15 Bab 15 Serangan malam ( Revisi )

Sihir pasir menyerupai jarum yang tak terhitung jumlahnya, meluncur cepat ke arah sang pemuda berambut klimis sesaat tongkat dihentakkan. Fenrir pun dengan sigap menghindar sekaligus meninju sihir tersebut saat ada yang hendak mengenai dirinya. Seusainya, dia pun menerjang maju menuju si pria berjubah yang tersenyum licik.

Pria berjubah alias si Penjinak itu berkomat - kamit lalu kembali mengeluarkan sihir yang sama, sekaligus mantra keemasan yang melindungi tempatnya berpijak, berbentuk sebuah dome.

"Epic Technique: Twister!"

Fenrir berputar - putar layaknya gasing. Menghempaskan semua sihir pasir yang mengarah padanya kemudian memukul sekeras mungkin sihir perlindungan emas milik sang pria hingga terjadi retakkan. Tak lama setelahnya, sihir tersebut hancur berkeping - keping dan si Penjinak pun melompat mundur.

Drakk!!

Dampak pukulan Fenrir tidak sampai situ saja, ia bahkan mampu menjebol lantai ruangan. Akibatnya, pemuda itu terperosok jatuh ke tingkat dasar menara. Tempat yang berisikan banyak tengkorak kepala manusia di sekeliling, juga kalajengking kecil.

"Cih," decak Fenrir. Dia mengepalkan kedua tangan dan menengadah, menatap sinis pria di atas.

Si Penjinak bertepuk tangan. "Hebat! Tidak hanya menghancurkan sihir perisai milikku, kau bahkan mampu menghancurkan lantai ini," pujinya sembari menghentakkan kaki menyebabkan debu di atas berjatuhan mengenai baju Fenrir.

"Tapi sayangnya, kau malah terjerembab di bawah sana," sambungnya.

---

Di ruangan lain, si Lelaki berambut perak tersentak kaget ketika bangunan mengalami guncangan. Dirinya hilang pengawasan kepada wanita yang masih terduduk di lantai. Perlahan tanpa suara, wanita itu lekas berdiri sembari mengambil belati yang sempat jatuh.

Langsung saja, Ia berlari menuju lelaki yang duduk di tepian kasur. Belati yang tajam pun lekas dilesatkan mengarah titik vital.

Wash melirik. Kemudian menangkap pergelangan tangan si wanita lalu memelintirnya, membuat pisau pun terjatuh. Seusainya, pemuda itu langsung membelengu leher sang wanita, membuatnya tak bisa berkutik.

"Sayang sekali. Serangan kejutanmu tak berguna bagiku," cibir Wash sambil tersenyum. Dia lalu menjatuhkan tubuh wanita tersebut ke atas kasur.

Dengan cekatan, Wash langsung mengikat tubuh wanita tersebut cukup erat dengan sebuah tali yang ada di sana. Sementara, wanita itu hanya bisa - bisa meronta - ronta mencoba melepaskan diri tetapi apa daya, nihil.

Mata mesum Wash menatap sang wanita yang terikat dengan gaya hogtied tersebut. "Nah, lebih indah dan cantik melihatmu seperti ini. Namun ... sepertinya ada yang kurang ...," ujarnya tersendat. Dia berusaha mengingat sesuatu, "... Benar juga!"

Lelaki berambut perak itu lalu merogoh saku celana, mengambil sebuah ballgag yang sempat dibawa. Segera, dia pun menyumpal mulut si wanita yang masih saja meronta - ronta. Alhasil, wanita tersebut sekarang tak mampu berbicara atau pun bergerak. Dia tampak pasrah akan kondisinya.

Wash menepuk tangan. "Beres!" Ungkapnya sambil memasang wajah berseri - seri. Netra tanpa berkedip memandangi wanita di atas kasur tersebut.

---

"Aku ingin tanya satu hal padamu. Kenapa kau ingin membunuhku tadi?" Tanya Fenrir mencoba memastikan.

"Bukankah sudah jelas, kalau aku ingin mengambil barang di kedua tanganmu itu," jawab si Penjinak, dia menunjuk dua knuckle milik Fenrir.

"Oh begitu! Kenapa kau tidak minta sejak awal ...," pemuda klimis itu melepaskan senjata di kedua tangannya, "... ini, ambilah!" Kemudian melemparkan ke atas.

Si Penjinak menangkapnya. Nampak keheranan terpampang wajah. "Apaan maksudnya ini? Kau memberikannya begitu saja?" Tanyanya bingung.

"Tentu saja, lebih mudah begitu, 'kan? Daripada kita harus melakukan pertarungan yang tidak perlu." Fenrir menjawab sambil tersenyum. "Baiklah, kalau begitu sekarang tolong bantu aku untuk ke atas!" Lanjutnya memohon seraya mengangkat kedua tangan.

Si Pria tertawa terbahak - bahak. "Ternyata kau tidak secerdik yang kukira. Apa kau pikir aku akan menolongmu setelah memberikan senjata ini?"

Senyum Fenrir hilang. Mulut sang Penjinak pun berkomat - kamit. Tongkat di tangan dihentakkan ke lantai. Pada waktu yang sama, tempat berpijak Fenrir mendadak berubah menjadi pasir hisap yang pelan - pelan menghisap tubuh dirinya, namun anehnya pemuda itu malah terdiam.

