3 Bab 3 Pertemuan dua saudara ( Revisi )

Suara gemuruh terdengar keras. Menimbulkan angin dahsyat sampai ke penjuru hutan. Tampak juga pepohonan yang bergoyang seakan ingin tumbang di salah satu titik. Bahkan beberapa burung yang terbang hendak ke titik tersebut terkena imbas fenomena itu dan terpental.

Seorang pria berambut jingga dan berbadana hitam, membawa sebuah tongkat besar--dengan bagian atasnya membentuk bulan sabit dan ornamen orb hijau pada sisi tengah, berselonjor di dahan pohon yang cukup tinggi menyaksikan peristiwa anomali itu seraya tangan kanan memutar sehelai daun hijau.

"Hm ... menarik!" Ungkapnya lirih. Kemudian di bawah sana, kedua bola matanya menangkap seorang pemuda yang tengah berlari diikuti gadis berambut ungu di belakang.

Pria itu beranjak berdiri. Memandang ke depan dan tersenyum seringai. Lantas dia pun melompat dari satu pohon ke pohon yang lainnya. "Sudah lama, aku tidak berburu."

***

Di kedalaman hutan yang hanya diterangi cahaya rembulan, tiga orang tengah bertarung. Salah satunya dibantu oleh makhluk berwarna hitam legam, menyerupai 'Nevtor'. Mereka mengeroyok lelaki berzirah sampai kewalahan. Hingga luka lebam berbekas di tangan sampai muka, meski sebelumnya luka parah sudah cukup memilukan. Akan tetapi ia tidak peduli, yang dipikirkannya saat ini adalah mengalahkan musuhnya.

"Ohook!" Darah keluar dari mulut, memerciki lantai bertanah.

Makhluk berwujud 'Nevtor' perlahan - lahan menghilang, berubah menjadi pedang perak yang menancap di tanah.

Dari samping, sang Pemuda berambut hitam berjalan mendekati senjata tersebut. Mencabutnya lalu mengembalikan ke sarung yang ada di punggungnya. Kemudian, kedua netra merahnya menatap Clain sesaat lalu membalikkan tubuh dan berjalan menjauh.

"Tunggu ...." Secara perlahan, Clain berdiri dan mencoba menyeimbangkan tubuh yang sudah goyah. "P-pertarungan ... belum berakhir!!" Pekiknya dengan nada terbata - bata.

"Sudah berakhir," balas Nevtor singkat tanpa menoleh sedikit pun.

"Ini baru pemanasan."

"Kau sebut itu pemanasan? Sebegitu bodoh'kah dirimu?"

"Bukankah kau yang bodoh?!" Volume suaranya meninggi. "Kupikir ... kau orang yang baik, teman yang selalu ada di keadaan susah dan senang, juga seorang pemimpin yang loyal terhadap keadilan. Tetapi ... ternyata ...."

"Ya, kau salah!" Nevtor memotong. "Semua yang kulakukan semata - mata untuk diriku sendiri. Kutidakpeduli pada apapun yang tidak berguna bagiku."

Seutas senyum terukir di mulut Clain. "Kata - katamu memang selalu tajam seperti silet ya. Namun ...," dia menghunuskan pedang dari sarung di pinggang lalu mengibaskan ke samping, "... artianmu itu salah! Yang kumaksud itu, ternyata kau tetap orang yang kukenal dan aku tidak bisa membiarkanmu terjerumus dalam kejahatan lebih jauh lagi!" Senyumannya kali ini merekah. Pedang di genggaman tangan kiri pun ditancapkan ke tanah.

"Dangerous Technique: Chain of Prison!"

Dari bawah tanah di hadapan Nevtor, muncul banyak rantai hitam yang tak terhitung jumlahnya mengarah ke atas lalu terhenti saat melewati batas ujung pepohonan. Rantai itu berbaris sejajar secara vertikal, tertanam di tanah. Ujung rantai tersebut melayang di udara bagaikan tertarik kuat oleh gravitasi.

Nevtor sadar, bahwa keinginannya untuk pergi telah diblokir. Ia pun berbalik dan menatap dingin sang lelaki yang saat ini masih tersenyum.

Dia tidak menyangka jikalau sampai sejauh ini Clain akan menghalangi. Secara, teknik rantai itu merupakan kemampuan penghalang paling terkuat yang dimiliki lekaki berzirah tersebut. Bahkan pertahanan dari rantai itu bisa dikatakan mutlak. Dan cara satu - satu menghilangkannya adalah dengan membuat tak sadar sang pengguna atau yang lebih parah menghabisinya.

"Sekarang, kau tidak akan bisa pergi," ujar Clain masih tersenyum. Ia kemudian melepaskan pedang di genggaman.

"Bisakah kau melepaskan teknikmu itu!" Nevtor meminta. Namun sayang, permintaan itu tidak mendapat tanggapan.

Pemuda berambut hitam itu menghela nafas. Dalam lubuk hatinya, dia tidak mau melakukan tindakan yang tidak perlu. Menghabisi teman sendiri? Itu tidak ada dalam data tujuannya. Namun satu sisi, dia harus segera pergi bagaimana pun caranya sebelum penghalang lain mungkin bermunculan.

