webnovel

Berbeda Pendapat

Naga dan Bela memasuki sebuah toko khusus mainan. Keduanya mulai melangkah pelan, menuju ke arah bagian mainan untuk anak-anak. Bela yang melihat pun hanya mampu diam dengan senyum lebar, merasa takjub karena banyak mainan yang ada di sana. Terlihat mewah dan juga mahal. Hingga pandangannya jatuh pada sebuah mobil-mobilan berwarna hitam, membuatnya menghentikan langkah.

"Naga, kamu gak mau belikan Alzam mobil-mobilan itu?" tanya Bela. Bagaimanapun Alzam adalah anak dari kakak Naga yang masih berusia enam tahun dan Bela merasa jika bocah kecil yang menggemaskan tersebut akan menyukainya. Ya, Bela memang pernah bertemu saat di pesta pernikahannya.

Naga yang mendengar saran Bela menghentikan langkah dan menatap ke arah tunjuk Bela. Dia ingin melihat seperti apa pilihan wanita yang sudah menjadi istri sahnya. Hingga mendengus kesal dan mengalihkan pandangan.

"Gak semua anak kecil itu harus dibelikan mainan untuk kado, Bela. Kamu harus mencarikan hal lain yang sebenarnya akan sangat dia sukai," ucap Naga.

Bela terdiam, menatap ke arah Naga dengan kening berkerut dalam. "Apa?" tanya Bela, bingung.

Bukankah anak kecil selalu menyukai mainan? Apa keponakan Naga merupakan tipe yang berbeda, batin Bela.

"Makanya ikut aku. Lagi pula aku hanya mengajak kamu masuk dan bukan untuk membantu memilihkan hadiah untuk Alzam," jawab Naga dengan tegas.

Bela langsung berdecih kecil ketika mendengarnya. Kalau tidak mau meminta pendapat, kenapa juga harus mengajak masuk untuk melihat? Dasar aneh, gerutu Bela dalam hati. Namun, dia tetap tidak berani mengatakannya secara langsung karena akan menjadi masalah jika Naga mendengarnya.

Bela mulai mengerutkan kening dalam ketika melihat tempat yang didatangi kali ini. Mainan anak seperti mobil, pesawat, kereta dan lainnya sudah tidak lagi terlihat. Hanya dengan menaiki lima tangga, dia sudah disuguhkan dengan berbagai rak buku, membuatnya semakin tidak percaya.

Dia gak akan membeli buku, kan, batin Bela sembari menelan saliva pelan. Jika benar Naga membelikan Alzam buku, bisa dipastikan seberapa kecewa wajah gembul bocah tersebut. Hingga Naga mengambil beberapa buku mewarnai beserta peralatan lain, membuat Bela menatap lekat.

"Kamu yakin mau membelikannya itu?" tanya Bela ketika Naga sudah memasukkannya ke dalam keranjang belanjaan.

"Memangnya ada masalah kalau aku mau membelikan kado Alzam buku mewarnai?" Naga balik bertanya dan menatap ke arah Bela sinis.

"Tidak masalah sebenarnya, hanya saja aku merasa aneh, Naga," jawab Bela, tetap terlihat santai.

"Kenapa kamu membelikan dia buku mewarnai dan majalah anak?" tanya Bela, penasaran dengan alasan Naga kali ini.

"Karena Jessica yang mengatakan hal ini," jawab Naga santai. "Sebelum menikah kita sudah berencana membelikan Alzam kado seperti ini. Dia bilang kalau ini akan bermanfaan untuk Alzam karena bisa menambah kepandaiannya"

Deg. Bela yang mendengar langsung diam. Ada perasaan sakit yang tiba-tiba saja datang. Dia tahu pernikahannya dengan Naga bukan karena keinginan mereka. Dia juga tahu kalau pria yang menjadi suaminya tidak pernah mencintainya. Namun, bisakah dia sedikit lebih menjaga perasaan?

Sejenak, Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha meredam rasa sakit yang tidak beralasan dan tetap bersikap biasa. Kali ini, dia memilih melangkahkan kaki ke arah lain, mengabaikan Naga yang masih fokus dengan tumpukan buku yang diambil.

"Kamu ada yang dicari?" tanya Naga ketika selesai.

Bela yang ditanya langsung menggeleng.

"Kalau begitu ayo pulang," ajak Naga dan mendapatkan anggukan dari arah Bela.