Si Penjinak membalikkan tubuh seraya melambaikan tangan. "Selamat tinggal, bodoh!" Hinanya sambil melangkah menuju pintu keluar. Namun tiba - tiba, kedua senjata digenggaman mengeluarkan cahaya, membuatnya sontak terkejut. Kemudian disusul, seseorang mendadak muncul.

Buak!!

Tendangan dari orang itu mampu menghempaskan tubuh pria tersebut hingga jatuh telungkup. Lekas, si Pria pun bangkit. Dia lalu melihat tangan kirinya yang telah kosong. Senjata yang dibawa tadi rupanya telah jatuh.

Orang itu memungut senjata yang terjatuh di lantai. Kemudian memasang di kedua tangan. "Bagaimana? Sakit?" Ledeknya.

"Kau ... bagaimana ...."

'Move'. Sebuah teknik spesial milik Fenrir yang mampu berpindah tempat melalui sebuah objek. Sebelumnya, dia telah memberikan sebuah tanda di salah satu knuckle miliknya sebelum melempar ke atas. Namun, hal itu belum bisa mengaktifkan teknik. Orang lain yang memegang senjata itu harus mengeluarkan kemampuan apapun baik teknik atau pun sihir terlebih dahulu.

"Baiklah, sekarang kita akhiri ini saja!" Fenrir memasang pose bertarung, kedua tangan diangkat setinggi muka.

Si Penjinak tertawa geli. "Akhiri? Kau pikir bisa mengalahkanku?!" Serunya lalu mulai merapal dan menghentakkan tongkat ke lantai.

Sihir pasir jarum pun bermunculan, dan ...

Wuush ...

Sihir melesat cepat menuju sang lawan.

Fenrir tersenyum. "Kau pikir, hanya kau yang bisa menggunakan sihir?" Ujarnya sambil merapal. "Average Magic: Thorn!"

Dari bawah tempat si Pria berpijak, muncul akar berduri berjumlah tiga yang kemudian melilit erat tubuhnya. Si penjinak pun panik dan mencoba melepaskan diri.

Segera setelah menghempaskan semua sihir pasir jarum menggunakan teknik-nya, Fenrir mendatangi si penjinak yang tak lagi bisa berkutik. Pukulan telak pun langsung dihantamkan ke muka si pria hingga dirinya pun terpental dan menabrak dinding di belakang.

"Ohookk!!" Darah keluar dari mulut, si Penjinak pun tumbang seketika.

Fenrir berjalan mendekat lalu berjongkok membuka tudung si pria. Dia berambut coklat dan di pipi kiri terdapat simbol tengkorak. Sebuah simbol yang identik bagi para bandit. Ada pun di pipi kanan, simbol tongkat biru.

"Ternyata kau hanya Title Magic ya. Pantas saja hanya bisa mengeluarkan sihir tingkat rendah," komentar Fenrir. Dia lalu bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.

Pintu dibuka. Fenrir melirik kiri - kanan lalu mengambil lentera yang digantungkan pada samping pintu. Dirinya lekas berjalan ke arah ruangan lain yang agak jauh dari ruangannya sambil memasang kewaspadaan.

---

Tok... tok

Suara ketukan pintu. Pandangan Wash langsung berpaling dan mengambil belati di lantai. Dia kemudian berjalan mengendap - endap lalu membuka pintu secara cepat, dan tanpa memastikan dulu ia langsung melakukan tusukan pada orang di balik pintu.

Beruntung, orang tersebut secara reflek menghindar sebelum senjata tajam mendarat di wajahnya.

"Cih, kenapa kau menyerangku?!" Ketus orang itu yang ternyata Fenrir.

"Maaf, tidak sengaja ... tapi niat!" Timpal Wash tanpa ada raut berdosa. Dia lalu memutar belati di tangan dan menyimpan di saku celana belakang, kemudian beranjak kembali ke dalam kamar.

Fenrir berdecak kesal. Dia pun ikut masuk. Setelah di dalam, alangkah kaget dirinya melihat ada seorang wanita terikat di atas kasur.

"Hmhmpph ...." Rintih si wanita yang mencoba berbicara namun tak bisa karena mulut tersumpal.

"Tidak cukup menculik wanita di kota, kau bahkan menculik wanita di sini juga," komentar Fenrir sembari menghampiri si wanita. Dia mencoba melepaskan belunggu di mulutnya namun langsung dihentikan.

"Aku mengikatnya karena dia ingin membunuhku. Awalnya wanita itu tiba - tiba datang dan bilang takut tidur sendirian. Aku pun mempersilahkan tidur di sini, namun mendadak ia malah mencoba menusuk kepalaku dengan sebuah belati."

Fenrir terkekeh. "Konyol sekali. Tertipu dengan hal klasik seperti itu," gumamnya.

"Kenapa kau tertawa?"

"Tidak, tidak apa - apa!"

Suasana lenggang. Tidak lama kemudian, menara mengalami guncangan hebat. Keduanya pun lekas berlari menuju pintu keluar. Akan tetapi, langkah mereka terhenti lantaran ada seseorang berjubah menghadang di depan pintu.

"Siapa kau?" Fenrir bertanya.

Sosok itu cekikikan. "Siapa ya?"

avataravatar
Next chapter