webnovel

Face In The Mirror 2

Nadia seketika melongo setelah mendengar ucapan Leon. "You have twins?"

Leon mengangguk.

"Tapi Nyokap lu ngga pernah bilang kalo lu punya kembaran," sergah Nadia.

"Of course, she never told anyone that I have a twins. Even with my step father," sahut Leon.

"Oh, I see," seru Nadia. "Lu belakangan ini rada aneh karena inget sama dia?"

Leon menghela napas sembari mengangguk pelan. "Ngga tau kenapa, tiba-tiba gue kepikiran dia terus."

"Then call him," ujar Nadia.

Kali ini Leon menggeleng. "Gue udah ninggalin dia lima belas tahun. No contact. Gue ngga tahu gimana caranya hubungin dia."

"Oh, come on. We're livin' in 21th century. Pake sosial media," ujar Nadia berapi-api.

Leon menatap tajam Nadia. "Lu pikir, gue ngga coba cari dia lewat sosial media?"

"Ya, siapa tahu. Lu mendadak bego." Nadia mesam-mesem pada Leon.

Leon kembali menghela napasnya. "Gue udah coba. Nihil. Kalau pun ada nama Aslan, itu bukan Aslan yang gue cari."

"Now you're stuck and you keep thinking about him, rite?" tanya Nadia.

"Yeah. He always come to my mind." Leon kemudian menoleh pada Nadia. "Is this a sign that I have to go back and find him?"

Nadia mengangkat bahunya.

"Setiap kali gue liat muka gue di kaca atau dimanapun, gue kaya liat muka Aslan, bukan gue."

"Kalian kembar identik?"

"Yep," jawab Leon.

Nadia semakin melongo. "Wah, satu Leon aja udah bikin gue stres, gimana kalo ada dua."

Leon tertawa pelan mendengarkan ucapan Nadia. "Jadi, selama ini gue udah bikin lu stres?"

Nadia mengangguk cepat. "Wait, gue penasaran."

"Penasaran apa?" tanya Leon.

"Penasaran, masa iya kembaran lu ini ngga punya akun sosial media sama sekali," ujar Nadia sembari mengeluarkan ponselnya.

"I try, Nad. Masa lu ngga percaya," seru Leon.

"Ssst." Nadia meletakkan satu jari telunjuknya di depan bibir Leon. "Kalo soal beginian, serahin sama perempuan. Agen FBI aja kalah kalo perempuan udah mulai penasaran."

Leon hanya bisa geleng-geleng kepala melihat aksi Nadia yang sedang berkutat dengan media sosial miliknya. Mulai dari Facebook, Twitter, Instagram dan pencarian menggunakan Google ia gunakan untuk melacak jejak digital Aslan. Mungkin jika Friendster masih ada, ia juga akan mencari jejak digital Aslan melalui media sosial tersebut.

Sementara Nadia sibuk mencari, Leon duduk sambil memandangi orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka. Ada yang berjalan sambil menelpon, bergandengan dengan pasangannya, rombongan turis yang masih asyik berfoto meski hari sudah malam dan banyak lagi. Tiba-tiba ada satu yang menarik perhatiannya.

Dua orang remaja kembar berjalan di depannya. Salah satu diantaranya berjalan sambil dipapah oleh kembarannya karena teler. Leon tertawa pelan melihatnya. Kenakalan remaja, mereka pasti habis meneguk alkohol atau bermain-main dengan narkoba. Remaja yang memapah kembarannya tampak mengomel sendiri pada kembarannya.

Tiba-tiba Nadia berseru dan membuat Leon terkesiap. Untuk terakhir kalinya ia menoleh pada dua saudara kembar yang baru saja melintas di depannya. Mereka sudah berjalan jauh. Ia lalu mengalihkan perhatiannya pada Nadia.

Begitu Leon menoleh, Nadia langsung mensejajarkan ponselnya dengan wajah Leon. Matanya membulat tidak percaya. "Wah, kalian beneran kembar."

