa kau?"

Shadow tidak menghiraukan suara itu, dia memilih segera pergi dari sana atau dia akan tertangkap oleh warga.

"Tunggu … siapa kau? Apa yang kau lakukan …"

Anak laki-laki itu mengejar, tapi tidak menemukan shadow.

Bersambung …

avataravatar
Next chapter