webnovel

7. Perjanjian

Istana Ghaur yang tadinya sunyi, kini terasa mencekam. Amarah dan kekesalan menyelimuti Vaqsyi saat ini. Semua pelayan istana tertunduk takut, terutama Thawab yang saat ini membungkuk dihadapannya, penyebab dari kekacauan istana karena informasi yang ia beritakan pada Vaqsyi. Kini ia hanya bisa menerima antara hidup dan mati yang berada di tangan tuannya.

Emosi Vaqsyi semakin tak terbendung lagi. Menyebabkan barang-barang di sekitarnya melayang di udara.

Brukkk!!!

Seketika semua barang terhentak ke lantai, berhamburan menjadi berkeping-keping. Namun hal itu masih belum memuaskan emosinya sedikitpun. Berita bahwa Fiyyin mulai ke alam fana, tidak, bahkan Fiyyin bersekolah di alam fana membuat emosi Vaqsyi semakin menjadi-jadi. Hancur sudah rencana yang telah ia susun selama bertahun-tahun.

Kini ia menatap tajam Thawab tepat dihadapannya, yang masih membungkuk mengharapkan rasa belas kasih. Perlahan Vaqsyi mengeluarkan api di tangan kirinya, semakin lama semakin membesar. Aura membunuh bisa dirasakan oleh setiap penghuni istana, menyebabkan semua penghuni istana semakin risau dan ketakutan.

"Kau, tidak berguna!!! Bagaimana bisa kau memberikan informasi seperti ini padaku!" teriak lantang Vaqsyi sambil berjalan mendekati Thawabnya, bersiap dengan api di tangannya yang ingin menyerang.

Pantas saja Vaqsyi mengamuk, karena informasi yang diberitakan sebelumnya adalah Galtain yang bergerak di alam fana, tapi seketika berubah menjadi Fiyyin.

Memang bukan salah Thawabnya yang hanya memberikan informasi pada Vaqsyi, terlebih Vaqsyi sendirilah yang membuat rencananya gagal dengan mengirim jin ke alam fana untuk mempercepat pembunuhan, dengan maksud Galtain lah yang akan mencegahnya karena Fiyyin pasti masih terluka setelah dari alam mimpi. Dan semua berjalan lancar sebelumnya seperti rencananya.

Namun siapa sangka, ketika Nain tengah tertidur, saat mimpinya tengah di kendalikan, jin yang menyebabkan rasa was-was dan jin gua hampir saja berhasil membunuh Nain ke jurang yang curam, namun semua gagal seketika saat Fiyyin tiba di alam fana dan menyebabkan Nain terbangun dari tidurnya. Karena alam mimpi Nain tidak bisa di kendalikan jika Fiyyin berada di alam fana.

"Tenanglah. Jika kau membunuhnya, maka kau akan kehilangan Thawab informasi selamanya." kata paman Vaqsyi-Randi, dari kursi sebelah singgasana Raja, yang sedari tadi memperhatikan semua kekacauan yang dilakukan Vaqsyi.

"Berisik! Aku tidak membutuhkan Thawab seperti dia!" Vaqsyi menyeringai, menatap thawab di hadapannya, "Kau, apakah ada pesan terakhir?"

Randi bangkit dan berjalan mendekati Vaqsyi.

"Pikirkanlah kembali. Masih ada rencana B untuk menjalankan rencana selanjutnya dan kau masih membutuhkan Thawab saat itu. Lagi pula, hanya dia yang bisa melaporkan kejujuran padamu." Randi mengingatkan.

Thawab sedikit lega mendengar ucapan Randi, merasa mulai ada sedikit harapan baginya untuk selamat, ia kembali membuka suara.

"A-ampui saya, tuan. Berikan saya kesempatan untuk membawakan kabar baik nantinya." kata Thawab menundukkan punggungnya lebih rendah lagi, berharap tuannya berubah pikiran.

Vaqsyi berpikir sebentar, perlahan meredam amarahnya. Namun Api di tangannya hanya mengecil dan…

Gruushh!!!

Ia menghempaskan api di tangannya ke arah Thawabnya, menyebabkan Thawabnya terpelanting jauh.

"Hah! Kau pikir aku akan memaafkanmu dengan mudah. Anggap itu hukumanmu karena membuatku marah." senyum tipis terlukis jelas di wajah Vaqsyi setelah api yang ia lepaskan. "Bersyukurlah, hari ini bukan ajalmu."

***

Galtain duduk dan menyenderkan punggungnya. Menatap Fiyyin di sebelahnya.

"Cepat, beritahu aku apa yang terjadi di alam fana?"

Tanpa basa-basi, Fiyyin menjawab.

"Saat aku tiba, semua jin menunduk padaku dan setelah aku mengganti baju, mereka sudah kembali normal. Setelah itu, karena aku menggunakan seragam sekolah di sana, jadi harus bersekolah di sana karena guru menangkapku dengan seragam sekolah." jelas Fiyyin dan bangkit dari duduknya. Dengan dinginnya ia memberitahu Galtain karena ia masih merasa kesal pada Nain dan menjadikan Galtain sebagai tampungan kekesalannya.

"Tunggu, jadi maksudmu, kau bersekolah di alam fana?" Galtain terkejut dan ikut berdiri.

Fiyyin menganggukan kepalanya dan berjalan meninggalkan Galtain. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memejamkan mata. "Ahh, aku sungguh lelah, Biarkan aku tidur sebentar."

"Hoy! Jangan tidur dulu. Hantu dingin ini! Apa kau hanya memberitahuku sesingkat itu?" Galtain ikut ke atas ranjang dan duduk menghampiri Fiyyin. Namun Fiyyin tetap diam tak memperdulikannya. "Kau benar-benar. Ough, astaga!"

