webnovel

Aku Tahu Namamu

Illona menatap tajam laki-laki di hadapannya. Dia tidak tahu kenapa seseorang yang memiliki banyak penggemar datang menolongnya. Namun, karena kakinya memang terkilir, akhirnya gadis itu meraih uluran tangan Hugo.

Saat Illona sudah berdiri dengan sempurna, ia hendak melepas tangan Hugo, tetapi tubuh yang terhuyung membuat laki-laki itu kembali menggenggam tangan gadis yang memakai tas berwarna biru tua.

"Kamu baik-baik saja? Aku antar ke ruang kesehatan ya?" Hugo menatap khawatir.

"Ti-tidak usah," jawab Illona kelabakan. Gadis itu merasa gugup karena itu pertama kalinya ia bersentuhan dengan seorang laki-laki.

"Sudahlah tidak apa-apa. Terkadang kita harus belajar menerima uluran tangan orang lain," ucap Hugo. Dia pun memapah Illona hingga keduanya tiba di ruang kesehatan.

Seolah bukan keberuntungan Illona, ruang kesehatan sudah dikunci karena memang waktu pulang sekolah sudah berlalu sejak tadi. Akhirnya Hugo pun berencana mengantar Illona sampai ke klinik terdekat. Namun, lagi-lagi gadis itu menolak dan berkata dia baik-baik saja.

"Hah, apa kamu ini memang tidak suka berada di dekat orang lain?" tanya Hugo sembari mengacak rambutnya.

Illona hanya menatap laki-laki itu tanpa menjawab apa pun, tetapi tidak lama kemudian ia melangkah mundur dengan kaki pincang dan segera membungkukkan badan sembari mengucapkan terima kasih kepada Hugo.

Bukannya menerima ucapan itu, Hugo justru terkejut melihat sikap Illona. Baginya, ucapan seperti itu lebih cocok diucapkan kepada orang dewasa. Meski sudah membantu, Hugo berharap mendapat ucapan terima kasih yang lebih santai daripada seresmi itu.

Kini Illona mulai berbalik karena laki-laki di hadapannya tidak berkata apa pun. Dia segera melangkah dengan perlahan karena kaki yang terasa sakit.

"Tunggu!" seru Hugo. Dia pun segera menyusul langkah Illona.

"A-ada apa?" tanya gadis yang tubuhnya sudah berbalik.

"Hah!" Hugo menghela napas. Tidak lama kemudian ia pun mengulurkan tangannya. "Yah, meski kamu sudah tahu namaku, mari berkenalan," ucapnya santai. Matanya menatap penuh harap pada Illona yang tengah melihat ke arah tangannya.

Gadis itu tampak ragu. Dia takut bahwa perkenalan keduanya mungkin membawa sesuatu yang buruk di masa depan. Terlebih lagi ia tahu bahwa Hugo cukup populer di kalangan para siswa mau pun siswi.

"Kamu tidak mau kenalan denganku?" tanya Hugo membuyarkan lamunan Illona.

"Ah!" Illona menatap Hugo kemudian dengan cepat ia kembali menatap tangan laki-laki itu. Karena merasa berhutang budi, akhirnya dia menggapai tangan laki-laki di hadapannya sembari berkata, "Illona!"

Hugo tertawa. "Iya, aku sudah tahu namamu, Illona. Aku Hugo, kamu juga pasti sudah tahu 'kan?"

Illona menunduk malu dan segera menarik tangannya dari Hugo. Ia tidak percaya laki-laki itu mengerjainya padahal dia sudah tahu namanya. Karena merasa dipermainkan, Illona segera berbalik dan melangkah secepat yang ia bisa untuk menjauhi Hugo. Meski kakinya terasa sakit, ia tetap memaksakan diri dan pergi sesegera mungkin.

Hugo tidak mengejar. Ia tidak mau Illona semakin kesulitan karena kehadirannya. Laki-laki itu pun segera berbalik dan pergi menuju arah yang berlawanan. Sedangkan, Illona yang sudah tidak tahan dengan kakinya, kini mulai duduk di halte yang ada di dekat sekolah.

Setelah beberapa saat menunggu, bus yang akan dia naiki akhirnya tiba. Gadis itu merasa lega karena penumpang yang tidak terlalu banyak hingga membuatnya mendapat kursi untuk duduk.

