12 Bab 12 Padang Fatamorgana ( Revisi )

Terik matahari begitu panas. Hembusan angin berbalut partikel pasir pun senantiasa melintas, diiringi beberapa tumbleweed [1] yang menggelinding. Ada pula seekor burung vulture yang melayang di lapisan stratosfer.

Empat roda berputar, meninggalkan jejak bergaris. Diiringi bunyi tapal kuda yang mengarungi medan berpasir.

Kereta yang diisi oleh satu kusir dan dua penumpang. Sang kusir berpenampilan jubah coklat beserta tudung dan masker kain untuk melindungi wajahnya dari tipuan debu. Sedangkan di belakang, ada pemuda berjubah hitam dan lelaki berambut perak--yang pada leher hingga mata kakinya terbungkus perban putih--tengah duduk berselonjor, santai.

Sudah sekitar lima jam sejak melakukan perjalanan dari Kota Known. Saat ini mereka berada di Padang Fatamorgana, Sektor Utara. Sejatinya daerah ini memang identik dengan kawasan yang berpasir. Bahkan kebanyakan para pedagang enggan untuk melintas. Biasanya mereka menyewa seseorang untuk mengantar atau pun mengambil barang dagangan dari desa - desa sekitar.

"Berapa lama kita sampai?" Lelaki berambut perak itu bertanya. Tangannya sibuk menggosok senjata api yang ia beri nama 'Matilda' menggunakan secarik kain putih.

Sayang pertanyaan darinya tidak ditanggapi oleh sang kusir. Membuat kerutan di dahi lelaki tersebut terukir jelas. Wash pun menghentikan kegiatan dan menaruh senjata di pinggul, lalu menoleh ketus si kusir.

"Sudah ketiga kalinya kau mengacuhkan pertanyaanku. Memang kau bisu apa, huh?!" Komentarnya ketus. Mata melotot tidak berkedip.

Bahkan perkataan itu tidak juga digubris. Membuatnya semakin dibuat kesal. Lelaki itu lantas membuang muka seraya meludah keluar jendela kereta di belakang. Dia kemudian beralih menatap pemuda berjubah hitam yang juga sedari tadi bungkam seribu bahasa di hadapannya.

"Hey Nevtor. Kenapa dengan orang itu?"

Sambil melipat tangan dan menyandarkan kepala pada dinding gerobak, Nevtor melirik sang kusir sejenak lalu menatap Wash. "Biarkan saja! Mungkin dia lelah," jawabnya malas.

Wash menghela nafas. Sebab kebosanan, dirinya lekas berdiri walau goyah karena kereta terguncang - guncang. Dengan lesunya ia pun langsung duduk pada tepian kereta, kedua kaki bergelantung. Dia memandangi langit terik dan burung vulture sambil sesekali menyeka keringat yang mengalir di pelipis.

Suasana lengang. Tak lama kemudian kereta kuda berhenti mendadak, mengakibatkan Wash terpental keluar karena tak sempat berpegangan. Dirinya mendarat di gundukkan pasir yang panas, seluruh wajahnya tertutupi. Saking panasnya ia cepat - cepat membersihkan pasir tersebut dari mukanya. Bak baru saja di rebus, wajah Wash terlihat seperti itu sekarang ini.

Sembari berjejak kesal, ia pun menghampiri sang kusir untuk segera ngomel - ngomel. Namun langkahnya terhenti sebelum bisa melakukan itu. Mata dia langsung terbeliak lantaran melihat sesuatu mengerikan di depan saat ini.

"Apakah itu?" Wash melongo tak percaya. Tubuh langsung membeku dengan sendirinya.

Sementara, Fenrir dan Nevtor juga ikut menyaksikan sesuatu mengerikan tersebut dari dalam kereta kuda. Tetapi tidak seperti Fenrir yang terlihat takut, Nevtor tampak biasa saja dengan tampang khasnya.

"Jadi ini ... yang dimaksud Nona Serena?" Fenrir bertanya - tanya dengan air muka tercengang.

Apa yang diperingatkan akhirnya muncul, yakni monster penghuni tempat ini. Dengan tinggi tubuh sebelas meter, memiliki enam kaki dan dua capit besar bergerigi di depan. Tidak ketinggalan ekor besar nan panjang melingkar yang mengandung racun mematikan. Bahkan digadang - gadang makhluk tersebut mempunyai kulit sekeras seratus perisai.

Makhluk itu mengeram keras, memekakkan telinga. Lalu dengan cepat ekor yang panjang pun melesat tusukan. Menghantam kereta kuda dan menghancurkannya berkeping - keping. Untungnya, Nevtor dan Fenrir sempat melompat keluar sebelum serangan itu terjadi.

Crakk!

Sekali lagi makluk tersebut mengeram. Ekornya langsung dikibaskan sangat kuat ke samping kanan. Ketiga lelaki itu pun lekas melompat menghindar. Namun nahas, kuda yang malah terkena dan terpental jauh entah ke mana.

"Sialan!!" Decit Fenrir. Dia mengambil dua knuckle dari tas yang diselempangkan lalu memasang di kedua tangan. "Kalian berdua bantu aku menghabisi monster itu!!" Titahnya tegas.

"Cih, akhirnya kau mau bicara sekarang," sahut Wash jauh di belakang sedikit kesal. Dirinya menghunuskan 'Matilda' dari pinggul kiri dan bertahap memasukkan amunisi ke magazine, lalu dengan kerennya dia memutar senjata bak seorang koboi.

Di sisi lain, Nevtor sudah siap sedia dengan pedang hitam di genggaman kedua tangannya. Netra heterchromia-nya pun mengintimidasi makhluk tersebut dari balik tudung yang berkibar tertiup angin.

