15 Kutz Village

Brak!

Pecahan tembok batu berhamburan dari belakangnya, dan Axelia reflek melindungi kepala sambil berjongkok. Sesuatu terlempar bersamaan dengan pecahan dinding batu. Makhluk itu jatuh menindih para Exval telak. Yang membuat mereka menghilang seketika.

Seseorang keluar dari lubang besar di tembok bangunan. Perlahan-lahan Axelia meluruskan pandangannya. Vincent melangkah anggun di tengah puing-puing batu. Pedang mengilap di tangan kanannya bagai ancaman mematikan. Dia tak pernah main-main dalam bertarung, makhluk besar itu tahu kalau musuhnya ini tak punya belas kasihan sedikit pun. Ironis sekali. Niatnya ingin mengintimidasi Vincent malah berbalik kepadanya seperti boomerang.

Vincent hanya seorang manusia! Kalah dari seorang manusia merupakan penghinaan baginya. Dia geram. Kekesalan menguasai. Dia bangun perlahan tapi terjerembab lagi ketika kulitnya terbelah di beberapa bagian bersamaan dengan semburan darahnya. Sayatan pedang telah tercipta di sekujur badan. Entah sejak kapan. Dia sendiri terkejut. Sementara jarak darinya dengan Vincent terbentang agak jauh. Tidak disangka-sangka, rupanya sang komandan Nightroad Zero sehebat apa yang rekan-rekannya bicarakan. Makhluk itu meringis.

Sebelum tubuhnya benar-benar hancur, atensinya bergeser hingga tercengang saat menemukan Axelia. Mulutnya terbuka megap-megap. Kemampuan bicaranya mendadak sulit digunakan. Dia tercekat. Menggertakkan gigi dengan rahang terkatup kuat. Dia marah akan sesuatu. Tapi sesuatu yang hendak dia ucapkan harus ikut lenyap bersama dengan nyawanya yang diujung lidah.

Axelia membeku dengan tatapan terpaku pada makhluk yang terkulai tak berjiwa lagi. Saat itu rasa nyeri menyerang kepalanya, dan dia meremas rambut putihnya sambil meringis-ringis. "Argh!" Ketika sakit menusuk-nusuk kepalanya, Axelia seakan melihat sebuah kilasan cepat diingatannya. Seringaian bibir di dalam kegelapan kembali memasuki memori otaknya. "Arghh!" Demi apa pun, Axelia tak pernah mengingat apa itu dan siapa sosok itu. Seringainya seolah sedang menertawakan. Dan sakit di kepala kian menjadi.

Erangan gadis itu menarik langkah Vincent untuk mendekat. Sedingin apa pun sikap pria itu, melihat Axelia meringkuk memegangi kepala kesakitan seperti itu, tidak membuat Vincent mengabaikannya. Dia kemudian berjongkok di depan Axelia.

Pada saat yang sama, Aiden sedang berlari mencari keberadaan Axelia. Hingga dia melihat sebuah menara lonceng di atas bukit. Tempat itu seolah memintanya untuk datang ke sana dan Aiden segera mengikuti kata hati. Dia berlari naik ke bukit, sampai pandangannya menemukan bangunan gereja setengah hancur. Aiden terdiam sejenak saat manik hijaunya berpendar ke sekitar. Lalu dia tertegun seketika. Di depan matanya, Axelia yang dia cari-cari dengan gusar, kini terlihat sedang berada di dalam pelukan seorang Komandan Nightroad Zero. Vincent.

Sekilas guratan wajah tegang Aiden sedikit lebih rileks dengan ekspresi mendung. Perasaan aneh menyeruak dibenaknya. Aiden membuang pandangan. Aiden, di dalam benaknya bertaruh, pemandangan makhluk besar yang sudah menjadi bangkai jauh lebih baik untuk dilihat. Entah apa alasannya. Aiden hanya terkejut dan agak tidak suka mendapati Axelia dipeluk pria lain. Lebih-lebih pria itu adalah pemimpin tentara khusus yang tidak dia sukai.

Aiden berbelok ke bangkai makhluk besar. "Harus diapakan bangkai ini?" gumam Aiden memperhatikan makhluk itu. "Kupikir semua tentara vampir akan menghilang setelah dibunuh."

"Monster itu jenis Dergon. Dia tidak bisa menghilang seperti Exval setelah dibunuh." Vincent menyahut sembari berjalan ke arah Aiden, diikuti Axelia di belakangnya.

Ah, jadi Dergon adalah nama jenis makhluk ini? Sekarang Aiden tahu monster raksasa yang hampir memakannya sewaktu di gedung tahanan penyihir itu.

"Bagaimana dengan Exval? Kukira mereka hanya aktif di malam hari," timpal Aiden.

"Bukan aktif di malam hari, lebih tepatnya mereka akan 'hidup' ketika langit tidak menampakkan sinar mataharinya."

"Jadi maksudmu, selama langit sedang mendung seperti ini, mereka bisa bergerak?" Aiden menyimpulkan. Sebuah pengetahuan bahu baginya yang selama ini mengira Exval adalah makhluk nokturnal, sama seperti vampir.

Asap membumbung ke udara menjadi bekas pertempuran mereka. Asap yang berasal dari atas bukit itu terlihat semakin jauh ketika mereka berderap dengan kuda meninggalkan desa. Makhluk Dergon dibakar tampak seperti daging besar yang sedang dipanggang setelah Aiden melempar api sebelumnya.

***

Cahaya remang-remang mengisi ruangan berlantai marmer hitam. Seseorang duduk angkuh di kursi empuknya dengan tangan kanan memegang gelas berisi cairan merah. Dia menatap kosong pada perapian yang sedang menyala.

Seseorang datang dari pintu yang terbuka. "Tuan, Dergon di desa Kutz telah dikalahkan olehnya."

Sosok itu tersenyum miring mendengarnya. "Dia benar-benar menikmatinya." Kemudian dia menyesap segelas darah dengan anggun.

***

avataravatar
Next chapter