19 Bab 19 Pertarungan di desa - bagian 1 ( Revisi )

Langkah kaki dan teriakan tampak terdengar riuh dari arah luar. Membuat Fenrir sontak terbangun dari tidurnya. Ia pun lekas bangkit dan keluar dari kamar. Ternyata sudah ada Edy dan Mia di ruang tamu yang juga terlihat kebingungan. Dan ketiganya pun bergegas keluar rumah untuk memastikan.

"Tolong, tolong!!"

Banyak penduduk yang lari tunggang - langgang. Edy pun bertanya kepada salah seorang penduduk yang berpapasan tentang prihal yang terjadi. Dirinya mengatakan kalau ada sekelompok bandit yang datang ke perkebunan dan merampas hasil panen. Bahkan ada dari mereka yang melakukan pembunuhan.

Mendengar itu, Fenrir langsung tancap gas ke lokasi. Disusul oleh Edy usai berpesan kepada Mia untuk menetap di dalam rumah. Beberapa detik setelah kepergian mereka, Nevtor dan Wash yang masih mengucek - ucek mata pun muncul.

"Ada apa?" Tanya Nevtor.

"Ada kelompok bandit datang ke desa," jawab Mia cemas.

Nevtor lantas pergi usai mendapat penjelasan tersebut. Sedangkan Wash yang menguap dan tak menyimak juga ikut menyusul, meninggalkan Mia seorang diri. Ia kemudian cepat - cepat masuk ke dalam rumah dan menutup rapat pintu dan jendela. Tanpa terduga ada sosok di belakang yang langsung membekap mulutnya.

Tepat di perkebunan teh, Fenrir dan Edy telah tiba. Netra mereka menyaksikan kebrutalan orang berjubah terhadap pria paru baya. Dia menendang pria tua yang telungkup tak berdaya itu, meraung - raung meminta pertolongan. Sementara di sisi lain, ada wanita berjubah tengah menduduki mayat penduduk dengan santainya sambil memainkan sebuah belati.

Fenrir yang naik pitam langsung maju dan menyerang. Orang berjubah sadar dan menjaga jarak. Fenrir kemudian membantu bangun pria tua yang tergeletak dan meminta Edy untuk membawanya ke tempat aman. Pandangan pemuda itu lalu beralih tajam kepada orang berjubah di samping kanan.

"Wah, wah. Kita bertemu lagi! Kebetulan yang tidak terduga," seru orang berjubah itu yang ternyata, si Penjinak. Dia lekas membuka tudungnya, tak perlu lagi menyembunyikan wajah aslinya. "Sebelumnya aku tidak memperkenalkan diri ...," Ia membungkukkan badan tiga puluh derajat dengan tangan kanan di atas dada dan tangan kiri di punggung, "... namaku Scar, sang Penjinak!"

Tidak ada respon. Sorot tajam mata Fenrir masih memantau. Dia kemudian mengambil dua knuckle dari tas yang diselempangkan lalu memasang di kedua tangan.

"Oh, jadi kau tidak membalas perkenalanku ya. Baiklah tak mengapa." Scar tersenyum masam lalu menghentakkan tongkat kayu miliknya ke tanah.

Keduanya bertukar pandang dan beberapa detik kemudian ...

Tap ...

Fenrir langsung merangsek maju. Sedangkan Scar berkomat - kamit dan menciptakan sihir pasir jarum yang terhitung jumlahnya lalu melesatkannya.

Sembari bergerak, Fenrir menghindari sekaligus menepis sihir yang hendak mendarat di tubuhnya. Sampai akhirnya pemuda itu pun bisa tiba dijangkauan sang musuh tanpa goresan.

"Hebat!"

Scar terkagum - kagum. Kembali ia menghentakkan tongkat sembari mulut merapal. Dua sihir sekaligus tercipta. Sihir keemasan yang membentuk dome sebagai perlindungan diri dan sihir pasir jarum yang sama seperti sebelumnya.

"Dalam sedekat ini, apakah kau masih mampu menghindarinya?!" Scar berseru, ia langsung melesatkan sihirnya cepat. Menghantam si pemuda. Menimbulkan debu - debu berhamburan.

Lamban - laun partikel kecil tersebut pun menghilang, meninggalkan bekas retakan pada tanah dan sebuah lubang besar.

