1 Prolog

Sebuah gedung apartemen kecil di sudut kota Vellas nampak muram dengan cat mengelupas di sana-sini, tangga darurat telah berkarat di lahap musim yang bergulir waktu demi waktu, mereka terlihat sama rata, diantara gedung-gedung serupa di kanan-kirinya yang juga termakan usia. Dalam salah satu apartemen sempit di sana, dengan jendela geser yang nampak selalu gelap seakan tak punya tuan, seorang pemuda sengaja mengunci dirinya. Menghilang dari pandangan dunia sebab baginya dunia sama dengan neraka.

Ruang tamu sesak yang penuh oleh barang layu tanda sudah beberapa hari bahkan minggu berada disana tidak terjamah, apalagi masuk tong sampah. Sisa kemasan makanan instan masih memenuhi dapur apartemen itu, dengan piring-piring kotor yang jadi penghias ditengah kekosongan ruangan bercat putih pudar, tetesan air dari keran tua terdengar memenuhi udara. Hanya ada 6 buah piring dan 6 pasang sendok-garpu, 3 buah gelas kaca juga sekotak sereal yang hanya tinggal remah-remah terakhirnya.

Pemuda itu berada di salah satu kamar dengan unit komputer yang menampilkan deretan coding sibuk mengetik dengan jari-jarinya yang lihai menari di atas keyboard, matanya tak lepas dari layar hitam dihiasi rangkaian matrix hijau di dalamnya. Pemilik manik ke-abuan itu tampak tak terusik dengan keadaan wisma sempit peninggalan ibunya ini, ia justru kerap menenggelamkan dirinya pada untaian algoritma dalam layar persegi di dalam kamar remang miliknya, begitulah caranya menyapa dunia, melihat bagaiamana dunia luar berjalan dengan menjadi seorang hacker tanpa seorang pun tau, awalnya ia hanya mencoba mengotak-atik unit komputer lama milik ayahnya, lambat laun secara otodidak, melewati trial-and-error berulang kali membuatnya sampai pada titik ini dimana orang-orang dunia maya menyebutnya GOD CERBERUZ.

Ya! itulah dia, Alexander Vernon alias CERBERUZ seorang gamer papan atas sekaligus Hacker handal yang licin bagai ular laut, dialah dalang dari terkuaknya kebohongan -kebohongan busuk penguasa, menjadi idola tanpa identitas nyata bagi khalayak dunia. Dialah yang di gadang-gadang sebagai GOD CERBERUZ pengendus kebusukan para tiran.

Nyatanya, Lex (panggilan dari ibunya) punya kemampuan mirip layaknya Cerberus dalam mitologi yunani kuno, jikalau Cerberus sang penjaga dunia bawah bisa mengendus dan melacak arwah- arwah yang kabur dari dunia orang mati dan menyeretnya kembali ke neraka, maka Lex sedikit berbeda, kemampuannya adalah mencium bau kebohongan dan emosi dari orang-orang yang ditemuinya, manik ke-abuan miliknya bisa menangkap warna dari emosi manusia, warna itu akan memancar di belakang mereka menunjukkan jati dirinya pada Lex. Sekecil apapun kebohongan itu, tetap akan terasa menyengat di hidung bangirnya seperti mencium bangkai dalam ruangan sempit tanpa adanya fentilasi udara, dan ini adalah penyiksaan baginya yang merasa setiap tempat adalah neraka, kecuali rumah.

Tak ada seorang pun di rumahnya kecuali dia, maka tak akan ada bau kebohongan disana.

Saat dulu Lex beranjak remaja ia sama sekali tak bisa keluar dari rumah bahkan hanya untuk pergi membeli sepotong roti di toko persimpangan Bermount St. 200 m dari rumahnya. Dengan kondisi Lex yang seperti itu, ibunya yang penuh kasih sayang dengan telaten membuat beberapa buah masker sebagai pelindung bagi Lex agar dapat menghadapi dunia dan tak lagi tersedu sebab bau yang tidak seorang pun di dunia ini dapat menangkapnya kecuali dia.

Lex sangat membenci kondisinya yang terlahir seperti ini, jika ini adalah film maka sudah pasti dia menjadi super hero yang dielu-elukan, tapi pada kenyataannya ini merusak hidupnya. Ia tak bisa punya teman, tak bisa pergi sekolah, tak bisa ke taman bermain sekedar untuk menginjakkan kakinya dikotak pasir.

Masker buatan mendiang ibunya dulu sangat membantu, entah bahan apa yang digunakan hingga mampu menampik bau tak menyenangkan itu. Jika diingat lagi bau-bau mengganggu itu tidak pernah tercium sampai ke dalam rumahnya, seperti benar-benar ada penangkal yang membuatnya tak bisa masuk untuk menggelitik hidung Lex.

