1 Prolog

Kulihat ibuku meraih gagang sapu di dekatnya. Kesal bercampur amarah tersirat dari raut wajahnya ketika ia dengan brutal memukuli aku yang masih berusia 13 tahun. Aku menangis, berteriak kesakitan, dan memohon ampun padanya. Namun, ia seolah tidak mendengarku. Kata-kata kasar yang tak sepantasnya seorang ibu ucapkan pada anaknya selalu terlontar dari bibirnya.

"Kau itu anak sial! Kenapa tidak mati saja sekalian!" tegasnya.

Aku meringkuk di lantai, menutupi kepalaku dengan kedua lenganku serta menahan sakit sebisaku. Berharap ia akan segera tenang dan berhenti memukuli tubuhku yang sudah penuh lebam. Dan benar saja, tidak lama kemudian ia melemparkan gagang sapu itu ke belakang pintu, tempat semula sapu itu berada. Aku menghela napas, sedikit lega karena kupikir ia sudah lelah dan menyerah menyiksaku malam itu.

"Ampun, Ma... Udah... Sakit, Ma, sakit..." Kupandangi wajahnya dengan terisak, menyatukan telapak tangan seraya memohon ampunan.

Tanpa mendengarkan rengekanku, ia menarik tanganku dan langsung menyeretku ke bagian belakang rumah. Ada sebuah kolam renang pribadi yang tidak begitu besar di sana. Dalam remang aku melihat permukaan air kolam tampak menari-nari karena sedang hujan. Aku didorong dan langsung terjatuh ke dalam kolam itu. Dingin, aku mulai menggigil. Air kolam yang bercampur dengan rintik hujan terasa menusuk-nusuk luka di sekujur tubuhku. Aku berusaha meraih tepi kolam untuk naik, tapi ibuku dengan sigap menahan kepalaku dengan tangannya. Kenapa dia sangat kejam padaku?

"Mampus kau anak tidak ada gunanya!" teriaknya dengan diiringi suara gemuruh seolah langit pun ikut mencaciku. "Dasar aib! Menyusahkan! Harusnya kau sudah mati dari dulu!" lanjutnya dengan rasa kebencian di wajahnya yang membuatku sangat takut kepadanya.

Tanpa ragu ia menenggelamkan kepalaku dengan kedua tangannya. Aku berusaha menaikan wajahku sekuat tenaga.

"Ma udah, Ma, tolong..." Aku meronta-ronta sambil menggenggam tangannya. Aku bisa merasakan sejumlah air yang masuk tenggorokanku setiap kali aku berucap meminta tolong.

Tapi dia kuat sekali. Tenagaku kalah darinya karena seluruh tubuhku sakit dipukuli. Aku terus menelan banyak air, terbatuk-batuk, lemas, dan mulai kehabisan nafas. Dadaku sesak, suara ibuku yang tiada henti mengumpatiku itu hampir tak kudengar lagi. Dadaku panas serasa terbakar, gelembung-gelembung udara terus keluar dari hidung serta mulutku.

Seperti inikah hidupku akan berakhir? Aku memandangi wajahnya dari dalam air. Mungkinkah ia akan lebih bahagia jika aku tidak ada? Aku harap begitu. Kulepaskan genggamanku dari tangannya dan membiarkan diriku tenggelam. Tidak ada gelembung udara lagi yang tersisa. Pandanganku kabur, dan semakin gelap...

-----------------------------------------------------------

Salam kenal, guys!

Terima kasih buat yang udah baca, komen, dan vote/like ya.. Kritik dan saran welcome~~ XD

avataravatar
Next chapter