Leon seketika meraih ponsel Nadia dan melihat foto seseorang yang sangat mirip dengannya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memandangi foto wajah Aslan yang sedang menghadap ke kamera.

"Tapi, kayanya itu bukan akun asli punya kembaran lu. Ada yang sengaja bikin akun itu buat Aslan. Buat fanbase gitu," terang Nadia.

Leon diam tidak menyahut. Matanya tetap tertuju pada wajah Aslan yang hadir dalam tone warna hitam putih. Tidak ada senyum di wajah Aslan meski keterangan pada foto tersebut menyebutkan bahwa Aslan baru saja memenangkan pertandingan.

Tidak ada sorot mata yang menunjukkan ia bahagia setelah memenangkan sesuatu. Leon bisa melihat itu. Sorot mata Aslan terlihat marah dan penuh penyesalan. Sudut bibir dan kening Aslan nampak terluka. Mungkin itulah menjadi alasan fotonya dibuat dengan tone hitam putih. Namun efek hitam putih itu justru membuat foto Aslan semakin dramatis.

Leon kemudian mengalihkan perhatiannya pada Nadia. "Tadi lu bilang apa?"

"Itu akun punya kembaran lu. Tapi ada yang sengaja bikin akun, isinya semua tentang kembaran lu. Itu kaya akun fanbase gitu," terang Nadia sekali lagi.

Leon menyentuh tombol kembali pada ponsel Nadia dan melihat semua foto-foto Aslan yang ada di dalam akun tersebut. Nadia ikut melirik dan melihat foto-foto Aslan.

"He's a fighter," ujar Nadia.

"I think so," sahut Leon. Ia kemudian membuka salah satu postingan video dalam akun tersebut. Pada video itu nampak Aslan yang sedang berlatih tinju dengan pria muda yang mungkin usianya masih sama seumuran dengan mereka. "He's great," gumam Leon. Di akhir video, ia bisa mendengar tawa renyah Aslan sembari memeluk pria yang menjadi lawan tandingnya.

"Oh, no," seru Nadia tiba-tiba. Ia melihat mata Leon yang sedikit berkaca-kaca. "You really miss him."

Leon mengangguk pelan. Sedetik kemudian, Leon mematikan ponsel Nadia dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia kemudian mengucek matanya yang terasa perih ketika ia mendengar tawa Aslan. Nadia yang duduk di sebelah Leon segera mengusap-ngusap punggungnya.

Setelah beberapa saat, Leon bisa mengendalikan dirinya dan menghela napas panjang. "Gue lega dia baik-baik aja."

Nadia ikut mengangguk sambil menepuk-nepuk bahu Leon. Meski ini bukan pertama kalinya ia melihat Leon menunjukkan sisi lemahnya, namun kali ini nampak berbeda. Ia bisa merasakan perasaan Leon yang campur aduk hanya karena ia bisa melihat video kembarannya yang sedang berlatih tinju.

"Lu harus follow akun itu," ujar Leon pada Nadia.

"Yes, Bos," sahut Nadia.

Leon kemudian mengembalikan kembali ponsel Nadia kepada si empunya. Nadia menerima ponselnya dan kembali menyalakannya. Ia kembali melihat akun yang didedikasikan untuk Aslan dan mulai mengikutinya. Tepat setelah ia menekan tombol untuk mengikuti akun tersebut, muncul sebuah video yang kemungkinan baru saja di post oleh siapapun yang mengelola akun tersebut.

Nadia terperangah ketika melihat video tersebut. "I think, he's not really well," gumamnya sembari memperlihatkan video yang baru saja di post pada Leon.

Leon sama terperangahnya dengan Nadia.

"He's not a boxer like you think. He's a street fighter," ujar Nadia pelan. "And--"

"Yeah, I know. Kalau dia sampai jadi street fighter, gue bisa bayangin dunia seperti apa yang ada di sekitarnya sekarang," sahut Leon. "When I living in heaven, he's living in hell. He fight for his life." Seketika dada Leon terasa sesak membayangkan kehidupan keras yang dijalani oleh Aslan.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Next chapter