"Lubang?!" Si Pria berjubah terkesiap. Netranya lalu beredar ke sekeliling, mencari keberadaan pemuda tadi. Dan mendadak, dari bawahnya terjadi retakan dan Fenrir pun muncul dengan pukulan uppercut, memaksa Scar membatalkan sihir perlindungannya dan langsung melompat menjauh.

"Cih," geram Fenrir. Ia mengatur nafas yang tersengal - sengal akibat menggunakan teknik 'penggali' demi menghindari serangan sebelumnya. Teknik tersebut cukup menguras energi.

"Ho-oh. Kau bahkan bisa menghindarinya dalam posisi krusial. Benar - benar hebat!" Puji Scar sambil tepuk tangan. Dia makin bersemangat dalam pertarungan ini terlihat dari air mukanya.

Tidak lama kemudian muncul Nevtor dan Wash dari arah barat desa. Pandangan wanita berjubah teralihkan oleh salah satu dari pendatang tersebut. Dia bangkit dari posisi duduk dan melompat ke atap rumah warga. Tampak senyum seringai terukir di bibir, lalu ia pun terjun ke arah lelaki berambut perak untuk segera menikam.

Namun hal itu disadari oleh Nevtor. Dia dengan mudah menangkis sekaligus membelah bilah belati si wanita menggunakan pedang hitamnya. Alhasil, wanita berjubah itu terpaksa melebarkan jarak.

"Kurang aja!!" Gerutunya, ia lalu mengambil salah satu belati yang tersusun berjejer pada ikat pinggang dan melemparkannya lurus ke arah Wash dari titik buta.

Cringg!!

Lagi, senjatanya ditangkis sang Pemuda berjubah hitam. Sementara si Target yang masih setengah sadar itu kebingungan. Usai mengucek matanya ia pun membalikkan badan.

"Ada apa?"

"Kau hampir saja terbunuh!"

"Terbunuh? Mana mungkin!" Dengan percaya diri dia menepis fakta tersebut. Wash pun mengambil Matilda-nya dari belakang baju dan memutar - mutarnya bak seorang koboi. "Aku ini hebat, loh!" Pujinya pada diri sendiri.

Wanita berjubah di kejauhan membuka tudung coklatnya. Rambut merah muda dan paras ayu sekarang tampak jelas. Namun wajahnya tampak familiar. Seolah Wash pernah melihat sebelumnya.

"Apa kau masih ingat aku?" Tanya si wanita. Tersenyum semanis gula.

Terdiam, Wash sedang mengingat identitas wanita di depan. Meski ingatannya cukup payah, namun kali ini lelaki itu hanya butuh satu menit untuk bisa ingat, "Oh, kau wanita yang kuikat di menara itu."

"Jadi kau bisa mengingatnya ya. Baguslah. Karena aku ingin kau juga mengingat bagaimana diriku mencincang tubuhmu di sini!" Wanita itu menjilat bilah belati. Air liur yang menempel terlihat berubah menjadi kehijauan, sebuah racun.

Si Wanita tanpa nama itu belari. Berbeda dari lawan wanita sebelumnya, Nevtor kali ini berpikir bisa mengalahkannya cukup mudah layaknya menuang air ke dalam gelas. Ia memasang kuda - kuda, menggengam pedang dengan kedua tangan. Tetapi, alih - alih wanita itu akan menyerang, rupanya ia justru melompati tubuhnya dan mendarat di belakang dan kembali berlari menuju target lain.

Dor... dor... dor

Tiga timah panas melesat cepat ke arah si wanita. Kemudian Wanita itu pun dengan gesit menghindari dua peluru dan menepis satunya menggunakan belati di genggaman lalu melemparkan satu senjata yang ia ambil dari ikat pinggang.

Nyaris, senjata tajam itu mengenai tubuh Wash jika saja tak sempat melompat mundur. Namun saat wajahnya berpaling wanita tadi telah hilang dari pandangan.

"Ke mana dia?"

Netra perak si Lelaki menoleh kiri dan kanan, mencoba menemukan wujud sang musuh. Yang rupanya telah berada di atap rumah. Dengan cepat ia pun melakukan serangan menukik. Walau sempat menghindar nyatanya sedikit sayatan masih mengenai lengan Wash, dan tampak tubuhnya langsung goyah. Kemungkinan racun dari belati tadi cukup efektif.