***

"Kenapa kamu harus membeli mobil-mobilan itu, Bela? Bukankah aku bilang kalau aku melarang kamu membelikan mainan seperti untuk Alzam?" protes Naga ketika memasuki mobil. Pasalnya, Bela masih tetap mengambil mainan yang ingin dibeli sebagai hadiah untuk keponakannya. Padahal jelas-jelas kalau dia sudah melarang hal tersebut, tetapi kali ini Bela mengabaikan larangannya.

Bela yang mendengar hal tersebut menatap ke arah Naga dan memasang raut wajah masam. Rasanya kesal karena pria di dekatnya yang terus mengomel tidak ada henti. Bukan hanya itu, sejak tadi Naga juga terus berceloteh, memberikan ceramah yang membuat Bela bosan. Meski ini kali pertama Naga berbicara panjang lebar dengannya, tetap saja rasanya Bela ingin Naga diam saja seperti sebelumnya.

"Bela, kamu mendengarku?" tanya Naga ketika Bela hanya diam dan tidak menjawabnya.

Bela yang ditanya mendesah kasar. "Aku mendengarnya, Naga," jawab Bela tanpa menatap ke arah sang suami.

"Jadi, kenapa kamu tetap membelinya?" tanya Naga kembali. "Atau kamu mau mencoba mendekati keluargaku supaya bisa dekat dengan mereka dan membuat Jessica sulit mendapatkan hati mereka nantinya?" tambah Naga menebak, menatap Bela sekilas dan kembali menatap jalanan.

Sungguh, aku benar-benar ingin membuang pria ini ke dasar laut, batin Bela dengan tatapan tidak suka. Tidak pernah sekalipun Naga berpikir baik tentangnya. Selalu saja hal buruk yang terpikir dengan pria tersebut, membuat Bela mau tidak mau harus menahan sabar agar tidak terjadi pertengkaran.

Sejenak, Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha menguasai emosinya yang siap meledak. Hingga dia merasa mampu melakukannya, membuatnya mendesah kasar dan kembali menatap Naga.

"Aku tidak ada niat begitu, Naga. Tenang saja, aku tidak akan terlalu dekat dengan mereka dan aku pastikan jika kak Jessica kembali, hati keluargamu masih ada dengannya. Selain itu, aku membelikan kado untuk Alzam hanya sebagai ucapan selamat untuk hari ulang tahunnya saja," jelas Bela dengan tenang, berusaha agar tidak membuat keributan di dalam mobil karena perjalanan mereka yang masih panjang.

"Naga, bisa sekali saja jangan berpikir buruk tentangku?" ucap Bela ketika melihat Naga membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu.

Naga yang mendengar langsung diam, menutup mulut rapat dengan tatapan yang sulit diartikan. Bela yang melihatnya pun langsung mengalihkan pandangan, menatap ke arah jalanan dengan perasaan tidak karuan. Apakah dia marah? Mengingat Naga yang langsung bungkam membuatnya langsung menelan saliva pelan.

Aku rasa aku sudah membuat kesalahan, batin Bela. Hingga sepuluh menit kemudian, Naga memberhentikan sebuah mobil di depan rumah berlantai dua. Tidak terlalu besar dan terlihat sederhana. Hanya halaman yang cukup luas dan ditumbuhi banyak sekali pepohonan yang membuat suasana di sana menjadi teduh.

"Uncle Naga," teriak seorang bocah kecil yang baru saja membuka pintu rumah.

Naga yang mendengar langsung mengulas senyum lebar. Hal yang baru pertama kali Bela saksikan. Dia yang baru saja keluar dari mobil hanya mampu diam ketika melihat dua pria beda generasi tersebut tengah berbincang. Hingga Bela berdiri di sebelah Naga dan menatap Alzam lekat.

"Aunty Bela," sapa Alzam dengan raut wajah menggemaskan.

"Hai, Alzam. Selamat ulang tahun. Ini kado untuk Alzam," ucap Bela sembari memberikan mobil-mobilan yang baru saja dibelinya.

Alzam yang baru saja menerima kado dari Naga langsung meletakannya dan mengambil kado Bela. Raut wajahnya berbinar dengan senyum manis dan menatap ke arah Bela.

"Aunty Bela memang paling baik. Terima kasih, Aunty," kata Alzam dan langsung mendekap tubuh Bela.

Sedangkan Naga yang melihat langsung berdecaih dan memutar bola mata pelan. Dasar penjilat, batin Naga kesal karena Alzam yang begtiu menyukai Bela.

***

Next chapter