Dua puluh menit berlalu, Illona turun di halte yang dekat dengan apartemennya. Jarak tempuh dari halte itu menuju tempatnya tinggal sekitar tujuh menit jika berjalan kaki. Namun, karena kakinya sedang sakit, Illona pun membutuhkan waktu dua kali lipat hingga ia tiba di kamarnya.

Gadis itu langsung melempar tas dan merebahkan tubuhnya. Ia mengeluh sakit, tetapi kepalanya dipenuhi dengan bayangan Hugo yang tiba-tiba melintas.

"Kenapa ya dia menolongku? Apa dia memang orang yang baik?" gumam Illona. Ia merasa heran karena selama ini orang-orang mencoba mengabaikannya, tetapi Hugo justru menghampiri dan menolongnya.

Tidak ingin ambil pusing, Illona mencoba mengabaikan pikirannya. Ia segera mengganti seragamnya dengan pakaian santai dan bergegas mengambil kotak obat untuk mengobati kakinya yang terkilir.

***

Pagi kembali hadir dengan kehangatan sinar mentari. Illona yang sudah siap berangkat ke sekolah, mulai memakai tasnya dan berjalan perlahan karena kakinya masih terasa sakit. Dia berangkat lebih awal dengan menggunakan bus untuk menghindari penumpang yang penuh.

Gadis itu pun akhirnya tiba di sekolah yang masih sepi karena masih beberapa siswa saja yang sudah berangkat. Dengan segera Illona pergi ke kelas dan bergegas duduk di bangkunya. Ia mengeluarkan buku pelajaran dan membacanya sembari menunggu bel masuk terdengar.

"Pagi, Illona!"

Sapaan yang belum pernah Illona dengar membuat gadis itu menoleh dengan cepat ke arah pintu. Dia terkejut melihat Hugo yang sudah berdiri di sana sembari melambaikan tangan padanya.

'Kenapa dia ada di sini? Bagaimana kalau teman-teman berpikir yang tidak-tidak?' Illona menoleh ke belakang melihat ke arah tiga temannya yang sudah berangkat.

Meski ketiga orang itu menatap bingung ke arah Hugo, tetapi mereka tidak berkomentar apa pun, karena ketiganya termasuk dalam siswa teladan yang tidak suka mencampuri urusan orang lain.

Kini Hugo melangkah mendekati Illona. Dia pun langsung bertanya, "Bagaimana keadaan kakimu? Sudah lebih baik?"

"Ah, su-sudah. Terima kasih sudah bertanya," jawab Illona. Ia segera menundukkan pandangannya.

"Kamu baca apa?" tanya Hugo yang langsung melihat ke arah buku yang ada di hadapan Illona. "Buku pelajaran? Jam sekolah 'kan belum dimulai?"

"Memangnya tidak boleh membaca di luar jam pelajaran?" Spontan Illona mengatakan apa yang terlintas di benaknya.

"Wah! Ternyata kamu bisa menyanggah juga?" Hugo tertawa dan segera duduk di samping Illona. "Apa kamu tahu? Aku pikir kamu akan menundukkan kepalamu dan duduk diam saat aku bertanya," imbuh laki-laki itu.

Illona hanya menatapnya sejenak sembari membatin kenapa laki-laki itu duduk di sampingnya. Namun, dia kembali menatap buku pelajarannya dan mengabaikan Hugo yang tengah terduduk.

Suara Hugo terus terdengar di telinga Illona meski gadis itu tidak menanggapi perkataannya. Dia mencoba fokus membaca walaupun tidak ada yang masuk ke otaknya.

Saat waktu terus berjalan, lama kelamaan kelas mulai ramai. Teman satu kelas Illona mulai berdatangan dan berbisik karena kehadiran Hugo di samping gadis pendiam itu. Namun, laki-laki itu tidak menghiraukan sekitar. Ia terus berusaha mengobrol dengan Illona meskipun tidak mendapat tanggapan.

"Hu-hugo. Apa kamu bisa pergi dari sini? Teman-teman mengamati kita," bisik Illona. Dia mulai tidak nyaman dengan tatapan yang seolah menusuknya.

"Eh? Benarkah?" Hugo menoleh ke sana kemari. Ia baru menyadari bahwa sudah banyak siswa-siswi yang masuk ke kelas itu. "Halo semua, selamat pagi!" sapa Hugo dengan senyum lebar.

"Pagi, Hugo!" balas beberapa siswa dan siswi yang mengenal Hugo.

Next chapter