webnovel

Chapter 3: The First Bad Encounter

Arjoona tidak percaya yang ia lihat di depannya. Bos barunya ternyata adalah wanita yang dua hari lalu menendang ponselnya dengan heels hingga hampir hilang. Dan yang lebih tragis lagi, itu adalah wanita yang sama yang hendak dijodohkan dengannya. Hell no...Arjoona langsung menggeleng. Dia bisa cari laki-laki lain.

Arjoona hanya berada di ruangan itu sebentar sebelum akhirnya langsung keluar bersama beberapa manajer. Terdengar bisik-bisik diantara banyaknya pria bujangan di belakang Arjoona yang akan kembali ke kantor masing-masing.

"wah itu baru cewek, cakep banget kayak bintang film hollywood" celetuk salah satu manajer. Arjoona yang mendengar langsung mendecak sinis.

"jadi kita manggilnya apa dong ni, gak mungkin ibu dong, secara masih muda gitu" balas temannya yang satu.

"gak mungkin manggil mbak juga, dia kan bule" teman-temannya yang lain ikut mengiyakan.

"yang jelas gue bakal lebih rajin kerja, kapan lagi bisa punya bos cantik kayak bidadari gitu" masing-masing dari kepala divisi dan manajer itu berlomba memberikan pendapatnya tentang CEO baru. Arjoona yang mendengar jadi malah mempercepat langkahnya. Lebih baik jika cepat sampai ke ruangannya dari pada lama-lama bersama orang-orang stres ini.

Tiba di kantornya kembali, Arjoona kembali bersiap di mejanya hendak meneruskan menggambar. Ia hampir menyelesaikan beberapa design smart electronics items sebelum mempresentasikan fiturnya di depan tim produksi. Ia tengah menfinalisasi proyek designnya ketika dering telpon kantor kembali mengusik ketenangannya. Arjoona melepaskan nafas berat dan meletakkan kedua tangan di pahanya.

"Apa lagi sih" umpatnya sambil berjalan ke arah telpon itu.

"ya, divisi design" jawab Joon pada panggilan telpon itu

"..."

"ya saya sendiri" Arjoona langsung menutup mata dan mengucek rambut belakangnya ketika mendengar perintah di telpon untuknya.

"..."

"ya saya kesana" Joona langsung menutup telpon lalu menghela nafas berat. Gerald Winthrop memanggilnya. Arjoona mengurut pangkal hidungnya dan menarik nafas panjang. Ia tau pasti akan ditanya pertanyaan yang sama dengan dua hari lalu. Setelah beberapa lama berfikir, Arjoona yang mengambil walkietalkie dan menyangkutkan nya ke salah satu pengait di celana nya lalu keluar ruangan.

10 menit kemudian, Arjoona tiba di depan ruang CEO sebelum akhirnya ia mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk. Arjoona menarik ke bawah pegangan pintu dan masuk ke ruangan itu. Gerald Winthrop terlihat sedang berdiskusi dengan CEO sebelumnya sambil berdiri. Arjoona terus berjalan ke dalam setelah menutup pintu di belakangnya. Gerald yang menyadari bahwa Joona telah masuk ke ruangannya lalu menghentikan diskusi dan menghadapnya sambil tersenyum.

"Ah Joona akhirnya kamu datang juga" Arjoona tidak menanggapi dan hanya berdiri santai biasa sambil mendehem. Setelah Gerald meminta Steven, CEO yang lama untuk melakukan beberapa hal untuknya, ia pun segera berjalan ke arah Joona yang melipat kedua tangannya di belakang.

"Kemarilah aku perkenalkan pada cucuku" ujar Gerald merangkul Joona tapi Joona malah memberinya kerutan di kening. Arjoona berpaling lalu terlihatlah seorang wanita berpakaian kantoran serba hitam dengan rok pendek midthighs yang seksi dan dress lengan panjang. wanita yang sama yang dilihat Arjoona beberapa saat lalu itu sedang membaca sebuah majalah dengan santainya. Ia bahkan tidak berdiri ketika kakeknya sedang bicara. Arjoona hanya bisa menghela nafas.