***

[ Pagi sebelumnya di perpustakaan kota Known ]

Fenrir tengah sibuk merapihkan beberapa kantung berisikan makanan dan minuman dalam kereta kuda. Dibantu oleh Serena yang sedari tadi keluar masuk perpustakaan, akhirnya pekerjaan mereka pun telah selesai.

Sambil menunggu dua orang yang belum datang, Fenrir pun duduk di tepian gerobak kereta. Sampai beberapa menit berlalu, kedua orang yang dimaksud akhirnya muncul, berjalan sejajar. Tetapi hal itu justru membuat mimik si pemuda tampak gusar, kemudian beranjak bangkit.

"Apa maksudnya ini?" Dia kebingungan dengan kedua alis naik, menatap dua lelaki yang semakin dekat.

Mimpi apa dirinya semalaman? Hari ini benar - benar kesialan untuknya. Belum cukup dengan masalah si pemuda berjubah hitam itu, sekarang masalah malah bertambah ruwet. Upaya untuk bisa tenang nyatanya sekarang telah mustahil.

"Yo, selamat pagi!" Sapa si Lelaki berambut perak penuh keceriaan seraya melambaikan tangan. Dirinya dan Nevtor pun sampai pada tempat Fenrir berpijak.

Fenrir menatap gadis kecil yang melayang di sampingnya, kemudian berkata, "Nona, apa maksud ini? Kenapa harus ada dia segala." Jari telunjuknya menuding lelaki berambut perak penuh kesal.

"Yah, aku memang meminta Nevtor mencari satu orang lagi untuk ikut," jelas Serena. "Tetapi kutidak menyangka bahwa si Maniak itu yang diajak." Sambil menopang dagu, dia ikut terheran - heran.

"Tidak ada seorang pun yang kukenal di kota ini. Jadi hanya dia yang terbesit dipikiranku," tutur Nevtor tanpa ekspresi. Netranya kemudian melirik orang yang dimaksud dalam pembicaraan. Ternyata sedang cengar - cengir seperti orang gila.

"Ya, itu masuk akal!" Dia beranjak menampakan kedua kakinya pada trotoar jalan. Tubuh kecilnya sekarang nampak seukuran dengan roda kereta kuda.

Wash yang masih senyam - senyum perlahan melangkah mendekati gadis kecil tersebut. Lidah dijulurkan dengan kedua tangan yang dibuka lebar layaknya mencoba menangkap seekor hewan.

Fenrir memantau tingkah si Lelaki berambut perak itu dengan tatapan intimidasi, kemudian beranjak dari tempatnya dan membelakangi Serena. Alhasil, langkah Wash pun terpotong.

"Hey, hey cepat minggirlah!" Perintah Wash yang sesekali memandangi si gadis kecil yang terlihat dari balik selangkangan.

"Jangan coba - coba untuk mendekati, Nona Serena. Itu pun jika kau masih ingin hidup lama." Fenrir membalas. Tatapannya sangat menakutkan bak serigala yang siap mengoyak leher mangsanya.

"Huh?!" Tangan kanan si Lelaki mengambil senjata yang disembunyikan dari balik baju belakang. Kemudian dengan mimik menyeringai, Wash menondongkannya tepat di muka sang pemuda. "Tadi kau bicara apa? Aku ingin dengar sekali," lanjutnya. Pelatuk siap ditarik kapan saja.

Fenrir tampak tak gentar walau ada sebuah senjata memburu di dahinya. Baginya gertakan sama sekali tak berarti. Dengan kemampuan kecepatannya, dirinya cukup percaya diri menghindari serangan apapun kapan saja. Itulah sebabnya ia dijuluki sebagai Title Epic terhebat.

"Belum cukup dengan para wanita sekarang kau malah menginginkan gadis kecil juga. Apa kau juga semacam lolicon?" Celetuk Nevtor yang nampak ingin melerai. Dirinya kemudian menaiki gerobak penumpang yang tertutupi terpal hitam di atasnya lalu duduk berselonjor.

"Siapa yang menyuruhmu untuk naik?" Tanya Fenrir ketus.

Pemuda berjubah hitam tak menjawab. Kerutan pun terpampang di jidat Fenrir. Namun tatapan tajam tetap terfokus terhadap Wash yang masih menodongkan senjatanya.

Merasa bosan, lelaki berambut perak memilih menarik senjata dan menggantungkan di pinggul. Kemudian beranjak naik ke kereta kuda lalu berucap, "Seperti ini hari keberuntunganmu. Namun lain kali, bersiaplah! Aku akan melubangi dahimu," gertaknya lalu ikut duduk berselonjor dan mengambil secarik kain putih dari saku celana.

Si Nona kecil yang melihat Fenrir tampak gusar langsung mencoba menenangkannya, "Sudahlah, lagipula tidak seorang di sini yang bisa diminta bantuan. Kita cukup beruntung kalau mereka mau ikut. Mungkin mereka berdua akan banyak membantu," nasihatnya.

Fenrir menghela nafas panjang. "Baiklah, apa boleh buat kalau begitu!" Dia lalu berjalan ke kursi pengendara dan menaikinya. Kemudian mengambil tali pecut dengan kedua tangan.

Serena kembali melayang dan menghampiri sang kusir. "Oh iya satu hal lagi. Berhati - hatilah ketika kalian sampai di Padang Fatamorgana," pesannya.

"Memangnya kenapa?"

-----

Keterangan:

[ Sebuah gulma atau rumput raksasa berbentuk oval yang ketika kering akan menggelinding ]

avataravatar
Next chapter