1 Pahlawan

〔 Unknown POV 〕

Pahlawan... sejak saat itu, saat ayahku menyampaikan apa itu Pahlawan kepadaku, aku menjadi terkagum sekaligus Bingung dengan sosok Pahlawan itu. Bibi Aurel pernah berdongeng, dongeng tentang seorang Pahlawan Tampan yang menyelamatkan Putri Cantik, lalu mereka berdua hidup bahagia. Namun... Apa memang benar, itu yang dinamakan dengan Pahlawan?

Aku ingat, 3 tahun yang lalu, saat Umurku baru menginjak 7 Tahun, aku menanyakan hal itu kepada Ayahku. Aku bertanya, Apa itu Pahlawan? Mungkin orang lain akan menjawab bahwa Pahlawan adalah Orang yang menyelamatkan orang lain, seseorang yang mengalahkan kejahatan dan menegakan Keadilan, atau hal-hal semacam itu.

Namun Ayahku menjawab sesuatu yang lain, saat itu, aku masih dapat merasakan tepukan lembutnya di kepalaku, hanya aku sendirian saat itu, Kakak sedang bermain bersama ibu, dan aku mengobrol bersama Ayah.

ia sempat berpikir sebentar, lalu tersenyum dengan pandangan ke Cakrawala, sambil berkata.

" Pahlawan ya? Itu istilah yang cukup sulit dijelaskan, namun, definisi seorang Pahlawan menurutku adalah, Seseorang yang rela mengorbankan seluruh Jiwa dan Raganya untuk keselamatan orang lain, seseorang yang bertindak bukan untuk dipuji, namun karena kesadaran diri mereka sendiri, Menurutku, Seorang Pahlawan Sejati adalah seseorang yang Tidak mau disebut Pahlawan, seseorang yang tidak mengharapkan apapun dari siapapun, itulah... yang dinamakan Seorang Pahlawan. "

Saat Ayahku mengucapkan hal itu hari itu, setiap kalimat, setiap kata, setiap Huruf, semuanya masih menempel Erat di kepalaku, tidak ada yang aku lewatkan sedikitpun, walaupun begitu, hal itu masih belum dapat kumengerti sampai sekarang, aku terus berpikir ' Bukankah para Pahlawan itu sangat bodoh? '

Saat pikiranku masih berputar-putar, mencari jawaban yang selama ini Kucari, terdengar suara Familier yang memanggilku.

" Oi Rein, jangan bermalas-malasan disana, jika Ibu tahu, dia pasti akan marah! " Ucap Suara itu. Saat aku mendengar suara itu, aku bangun dari posisi tidurku dan melihat Seorang Anak yang seumuran denganku, Rambut emasnya bersinar dibawah cahaya matahari Pagi, Mata Zamrudnya berkilau seperti batu Permata yang berharga, Fitur wajahnya mirip dengan wajahku.

Anak ini adalah Kakak Laki-laki kembarku, seperti yang ia bilang, namaku adalah Rein, lebih tepatnya, Rein Hohenheim, sementara itu, Nama kakakku adalah Nash, Nash Hohenheim. Di dunia ini, hanya Para Bangsawan yang diperbolehkan memiliki Marga, karena itulah, Kami berdua adalah Bangsawan. Ayah kami adalah seorang Baron, yaitu Pangkat bangsawan paling Rendah yang ditugaskan untuk mengurus sebuah Desa Kecil di tempat-tempat terpencil. Walaupun disebu bangsawan, hidup kami masih seperti Rakyat biasa, kami masih bertani dan bercocok tanam sebagai mata pencarian utama kami.

Walaupun kami Kembar, hanya wajah kami yang lumayan Mirip, itu karena, Warna rambut dan Mata kami berbeda, Sifat kami berdua juga bertolak belakang, Jika warna rambut kakakku adalah Emas, warna Rambutku adalah Perak dengan sedikit warna Abu-abu dan Putih di beberapa helai rambut, lalu Mataku juga tidak berwarna Zamrud seperti kakakku, namun berwarna Ungu. Aku mendapatkan rambut perak dari Ayahku dan Mata Ungu dari Ibuku, sedangkan Kakak, memiliki Rambut Emas dari Ibu dan Mata Hijau dari Ayah. Kami berdua mewarisi karakteristik dari mereka berdua, namun berbeda.

Setelah itu, aku melihat Kakak mendekat kearahku dan berdiri didepanku, ia lalu sedikit membungkuk dan menggengam pergelangan tanganku, lalu dengan paksa menariknya.