"Claire, perkenalkan ini Arjoona Harristian, insinyur berbakat dari divisi design. Dia kepala design dan produksi di pabrik kita, Arjoona, ini Clarine Winthrop cucuku" ujar Gerald memperkenalkan mereka berdua sambil tersenyum. Arjoona mengangguk dan ia menjulurkan tangannya, namun Claire dengan sombongnya bahkan tidak memperdulikan perkataan kakeknya.

Arjoona jadi mengerutkan keningnya dan menoleh pada Gerald dengan tangan masih menggantung. Lama menunggu dan sepertinya gadis di depannya tidak merespon ia pun mengibaskan tangannya dan menarik kembali jabat tangannya. Gerald yang tidak enak akhirnya menghela nafas dan menegur kembali cucunya.

"Claire..." barulah Claire menaikkan pandangannya, ia melirik pada Arjoona di sebelah kakeknya dan mengerutkan keningnya. Ia memandang Arjoona dengan lekat begitu pula Arjoona memandangnya dengan pandangan tidak suka. Claire lalu bangkit dari sofanya dan menunjuk pada Arjoona.

"Tunggu, kamu lelaki brengsek yang menuduhku menghilangkan ponselmu kan" Arjoona menutup matanya sejenak sambil mendengus kesal. Gerald menaikkan alisnya.

"Kalian saling mengenal?" tanya Gerald memandang Claire dan Arjoona bergantian.

"tidak!" jawab Joona cepat. Claire melipat kedua tangannya di dada dan berdiri dengan angkuh melihat pada Joona. Gerald jadi mengerutkan keningnya, apa yang sebenarnya terjadi.

"kami tidak saling mengenal sama sekali" tambah Joona lagi melihat Claire dengan setengah mendelik kesal. Mood nya benar-benar berubah buruk saat ini.

"ya benar, aku tidak mau kenal pria sepertimu" Arjoona mendengus sinis sambil tertawa.

"kamu benar-benar bukan wanita yang sopan nona Winthrop, kamu bahkan tidak minta maaf soal menendang ponselku" mata Claire langsung membesar. Bulu matanya yang lentik dengan warna mata hazel yang cantik melotot kesal pada Arjoona yang setengah mengeraskan rahangnya.

"seharusnya kamu bersyukur aku tidak menendang kepalamu" giliran Arjoona yang melotot. Dia sudah kesal dan Claire membuatnya makin kesal.

"aku tidak menyangka ternyata tuan Gerald Winthrop tidak pernah mengajari mu meminta maaf nona Claire" sindir Arjoona dan itu memantik kemarahan Claire. Gerald menutup matanya beberapa kali. Mereka baru bertemu dan sudah saling berdebat.

"ada apa ini sebenarnya?" Gerald mulai protes dan melihat ke arah keduanya bergantian.

"apa perlunya kakek memperkenalkan aku pada orang seperti ini, lagipula posisinya kan cuma...pegawai biasa" ujar Claire dengan nada angkuh sambil masih melipat kedua lengannya. Arjoona hanya menggeleng pelan dan membuang pandangannya.

"Claire, Arjoona adalah salah satu pegawai penting di perusahaan kita, jadi hargai dia" tegur Gerald pada Claire yang memandang Joona seolah ia barang yang menjijikkan.

"pak, ini ide buruk, maaf aku pikir aku harus menolak idemu" ujar Joona langsung sebelum Gerald buka mulut dan bicara maksudnya memanggil Joona. Gerald langsung melepaskan nafas kesal.

"Joona aku bahkan belum bertanya apapun"

"aku sudah tau apa yang mau bapak bilang, jadi sebelum bapak mengatakannya aku langsung bilang tidak" Gerald langsung menutup mata dan memalingkan wajahnya. Claire yang mendengar langsung mengerutkan kening, ia sendiri tidak tau apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"ada apa ini kek?" tanya Claire dengan nada penasaran tapi kesal. Sekarang Gerald bingung cara menjelaskan nya pada Claire. Ia belum memberitahukan cucunya tentang rencana perjodohan mereka.

"Precious, kakek akan jelaskan padamu nanti sayang, tunggu sebentar ya" Claire jadi makin bingung. Arjoona mendengus tersenyum sinis.