"Matilah!!"

Dengan wajah bengis dan nafsu membunuh, wanita itu tanpa pikir panjang menyerang kembali sang lelaki yang terlihat tak berdaya.

"Hey, jangan terlalu gegabah!"

Wash menghindari serangan dan memukul tengkuk si wanita hingga membuatnya terhuyung - huyung. Ternyata lelaki itu hanyalah berakting saja.

"Bagaimana ... mungkin ...."

"Aku Wash, Sang Penculik! Racun seperti itu tidak akan bisa meracuni diriku." Dia menunjuk dirinya sendiri. Kekebalan terhadap racun atau pun obat bius pada tubuhnya memang tak perlu diragukan lagi. Tidak ayal dirinya cukup percaya diri.

Tubuh wanita berambut merah muda itu akhirnya ambruk. Mata sayu tak lama kemudian terpejam. Wash tersenyum girang lalu mendekat. Profesinya sebagai penculik handal akan ia lakukan sekarang juga.

"Hey Nevtor, apa kau punya tali?"

"Tali? Untuk apa?"

"Tentu saja, mengikatnya!"

---

"Low Magic: Needle Sand!"

Scar mengciptakan lalu meluncurkan sihir pasir jarum. Fenrir menghindar dan menepis menggunakan knuckle miliknya. Namun kali ini keberuntungan tidak berpihak padanya. Satu serangan berhasil menembus paha hingga langkah pemuda itu langsung terhenti. Dia menahan rasa sakit dan mencoba menghentikan pendarahan. Kesempatan itu pun langsung diambil sang musuh. Ia kembali melesatkan sihir yang sama.

"Ck," Fenrir tidak bisa bergerak. Meski berupaya namun lukanya berkata lain. Dirinya saat ini hanya mencoba menghalau serangan sebisa mungkin.

Slash!!

Dor... dor

Tebasan demi tebasan mematahkan semua sihir pasir jarum cukup mudah. Dilanjutkan dua timah panas yang melesat mengarah pada sang lelaki berjubah. Akibatnya, Scar pun cepat - cepat merapal dan perlindungan emas terbentuk. Dua peluru yang datang tak bisa menembus pertahanan tersebut.

"Kau tidak apa - apa?" Tanya Nevtor saat tiba di depan Fenrir. Si pemuda bangkit sambil menahan rasa sakit lalu membalas, "Ya, aku baik - baik saja!"

"Tanpa kami kau mungkin sudah mati tadi," celetuk lelaki di belakang. Netranya tampak sedang sibuk mengeker sang lawan.

"Hmph. Tanpa bantuan kalian juga aku sebenarnya bisa mengatasinya." Fenrir tersenyum angkuh.

"Huh? Jangan sok kuat. Padahal jelas - jelas kau pasrah tadi!"

Ketiga kawan seperjalanan telah berkumpul. Scar semakin bersemangat. Ia membuka jubah coklatnya, jubah itu pun terbang tertiup angin. Saat ini yang melekat di badan hanya kaos hitam polos yang kusut. Lalu dia pun membuang tongkat di genggamanya. Lagi pula mana-nya telah habis. Sekarang ia hanya bisa mengandalkan senjata rahasia miliknya.

"Ini akan menjadi semakin seru!!" Serunya sambil melotot dan tersenyum lebar, kemudian bersiul keras. Pada waktu yang bersamaan, hamparan pasir di depan gerbang desa tiba - tiba meledak, disusul seekor kalajengking raksasa pun muncul dan diikuti kedua lainnya dari tempat berbeda.

Crankk!!

Monster itu mengeram. Burung vulture di menara gerbang pun lantas terbang. Ketiga makhluk raksasa berkulit keras tersebut mulai bergerak dan menerobos gerbang. Menabrak rumah para warga. Memporak - porandakan apapun di sekitar dengan kakinya yang besar hingga langkah para monster itu terhenti di belakang Scar.

"Oh tidak ...." Wash mematung dengan mulut terbuka.

"Akhirnya kau memanggil hewan peliharaanmu ya." Fenrir tersenyum. Keringat mulai menetes dari dahi hingga ke pelipis.

avataravatar
Next chapter