Galtain tak bisa berbuat apa-apa lagi melihat Fiyyin sudah tertidur pulas. Memang beginilah jin, cepat tertidur pulas ketika ia benar-benar ingin tidur saat itu juga.

"Cih! Kau ini."

"Seandainya kau tidak perduli dengan perjanjian itu, mungkin kau tidak akan mengalami masa sulit seperti ini."

Akhirnya Galtain memilih tetap diam dengan pertanyaan yang masih mengganggu pikirannya. Ia lebih tak tega untuk membangunkan sahabatnya yang terlihat lelah.

Memang Galtain sangat menyayangi Fiyyin. Sejak kecil mereka sudah berteman saat Fiyyin masih bersama orang tua kandungnya. Bahkan saat orang tua kandung Fiyyin meninggal, ia hendak menawarkan Fiyyin untuk tinggal bersamanya. Namun sayang, Raja Gifritan telah mendahuluinya dan mengangkat Fiyyin sebagai anak angkat, hingga memberikan nama belakang Fiyyin menjadi Fiyyin Gifritan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika menyangkut Raja Gifritan. Namun akhirnya, setelah Raja Gifritan meninggal dan sikap Vaqsyi yang berubah menjadi kejam membuat Fiyyin memberontak, terlebih Fiyyin mendengar sebuah perjanjian yang akan membunuh manusia.

Seketika Galtain tertegun merasakan aura ayahnya yang mendekatinya, Galtain cepat membalikkan badan dan menatap ayahnya yang telah tiba di belakangnya.

"Ayah?"

"Perjanjian? Apa maksudmu?" tanya Hartis heran.

"Jangan mencoba mengalihkan pertanyaan. Aku tahu jika kau berbohong." tegas Hartis yang berhasil membungkam Galtain sebelum mengeluarkan alasan.

Galtain bimbang. Percuma jika ia berbohong  karena ayahnya sudah mendengar ucapannya dan bisa mengetahui jika ia tengah berbohong.

Galtain menatap Fiyyin dengan penuh rasa bersalah, tentu karena Fiyyin meminta Galtain untuk tidak memberitahu perjanjian itu kepada orang lain lagi selain dirinya.

"(Maafkan aku, Fiy. Aku jamin, ayahku tidak akan menghalangimu jika mengetahui perjanjian itu)." gumam Galtain sebelum akhirnya meninggalkan Fiyyin yang masih tertidur.

Kini Galtain dan Hartis menuju ruang pribadi, lebih tepatnya kamar Hartis. Pintu kamar yang besar itu ditutup rapat oleh Galtain dan tanpa basa-basi ia membuka suara.

"Maaf ayah, aku menyimpan rahasia ini padamu atas permintaan Fiyyin. Ia tidak ingin ayah mengetahuinya karena tidak ingin membuat orang terdekatnya terasa terbebani olehnya."

"Ayah mengerti ini adalah urusan antara kau dan Fiyyin. Tapi pikirkan kembali, dengan kau berbagi dengan ayah, bukankah mungkin suatu saat nanti ayah bisa membantumu dan Fiyyin. Mungkin kalian akan butuh orang yang lebih kuat. Kalian anak-anakku, sebagai ayah, aku harus mengetahui masalah kalian untuk membantu menyelesaikannya nanti. Pikirkanlah." Hartis menepuk pundak Galtain, berusaha meyakinkan.

Galtain mengangguk pelan dan berpikir.

1 jam berlalu. Tak satu katapun keluar dari mulut Galtain sedari tadi, hingga Hartis kesal menunggu, akhirnya ia memukul keras pundak anaknya, "Cepat, katakan! Kau ini, ingin membuat ayah berlumut berdiri menunggumu berpikir, hah?!"

Galtain mengelus pundaknya yang telah di pukul ayahnya. "Tadi menyuruhku berpikir!"

"Iya, iya. Baiklah. Aku juga sedang berpikir harus memulainya dari mana."

"Sudah, katakan saja isi perjanjiannya. Kau ini!" kata Hartis yang sudah tidak sabar.

"Baru saja tadi dia berbicara lembut, sekarang sudah mengesalkan saja." kata Galtain dalam hati sambil melirik Hartis sinisq.

"Gal.…!"

"Baiklah, ayah. Tapi berjanjilah untuk tidak mengatakan pada Fiyyin jika aku memberitahumu."

Hartis hanya membalas tatapan tajam kepada anaknya kemudian mengangguk.

"Jadi, saat Raja Gifritan masih hidup, Fiyyin tidak sengaja mendengar perjanjian itu. Saat itu, ia melihat Raja tengah berbincang dengan seorang pria paruh baya. Mereka membicarakan perjanjian bahwa Raja akan mengambil cucu ke tiga kakek itu jika ia laki-laki, namun jika perempuan akan di bunuh. Lalu imbalan dari perjanjian itu, pria paruh baya itu memiliki cucu meskipun hanya sampai 2 cucu saja.

"Kemudian setelah Fiyyin mengetahui semua itu, tak lama raja Gifritan meninggal kerena terbunuh. Anehnya, setelah itu sikap Vaqsyi yang tadinya sangat lembut berubah menjadi kejam. Menggantikan Raja Gifritan untuk membunuh cucu manusia itu yang terikat janji."

"Tapi, yang tidak kami mengerti, untuk apa cucu ke tiga dari tiga cucu tersebut harus di bunuh, bukankah tidak ada keuntungan bagi Raja yang memiliki kuasa dengan membunuh manusia. Dan juga apa alasan Raja mau membuat perjanjian seperti itu?"

Next chapter