"hah...Precious, nama yang lucu.." gumam Arjoona pelan namun Claire mendengarnya. Matanya melebar dan mulai marah.

"Kamu mengejek namaku sekarang?" hardik Claire dengan nada setengah berteriak. Arjoona malah tersenyum mengejek dan mengangkat bahunya.

"kamu pikir kamu siapa, aku bisa mecat kamu tau!" tambah Claire lagi dan kini suaranya mulai meninggi. Arjoona yang merasa tersinggung mulai menantangnya.

"oh ya, silahkan pecat aku kalo kamu berani"

"aku CEO disini, aku bos kamu jangan lupa itu"

"gak perlu sombong, kamu sudah mengulang-ulang tentang posisi kamu berkali-kali aku gak budeg"

"kalo telinga kamu memang masih berfungsi dengan baik harusnya kamu tau posisi kamu apa"

"ooh, aku tau benar apa posisiku di perusahaan ini, tapi bos macam apa yang taunya cuma bisa ngancam mecatin pegawainya, sepertinya dia gak punya kemampuan lain"

"kamu benar-benar belum tau kalo aku bisa bikin karir kamu hancur"

"oh sekarang mengancam karir ceritanya, coba aja kalo bisa"

Baik Arjoona maupun Claire mulai saling menaikkan nada suara masing-masing dan Gerald yang berada di tengah hampir kewalahan menahan keduanya yang sudah siap berperang.

"CUKUP!!" Gerald berteriak melerai dan menarik nafas panjang. Ia memegang dada nya beberapa kali dan Claire yang melihat langsung menghampiri kakeknya.

"kakek gak apa?" tanya Claire lembut, nada dan perilakunya langsung berubah 180 derajat. Arjoona yang melihat jadi kaget dan heran. Claire memegang dan mengelus dada kakeknya. Gerald melihat wajah Claire dan menggelengkan kepalanya.

"sudah jangan berdebat lagi, kalian berada di satu perusahaan yang sama, jika kompetitor kita melihat ini, akan jadi skandal" ujar Gerald dengan nada rendah lalu memandang bergantian pada Arjoona dan Claire.

"sekarang kalian sudah saling kenal, meski bukan perkenalan seperti ini yang aku inginkan tapi tak apa, aku mengerti" Gerald lalu berjalan ke arah mejanya. Arjoona dan Claire sempat saling berpandangan sejenak lalu saling mengerutkan kening. Claire lalu menghampiri kakeknya yang sudah duduk di lursi kerjanya.

"Joona, tawaranku masih tetap sama, pikirkanlah lagi aku mohon" Arjoona langsung menggeleng. Gerald masih belum menyerah meyakinkan Arjoona.

"aku beri waktu lagi kamu berfikir selama dua hari"

"tapi pak..."

"tolong, beri aku keputusan dengan kepala dingin dalam dua hari" Arjoona mendengus kesal. Jawabannya sudah jelas tidak mengapa ia terus dipaksa agar mau menyetujui pernikahan kontrak itu. Claire masih belum mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh kakeknya dan Arjoona tapi ia tidak mau bertanya lebih jauh.

"tidak ada gunanya menunggu dua hari pak, jawabanku tetap sama" Gerald menghela nafas berat, ia terdiam sejenak memandang Joona.

"beri jawabanmu dalam dua hari Joona, ini perintah, jangan membantah lagi, sekarang pergilah kita bertemu lagi lusa" Arjoona benar-benar kesal. Ia langsung berbalik tanpa pamit dan keluar kantor dalam keadaan ingin menghancurkan sesuatu. Usai Arjoona keluar, Claire mulai bertanya pada kakeknya apa yang sebenarnya terjadi.

"apa yang kakek sedang rencanakan sebenarnya?" tanya Claire dan di beri senyuman oleh kakeknya.

"kemarilah sayang, kakek perlu bicara denganmu" Gerald menarik lembut tangan Claire menuju sofa tempatnya duduk sebelumnya. Gerald duduk di sebelah Claire dan memegang sebelah tangannya.