" Ayo Rein, bantu aku untuk memanen Alurga ini, jika Ibu tahu kau malas-malasan seperti ini, dia pasti akan sangat marah. " Ucap Kakak, dengan wajah ketakutan, aku juga sedikit menggigil saat kakak menyebutkan Ibu, itu karena kami tahu, ia sangat menakutkan saat sedang marah.

Memikirkan apa yang terjadi jika Ibu mengetahui Aku beristirahat dibawah Pohon besar sebelum waktu Jam Makan Siang, aku langsung berdiri, kakak juga sudah melepaskan genggamannya di pergelangan tanganku, lalu aku hanya menggangguk dan mengambil Bakul yang sudah sedikit terisi dengan Alurga disampingku.

Melihat anggunkanku, Kakak tersenyum, lalu berkata sambil berjalan kembali kearah kebun Alurga kami. Melihat punggungnya, aku mengikutinya dan menggantung Bakul itu dipundakku, lalu mulai memetik Alurga segar satu persatu. Alurga adalah tanaman Umbi-umbian yang biasa tumbuh di daerah Pegunungan, bentuknya Merah lonjong dengan Kuncup Hijau diatasnya. Alurga adalah Bahan Pokok yang menjadi salah satu Komiditas Perdagangan dari Desaku. Bisa dibilang, Alurga-Alurga segar ini adalah Sumber penghidupan kami.

Desa ku bernama Desa Aurphen, itu adalah Desa Kecil yang Berada di atas Susunan Pegunungan Barat, Provinsi Sandersonia, di Kerajaan Besar Arcadia, yang berbatasan langsung dengan Gurun terbesar didunia, The Great Desert of Schazan. Desa kami sangatlah terpencil, berada diatas ketinggian 2400 meter diatas Permukaan Air laut, menjadikan Desa kami menjadi sulit diakses dan Dikelilingi oleh Hutan. Udara di desa kami juga sangat segar, suhunya juga sangat dingin saat Musim Dingin datang.

Ayah ku saat ini sedang dalam Kunjungan ke Rumah Marquis Veerhoeven, yang merupakan Bangsawan yang memimpin Provinsi Sandersonia. Aku juga tidak tahu apa yang ingin ia lakukan disana. Saat kami berdua masih fokus memanen Alurga merah segar di Kebun seluas 500 meter persegi, milik keluarga Kami. Aku dan Kakakku mendengar suara wanita yang memanggil kami.

" Nash, Rein, Ibu membawakan makan siang Kesukaan kalian, jadi beristirahatlah dulu. " Ucap Suara itu, suara itu adalah milik Ibukku, saat aku melihat kearah suara, aku melihat seorang Wanita berambut Emas dengan Mata Ungu, wanita ini adalah Ibu kami, Celine Hohenheim. Ibu sudah duduk dibawah ohon sambil menggelar Tikar diatas Rumput, dan menyusun makanan yang telah ia bawa menggunakan Keranjang.

Mendengar itu, wajahku dan Kakak menjadi cerah, kami berdua langsung berlari kearah Ibu, sambil memikul Keranjang yang berisi Alurga di bahu kami. Saat kami sudah sampai didepan Ibu, aku melihat makanan kesukaanku yang sudah di taruh diatas Piring Kayu. Serentak, aku dan kakak duduk bersila didepan Ibu.

" Nah, Nash, ini adalah Sandwich Telur kesukaanmu, Bibi Henny memberikan beberapa butir telur yang dia ambil dari Ayamnya, jadi ini masih sangat segar. " Ucap Ibu, sambil memberikan Piring Kayu berisi Sandwich Telur kepada kakak, yang menerimanya dengan mata bersinar, dan sedikit liur menetes dari bibirnya.

Setelah menyerahkan Sandwich telurnya kepada Kakak, Ibu lalu mengalihkan tatapannya kearahku dan berkata.

" Dan ini, Sandwich Alurga kesukaanmu Rein. " Ucap Ibu sambil menyerahkan sepiring Sandwich Alurga kesukaanku, aku lalu mengambilnya dan memakannya dengan lahap. Walau membuat Sandwich Alurga itu sederhana, tapi bagiku, rasanya sangatlah nikmat.

Setelah itu, Makan Siang kami dihabiskan mengobrol dan bercanda, dan di saat saat seperti inilah, aku sangat menyukainya. Untuk kami, para anak-anak yang tinggal di desa terpencil dan miskin, kami hanya bisa menikmati masa kecil kami dengan mencari Nafkah seperti bertani atau berternak, guna meringankan beban dari Orang tua kami, ayahku pernah menjelaskan bahwa anak-anak yang lahir Di Ibukota, atau Pusat-pusat kota, dapat memiliki Pendidikan yang Layak.

