10 Departures

"Sudah selesai. Dia akan baik-baik saja setelah ini," ujar Axelia.

Setengah percaya dan tidak percaya, tapi nyatanya mereka melihat proses operasi itu dengan mata kepala sendiri.

"Siapa lagi yang terluka? Antarkan aku pada mereka!" teriak Axelia. Seorang lansia adalah yang pertama datang menghampiri. Meminta bantuan untuk pinggangnya yang sakit. Axelia memberi nasihat disusul ramuan obat herbal diberikan secara cuma-cuma. Hingga satu per satu orang berdatangan, mengerubungi gadis itu dengan berbagai macam keluhan.

Vincent memperhatikan kesibukan Axelia dari jauh. Tampak Aiden merapikan mereka yang berebut bicara dengan gadis buta itu. Ungkapan terima kasih terus berdatangan pada Axelia. Bahkan sampai ada yang membawakan buah-buahan sebagai bentuk bayaran. Namun, dia tolak itu dengan halus. Karena desa ini pasti mengalami kekurangan bahan makanan setelah peristiwa berdarah semalam.

Sampai Cellios mendekat ke sampingnya. "Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya pemuda pendek tersebut.

"Di mana anggota lain?" Vincent membalasnya dengan kalimat tanya. Karena dia belum melihat anggota NZ di sekeliling.

"Mereka masih membantu warga. Apa aku panggilkan untuk berkumpul?" tawar Cellios.

"Panggillah mereka. Kita akan bersiap berangkat," ujar Vincent.

"Baik!" Cellios berbalik pergi, sedikit berlari ke arah utara.

Diperhatikannya sekali lagi gadis buta di sana, pasien terlihat mulai berkurang. Vincent memutuskan untuk mengayunkan langkah maju. Setiap langkah sepatu pria itu berpijak dengan tegas. Secara naluriah, warga berbalik. Tanpa ada yang memerintah, mereka bergerak membuka jalan ketika tahu sang komandan Nightorad Zero hendak lewat. Aura berat pria itu bagai menitah mereka untuk menyingkir dengan perasaan segan.

Sehingga kini Vincent berjalan di tengah barisan warga. Melangkah perlahan dengan gaya angkuh penuh wibawa. Menuju ke arah Axelia yang sedang duduk anggun di ujung jalannya. Kemudian, dia berhenti tepat di hadapan gadis buta itu. "Sudah waktunya. Kini, kau harus menjawab pertanyaanku. Ikut denganku atau tetap berada di desa ini?" Vincent memberikan dua pilihan. Di mana masing-masing opsi memiliki nada tuntutan penuh makna yang harus segera Axelia jawab.

"Kupikir kau tidak punya pilihan lain selain mengikutiku ke kota," tegas Vincent.

"Hey, ada apa?" sela Aiden. "Apa yang kau tanyakan pada Axelia?"

Axelia terdiam sejenak. Dia masih ingat bagaimana komandan Nightroad Zero itu tahu sesuatu tentang dirinya. "Aku akan pergi bersama kalian," putus Axelia.

Aiden menoleh ke samping. "Memangnya kau mau pergi ke mana? Kau akan ikut bersamaku ke kota, bukan?" kata Aiden separuh bingung.

Axelia mengangguk mantap. "Aku akan pergi ke kota bersama tim Nightroad Zero," pungkas gadis buta ini tegas. Kemudian, dia beralih pada Violet, anak perempuan yang membantunya mengobati mereka. "Violet, kau sudah cukup pintar dalam melayani mereka. Bisakah aku memercayakan kesehatan warga di sini?" kata Axelia.

"Kak Axelia tidak perlu khawatir. Pergilah bersama mereka," jawab anak perempuan itu ceria.

***

"Nona! Tolong terima buah-buahan dari kami sebagai ucapan terima kasih," kata seorang wanita yang tadi suaminya baru saja dioperasi.

"Nona, terima lah roti yang kumiliki ini," sambung warga lain maju. Satu demi satu membawa harta berharga mereka. Mulai dari jepit rambut dari seorang anak kecil, pakaian bagus hingga komoditi. Disodorkan kepada Axelia.

Bingung Axelia menanggapinya. Semua benda yang mereka bawa itu memiliki nilai ekonomis sampai tak ternilai berkat kenangan. Jadi, dia memilih menjadi seorang yang bijak untuk tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mengetahui banyak dari mereka merupakan warga miskin.

"Maafkan aku karena telah berlaku buruk kepadamu. Tolong bawa harta yang kupunya ini dalam perjalananmu." Seorang tukang jagal menyodorkan plastik berisi sisa dagangannya yang sempat selamat dari peristiwa semalam. Pedagang daging paling kaya di desa. Menyesali diri pernah memperlakukan gadis buta itu dengan buruk.

Walau Axelia benar-benar tidak memiliki penglihatan normal. Suara seseorang pun dapat menjadi objek penglihatannya. Axelia mengenali suara pria paruh baya ini. Yang seketika mengingatkannya pada momen di mana dirinya ditendang jatuh ke tanah sampai terluka oleh pria berkepala empat tersebut. Saat itu dia menawarkan bantuan tenaga untuk mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Namun, pengusiran secara kasar harus Axelia alami. Kata-kata kutukan sering berdatangan ke telinganya.

Berkat kebaikan hati Axelia dalam mengobati mereka yang terluka tanpa mematok bayaran, membuat kebencian kepadanya mulai tergantikan dengan kesadaran diri. Ada kemauan di benak para warga untuk menerima bahwa Axelia bukan lah pemagis jahat seperti yang dikoarkan pengikut gereja.

"Berikanlah pada orang yang lebih membutuhkan makanan," sahut Axelia bijaksana. Si pedagang daging itu tercengang. Mendengar jawaban tidak terduga keluar dari mulut seorang gadis yang pernah dia kasari. Semua orang menonton interaksi Axelia dengan keheningan pagi.

Kemudian, Axelia berbalik kepada sang komandan yang membawa tiga puluh penunggang kuda Nightorad Zero. "Kapan kita berangkat?" tanyanya. Mengalihkan keributan warga yang diakibatkan dirinya.

Vincent tersenyum tipis. Tidak ada yang dapat melihat garis bibir datar itu bergerak melengkung. "Kita berangkat sekarang," jawab pria ini.

***

avataravatar
Next chapter