"kamu tau kan, jika kakek berencana mewariskan Winthrop Corp untukmu?" Claire sudah berubah jadi gadis baik mengangguk sambil tersenyum.

"dalam surat wasiat yang sudah kakek susun salah satu syaratnya adalah kamu harus memiliki seorang suami untuk menjadi pimpinan tertinggi Winthrop Corp" Claire mengangguk sambil tersenyum.

"kalo gitu, aku tinggal nikah sama Louis kan?" jawab Claire cepat sambil tersenyum senang. Gerald hanya membalas dengan senyuman tipis.

"tidak precious, bukan Louis tapi laki-laki lain" Claire mengerutkan keningnya. Pacarnya adalah Louis mengapa ia harus menikah dengan pria lain.

"tapi pacar Claire kan Louis kek"

"iya, tapi dia bukan lelaki yang baik" Claire jadi mendengus kesal dan cemberut. Baginya Louis adalah yang terbaik.

"tapi kek..."

"gak kakek gak akan pernah merestui pria itu untuk jadi suami kamu sampai kapanpun" Claire jadi sedikit menghentakkan kakinya. Gerald tersenyum sambil menggeleng kepalanya. Umur 22 tahun tidak membuat Claire menjadi lebih dewasa.

"lalu kalo gak sama Louis, aku nikah sama siapa?" Gerald tersenyum

"Arjoona Harristian" jawab Gerald tanpa ragu. Sontak Claire kaget dan berteriak berdiri dari duduknya.

"HAH!!"

Sementara Arjoona yang mood nya sudah tidak lagi bagus ketika tiba di kantornya langsung membanting pintu ketika masuk. David yang ternyata sudah ada didalam hingga kaget dan membuka mulutnya.

"abang kenapa?" tanya David sambil melihat Arjoona heran. Arjoona yang sadar bahwa David melihatnya heran akhinya hanya diam dan berjalan menuju mejanya. Arjoona benar-benar kehilangan konsentrasinya sekarang.

"abang gak papa?" tanya David lagi. Arjoona hanya mendengus lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"gue berantem sama bos baru itu" jawab Arjoona akhirnya. David masih membuka mulutnya dan mengangguk. Ia menggaruk tekuknya yang tidak gatal dan masih bertanya.

"kenapa abang berantem sama dia?" tanya David lagi

"karena dia terlalu cerewet dan tukang ngancam...sial" sembur Arjoona cepat dan mengumpat. Ia menutup matanya dan menggeleng beberapa kali. David mengatupkan rapat bibirnya dan menahan senyumnya. Setelah sekian lama, ada seorang wanita yang membuat Arjoona meluapkan emosinya seperti itu.

"namanya juga perempuan bang, harap maklum lah"

"apa lo bilang?" hardik Arjoona cepat. David malah membelanya. David malah menggeleng dan tersenyum.

"maksudku, kan abang bisa ngalah"

"sama dia....gak akan, itu cewek harus tau artinya minta maaf, dia pikir dia hebat trus dia bisa sombongin diri kayak gitu" umpatan Arjoona makin panjang. David mengangguk lagi dan mencoba mengerti. Meskipun begitu David senang karena sepertinya sekarang ada wanita yang menarik perhatian Arjoona.

"cantik gak bang?" goda David makin memancing Joona. Arjoona mengerutkan keningnya pada David.

"kenapa lo malah nanya gitu?" David menaikkan bahunya.

"mungkin karena semua orang bilang dia cantik" jawab David santai. Arjoona malah mendengus.

"buat apa cantik kalo angkuhnya kayak gitu, bikin gue emosi aja" Arjoona masih kesal hingga membanting beberapa dokumen. Ia tidak bisa cerita tentang rencana perjodohan itu, apa yang terjadi jika orang tau bahwa ia hendak di jodohkan dengan Claire Winthrop yang sombong dan angkuh. Ah lebih baik kiamat daripada menikahi wanita itu.