Inilah mengapa Lex sangat terpukul saat kepergiaan ibunya 2 tahun lalu, alhasil setiap hari ia hanya main game dan makan makanan instan karena kemampuan memasaknya yang buruk. Dalam 2 tahun, ia berhasil menjadi gamer professional yang diperhitungkan dunia, dari situlah ia menghasilkan uang untuk dirinya sendiri. Dan ya, masalah uang Lex tak perlu khawatir.

--***--

Meja kerja yang berantakan adalah pemandangan biasa di ruangan ini, di ruangan 2x4 m dengan aroma kopi yang setiap hari menyeruak hidung, kertas berserakan, white board yang penuh dengan coretan spidol merah, peta wilayah yang di pasangi pin-pin penanda, foto-foto profil korban kekerasan atau pembunuhan bertebaran dengan lingkar-lingkar penanda diatasnya. Sebuah sofa hitam panjang bertengger di sisi ruangan dengan tenang menjadi pengganti ranjang nyaman bagi si pemilik ruangan.

Melva Jane O'Connor (Mel); penghuni ruangan kecil yang berada dalam gedung kantor kepolisian kota Vellas. Menjelma menjadi zombie yang seringkali melewatkan waktu tidur untuk mengerjakan kasus-kasus yang belakangan sangat berat dan membuat pening kepalanya. Dia membawahi sebuah unit departemen yang menangani kasus kekerasan dan kejahatan khusus VCPD di usia yang masih terbilang muda, 28 tahun.

Prestasi gemilang selama menempuh pendidikan sebagai calon anggota polisi berpengaruh besar pada karirnya setelah lulus, dipercaya memegang tim yang menangani kasus-kasus sensitif benar-benar melelahkan. Dan tentu saja pandangan dengki dari para senior yang merasa kalah oleh anak bau kencur juga harus di hadapinya setiap hari dengan senyum terkembang berpura-pura polos.

Mel orang yang simpel dengan kepribadian sedikit kaku, perempuan yang hanya punya setelan monochrome di lemari pakaiannya. Dia orang yang serius dengan apa yang dilakukannya sampai titik harapan terakhir, ini berlaku juga untuk kasus yang tengah di hadapi pihak kepolisian tepatnya kasus yang menjadi tanggung jawab departemen yang ia pimpin.

Mel mengurut pelipisnya yang terasa penat dengan sesekali menyeruput kopi hitam dengan asap masih mengepul, hari sudah beranjak pagi dan ia masih berkutat dengan berkas-berkas kasus pembunuhan yang sedang menjadi sorotan panas dari masyarakat, memberi beban tambahan di pundaknya yang mungil.

Beruntung Mel mempunyai 4 orang anggota yang solid dan menghormatinya, hal ini menjadi sedikit penghiburan untuknya.

Kasus kali ini sedikit berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya yang pernah Mel hadapi, kecurigaannya mucul ketika korban kedua di temukan malam kemarin oleh seorang pelayan cafe yang hendak membuang sampah di belakang gedung, Mel curiga ini adalah pembunuhan berantai.

Kecurigaannya bukan tanpa alasan, 2 korban yang sudah ditemukan mempunyai pola yang mirip baik dari segi luka, penyebab kematian, dan tempat ditemukannya mayat korban, riwayat dan pekerjaan dari kedua korban ini pun sama yaitu wanita pekerja seks komersial dengan catatan kecanduan alkohol yang parah. Tapi ini hanyalah hipotesis yang belum pasti karena kurangnya bukti yang timnya miliki.

Wanita berparas cantik dengan mata kebiruan itu mendengus frustasi, rambut panjang yang sedari tadi diikat rendah kini ia gerai dengan menarik tali rambut menggunakan tangan kanannya lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi kebanggaannya dengan kepala menengadah untuk menghirup sebanyak-banyaknya oksigen agar sampai ke otak nya, siapa tau bisa membuat otak nya sedikit berjalan pikirnya.

Pencarian pelaku masih menemukan jalan buntu, tidak ada saksi, bahkan Cctv yang terpasang di belakang gedung berhasil di kelabui, bukti masih nihil, tak ada jejak sececerpun disana, di tubuh dingin korban meskipun sudah dilakukan outopsi dan mengekstrak DNA. Hanya ada DNA korban, dapat dipastikan pelaku adalah orang yang sangat hati-hati.

Mel masih memutar otaknya, mencari celah diantara sempitnya kemungkinan.

Oke, Dia butuh bantuan!

avataravatar
Next chapter