Walaupun begitu, aku tetap tidak putus asa untuk mencari Ilmu, terkadang, saat Ayah berangkat ke Ibukota ataupun Kota-kota besar, Aku dan Kakak diperbolehkan meminta satu hal kepada ayah, agar nanti dibelikan di Kota. Pada saat seperti itu, aku selalu meminta Ayah untuk membelikanku Buku, lebih baik jika itu adalah Buku Ilmu pengetahuan, bisa dibilang, Hobiku adalah Membaca. Sementara itu, Kakak selalu meminta Ayah untuk membelikannya mainan, namun, Akhir-akhir ini ia meminta semacam Replika pedang yang terbuat dari Kayu, yah dia memang Anak yang aktif dan Ceria.

Waktu berlalu, hingga Matahari telah turun dan mulai menghilang dari Cakrawala, senja sudah tiba, yang menandakan bahwa Panen Alurga hari ini telah berakhir, dan akan dilanjutkan keesokan harinya. Saat aku meniup napas dan mengelap kringat didahiku, terdengar Suara Ibu yang memanggilku dan kakak.

" Nash, Rein, kita sudah sampai disini saja, Jalan Desa akan Gelap jika kita pulang terlalu malam. " Teriak Ibu, mendengar itu, Aku dan Kakak menghentikan pekerjaan kami, lalu Kakak menyahut ucapan Ibu.

" Baik bu, kami akan segera kesana. " Sahutnya. Itu benar, ini sudah terlalu larut, biasanya, kami pulang saat Matahari masih terlihat bersinar dicakrawala, namun sekarang, sudah sangat sore, ini sudah menjelang Malam.

Mendengar teriakan Ibu, Kakak lalu mengalihkan tatapannya kearahku dan berkata.

" Ayo Rein. " Ucapnya dengan senyum, mendengar itu aku membalas senyum dan hanya mengangguk, lalu, aku dan kakak mengangkat Keranjang kami, dan berlari kearah Ibu sambil memikul Keranjang berisi hasil panen Alurga hari ini.

Setelah kami berdua sampai didekat Ibu, Ibu tersenyum dan berbalik untuk memimpin jalan, kami berdua mengikutinya dibelakang sambil mengobrol. Itu hanya obrolan biasa awalnya, hingga aku membuka mulutku, untuk bertanya kepada Kakak, hal yang selama ini mengganjal dipikiranku.

" Ngomong-ngomong, Kak, Kau ingin menjadi apa saat besar nanti. " Tanyaku sambil memandang Jalanan Tanah yang sedikit bergelombang. Mendengar pertanyaanku, kakak memasang wajah bingung, dan membalasku dengan pertanyaan.

" Eh? Kenapa tiba-tiba? " Tanyanya, mendengar itu, aku hanya menjawab dengan ekspresi data.

" Tidak, bukan apa-apa, hanya saja... Hal ini terus menganggu dipikiranku. " Jawabku. Kakak yang mendengar ucapanku, terlihat memegang dagunya dan bergumam.

" Hmm... Tujuan ya, Jika dibilang begitu, aku memiliki banyak Tujuan yang ingin kuraih saat besar nanti. " Ucapnya sambil memegang dagu dan melihat ke Langit Senja yang berwarna Oranye kemerahan. Mendengar hal itu, aku kembali bertanya kepadanya.

" Hmm... Tujuan apa saja itu? " Tanyaku.

" Yah, coba kita lihat, pertama, aku ingin membelikan Ayah dan Ibu Rumah yang sangat besar, yang akan melebihi Istana yang Ayah pernah ceritakan kepadaku, lalu aku Ingin menjadi seorang yang sangat Kuat, seseorang yang dapat melindungi Orang lain, Lalu, aku juga ingin... " Kakak terus berbicara tentang Impian-impiannya dengan riang dan gembira, seperti Keranjang yang ia bawa dibahunya tidak terasa berat sama sekali. Yah, itu adalah salah satu sifat kakakku, dia adalah orang yang periang dan banyak bicara, dia juga tidak malu untuk berbicara didepan Umum, dia juga terkenal sebagai Pemimpin, oleh anak-anak desa yang lain, bahkan anak yang lebih tua beberapa tahun darinya.

Sedangkan aku, aku hanya bisa mengikutinya, jika dia bagaikan Cahaya, aku mungkin hanyalah sebuah Bayangan, um, tidak lebih dari sebuah, Bayangan, dan menurutku, Daripada diriku sendiri, Orang yang cocok menjadi pahlawan adalah...

"... Kakakku. "

* DUAR !!!! *

avataravatar
Next chapter