Keesokan harinya, Arjoona masuk kerja seperti biasa tapi ada yang tidak biasa terjadi. Ia tidak bisa memarkir mobilnya di tempat biasa dan terjadi sedikit keributan di dalam pabrik. Arjoona terpaksa memarkir mobil nya agak sedikit jauh dari tempatnya biasa karena ada satu mobil sport mewah yang tiba-tiba menyerobot tempatnya meskipun sudah ada tanda "Kepala Div. Design" di parkiran itu. Parkiran mobil sudah diatur untuk para manager dan kepala div agar teratur. Dan kendaraan karyawan terletak disebelahnya.

Arjoona yang masih mengerutkan keningnya makin heran ketika ia masuk ke dalam dan menemukan seorang pria yang tidak ia kenal tengah memarahi seorang pegawai produksi.

"ada apa ini?" tanya Arjoona yang bahkan belum meletakkan tas ranselnya. Pria yang tengah memarahi seorang pengawai wanita itu pun melihat Joona. Ia lalu menghampiri.

"heh, lo siapa?" tanya pria itu, Arjoona mengerutkan keningnya. Ia lalu melihat ID card yang tergantung di salah satu saku Joona dengan tali ID yang menggantung dari leher.

"oh ternyata elo kepala produksi, lo liat anak buah lo gak bisa kerja" tambah pria itu lagi dengan sombongnya.

"maaf, anda siapa?" tanya Arjoona dengan nada mulai tinggi dan kesal.

"gue calon suami CEO lo, posisi gue adalah chief technical manager, gue atasan lo" Arjoona mendengus dan membuka mulutnya dengan heran. Apa lagi ini?

"tolong ya, atasan gue bukan chief technical manager, atasan gue langsung adalah CEO utama jadi kalo lo mau perintah-perintah gue, lo suruh CEO lo yang ngasih perintah, gue gak ada urusannya sama chief mana pun" bantah Arjoona tanpa takut. Pria yang menyombongkan posisinya di depan Arjoona terkejut dengan nyali Joona padanya.

"jangan kurang ajar, gue bisa pecat lo" Arjoona makin mendengus

"kenapa semua orang pengen banget mecat gue? Kalo perusahaan ini mau pecat gue, silahkan sekarang pecat gue, tapi yang berhak memecat gue adalah pemilik perusahaan, bukan lo" Arjoona dan pria yang tidak dikenalnya itu kini saling berhadapan.

Semua pegawai yang melihat Arjoona berani menghadapi salah satu petinggi perusahaan merasa kagum. Arjoona mungkin hanya berpenampilan biasa dengan kemeja dan jaket kulit hitam dibandingkan pria yang di depannya memakai jas mahal merek Balleciaga dan kaca mata hitam bermerk. Tapi penampilan Arjoona jauh lebih memukau dan pesona seksi nya terpancar keluar menyihir semua pegawai wanita yang tengah menonton perdebatan itu.

"sekarang jangan pernah datang dan marahin bawahan gue lagi, semua yang terjadi di bagian produksi adalah tanggung jawab gue, jadi kalo lo mau complain lo datang ke gue bukan ke mereka" tegas Joona dengan suara lantang.

"semua balik ke pos masing-masing dan terusin pekerjaannya, sekarang!" perintahnya lagi dan sekejap seluruh pegawai pergi. Pria itu melihat ke semua arah dan mengerutkan keningnya. Arjoona begitu dituruti oleh seluruh karyawan pabrik begitu ia bicara semua akan menuruti perintahnya.

"lo bakalan nyesel gak hormat sama gue" gertak pria itu lagi

"gue gak ada urusannya sama lo, pergi dari sini" balas Arjoona sama menggeramnya. Pria itu hendak menghajar Arjoona ketika sebuah suara dari arah belakang Joona membuyarkan niatnya.

"Louis, kamu ngapain disini?" Claire datang langsung merangkul lengan pria yang ia panggil Louis itu. Arjoona yang melihat langsung mendengus sinis dan menggelengkan kepalanya. Ternyata pria ini pacarnya CEO sombong itu.

"sayang, aku gak tau ada bawahan kamu yang sok berkuasa kayak gini" ujar Louis sambil menunjuk Arjoona di depan Claire. Claire yang melihat Arjoona langsung memberinya delikan dan Arjoona malah membuang pandangannya.