Setelah mempertimbangkan dua opsi itu meski ada rasa terpaksa, Nevtor akhirnya telah mengambil keputusan. Dia lantas menerjang mendekati Clain seraya menghunuskan pedang perak dari sarung di punggung. Sementara di pihak lain, sang pemuda berzirah diam saja. Nampak enggan untuk menyerang bahkan bertahan.

"Maaf, Clain!" Nevtor melesatkan pedangnya. Walau tampang datar, tapi di dalam hati ada rasa bersalah.

Cringg!!

Senjata yang seharusnya menusuk, malah beradu dengan sebilah senjata lain yang mendadak datang. Si pemilik senjata tersebut pemuda berambut ikal coklat. Bermantel putih--terhiasi bulu - bulu lembut dari wol di kedua sisi kerah--yang melambai tertiup angin. Di pipi kirinya, terdapat simbol 'Fire of Thorn', tertanda dirinya yang seorang Title Unique.

Tetapi dari semua penuturan tersebut, wajah pemuda itulah yang tampak familiar di mata Nevtor.

"Apa yang Kakak lakukan?!" Seru pemuda itu dalam posisi menahan, bilah pedang saling menyilang menciptakan sesaat percikan bak kembang api.

"Karl?" Cetus Nevtor, dia lantas melebarkan jarak. Kedua mata menatap lekat pemuda yang tidak lain adalah adiknya sendiri.

***

Sebelumnya ...

Karl tengah berlari melewati banyak pepohonan yang menjulang tinggi. Dan tanpa disadari, seorang gadis berambut ungu dengan cepat memunggungi. Pemuda itu pun segera mempercepat laju untuk menyusul. Hingga tibalah mereka di pertengahan hutan yang di mana tangkai pepohonan di sana telah rusak. Bahkan ada sebagian terjatuh ke lantai. Di sekeliling pun, terdapat banyak dedaunan yang berserakan. Ada yang masih utuh dan terbelah menjadi dua.

Karl berjalan pelan, mengekor di belakang gadis berambut ungu seraya memantau sekitar. Pandangannya kemudian kembali ke depan.

"Ngomong - ngomong, siapa namamu?" Tanyanya dengan nada lemah lembut. Tetapi pertanyaan itu sama sekali tidak ditanggapi. Gadis di depan hanya diam dan melangkahkan kedua kakinya tanpa menoleh.

Setelah lama diacuhkan akhirnya gadis itu mulai angkat bicara, "Bukankah tidak sopan menanyakan nama seseorang sebelum memperkenalkan dirinya?" Tanpa menoleh dia bertanya balik. Karl hanya menggaruk - garuk kepala yang tak gagal.

"M-maafkan aku! Perkenalkan namaku Karl!" Jawabnya. Cukup canggung, mungkin karena suasana gadis itu yang tiba - tiba berubah, dingin.

"Aku Aurora!" Balas gadis itu singkat. Langkahnya mendadak berhenti membuat pemuda di belakang kaget. Kedua matanya menangkap sesuatu mengejutkan di depan.

"Apa apa?" Karl maju, berdiri sejajar dengan Aurora. Netra sapphire-nya lantas terbelalak saat melihat orang tergeletak, berdekatan pada sebuah pohon. Dibanjiri oleh cairan merah. Cairan itu pun memerciki rerumputan jarang di dekatnya.

Si Pemuda beranjak mendekat. Berlutut dan membalikkan tubuh orang malang tersebut. Seketika itu juga, dia langsung membisu. Rasa sedih langsung merayap ke hati. Bahkan tidak mampu untuk memandang lama - lama. Dia pun bangkit, berkabung seraya kedua tangan dikepalkan erat.

"Siapa yang melakukan?!" Batinnya geram.

Aurora melangkah mendekati Karl yang bergeming. Tatapannya terfokus pada korban di depan lalu beralih pada pemuda di samping. "Kau mengenalnya?" Tanyanya, tanpa ekspresi mengingatkan pada seseorang.

"Dia Barm, penduduk Desa Kamze."

"Dilihat dari reaksimu, nampaknya dia orang yang berharga bagimu."

Cukup tahu saja. Status keduanya terbilang beda jauh. Karl yang seorang Title Unique selisih dua tingkat di atas Aurora yang seorang Title Rare. Dengan kata lain, keduanya senior dan junior.

Beberapa lama, sergahan terdengar di indra pendengaran mereka. Ucapan 'pertarungan belum berakhir' terdengar jelas dari kedalaman hutan.

Keduanya lekas berlari kencang bak kijang masuk ke dalam hutan yang makin lama semakin gelap. Hingga tidak lama setelahnya terdengar suara lain, bunyi gemericing lalu disusul banyaknya benda melesat ke atas. Walau minim penglihatan sebab terhalau dedauan, tetapi mata mereka masih bisa melihat kalau itu rantai hitam.

Bukaan cahaya terlihat. Keduanya pun sampai pada sumber suara tadi dan mendapati seorang pemuda yang mematung serta ada sosok lain yang hendak melesatkan tusukan padanya.

Namun, Karl lebih terfokus pada sosok itu. Kedua netranya membulat. Ingatan seketika merespon bahwa wajah sosok tersebut tidak asing di benaknya.

Dengan pantas, dia pun berlari seraya menghunuskan pedang hitam dari sarung di pinggul kiri.

avataravatar
Next chapter