"sayang, tempat kamu bukan di pabrik tapi di gedung sebelah, aku udah siapin kantor kamu, ayo" ujar Claire mengajak kekasihnya pergi dari tempat itu. Namun sebelum pergi dan Louis sudah berjalan lebih dulu, Claire setengah berbisik bicara pada Arjoona.

"jangan kamu pikir aku setuju dengan rencana kakek menikah sama kamu, gak akan pernah!" geram Claire dengan nada rendah. Arjoona langsung berbalik menghadap Claire yang tinggi nya hanya batas dagunya. Ia sedikit mendekat dan menarik sedikit ujung bibirnya dengan sinis.

"jangan kuatir, aku gak pernah sudi nikah sama perempuan angkuh kayak kamu, kalian lebih cocok berdua, hhmm" ejek Arjoona membalas Claire.

"kamu mungkin selamat hari ini Arjoona tapi besok aku buat kamu dipecat secara tidak hormat" Arjoona mendesis, ancaman yang sama terus. Sesungguhnya ia bahkan tadi malam berfikir untuk mengundurkan diri saja dari perusahaan itu tapi begitu melihat Claire mengancamnya lagi, harga diri Arjoona seolah di rendahkan. Dia tidak akan mendapatkan yang ia mau, jika ia mengundurkan diri maka wanita itu akan semakin leluasa mengejeknya.

"kita lihat siapa yang akan datang mengemis padaku nanti, Claire Winthrop" mata keduanya beradu dan saling mengobarkan api peperangan. Claire langsung berbalik dan pergi meninggalkan Arjoona yang kesal dan marah.

"hei chief" teriak Arjoona pada Louis yang baru berjalan beberapa meter dari Arjoona. Louis dan Claire berhenti, Louis berbalik melihat Joona.

"sebaiknya lo parkir mobil lo di tempat lain, lo ngambil tempat gue, kalo gue masih liat mobil lo masih disitu satu jam kedepan, gue gak jamin bakal selamat" teriak Joona mengancam dan langsung pergi. Petugas keamanan yang berdiri dan mendengar ancaman Joona hingga cekikikan. Louis benar-benar merasa di permalukan di depan selueuh karyawan pabrik. Claire langsung menarik lengan kekasihnya untuk langsung ke parkiran mobil.

Tekad Arjoona sudah bulat, ia tidak akan menerima perjodohan itu. Hari dimana ia seharusnya mengambil keputusan akhirnya tiba. Begitu ia masuk ke ruangan kecil tempat rapat divisi design dan produksi untuk meeting, ia menemui Gerald Winthrop yang sudah menunggu keputusannya.

"keputusan ku masih sama pak, gak ada yang berubah, aku menolak rencana pernikahan itu" ujar Arjoona masih dalam keadaan berdiri.

"kenapa, apa alasannya?" tanya Gerald yang dalam posisi duduk.

"justru gak ada alasan ku untuk menerima rencana itu sama sekali, lagipula kenapa gak bapak suruh aja dia nikah sama pacarnya, dia kan punya pacar"

"dia cuma pacar gak berarti apa-apa" Arjoona menaikkan bahunya tanda tak mau tau.

"Arjoona aku gak mau memaksa kamu, tapi sepertinya kamu memang harus dipaksa" Arjoona mengerutkan keningnya. Gerald bangun dari tempat duduknya, ia terpaksa menggunakan kartu truf terakhirnya.

"kamu punya hutang budi padaku Arjoona Harristian, aku minta kamu lunasi itu sekarang" Arjoona menutup matanya dan mendengus sangat kesal. Ia memandang atasannya itu dengan pandangan tidak percaya.

"hutang budi kamu setara dengan nyawa kamu, bukannya itu yang kamu bilang dulu" Arjoona masih diam dan memandang Gerald.

"kamu nikahi Claire dua tahun dan hutang budi kamu aku anggap lunas, bagaimana?"

Arjoona melepaskan hembusan nafas nya dengan kesal, sekarang hidupnya di ancam dengan hutang masa lalu yang tak akan bisa ia lunasi. Haruskah ia menikahi wanita yang ia benci agar semua beban hutang yang membebani hidup dan hatinya hilang?

Next chapter