webnovel

3. Rencana di Alam Fana

Setelah pelayan istana usai mengobati Fiyyin. Ia pun izin berpamitan kepada Fiyyin sebagai rasa hormat kepada Knight di istananya.

"Permisi, tuan. Saya telah selesai mengobati luka tuan." ucap pelayan sambil menundukkan kepalanya.

"Baiklah. Kau boleh pergi."

Pelayan itupun meninggalkan kamar.

Sementara Galtain sedang berdiri di dekat jendela sambil memejamkan matanya.

"Fiy, sepertinya dia dalam bahaya." Galtain memberitahu Fiyyin hasil telepati dengan bawahannya, Thawab.

"Ayo, pergi?" lanjut Galtain.

"Tunggu, maksudmu dia sudah tidur lagi? Ini baru sepuluh menit sejak aku kembali." tanya Fiyyin heran.

"Tidak, sepertinya kakakmu mulai menggunakan alam fana."

"Apa? Secepat itu?"

Fiyyin terkejut meskipun ia sudah tahu, cepat atau lambat kakaknya akan menggunakan alam fana untuk mempercepat rencananya.

Galtain menganggukkan pertanyaan Fiyyin.

"Tunggu, energiku sudah banyak terkuras. Keadaanku tidak memungkinkan untuk menggunakan teleportasi lagi." Fiyyin kemudian tersenyum kecil dan berusaha memanfaatkan keadaannya, "Bagaimana jika kau saja yang pergi?"

"Kau ini! Kau pikir aku pelayanmu?!" teriak Galtain dengan kesal.

"Ayolah, Gal. Aku tidak bilang begitu. Lihat ini? Punggungku masih terluka dan memar. Kau tahu sendiri, butuh waktu untuk pulih."

"Lihatlah siapa yang memohon, pria batu tadi yang selalu bicara seenaknya."

"Ayolah, bantu aku?" Fiyyin memasang wajah memelasnya.

Galtain menatap jengah, tak tega memandang sahabatnya yang terluka dan akhirnya luluh dengan terpaksa.

"Baiklah. Tapi ini untuk yang terakhir kalinya. Lain kali, aku tidak mau pergi ke alam fana menggantikanmu." Galtain berjalan ke arah pintu dan bersiap melakukan teleportasi.

"Jika kau bukan sahabatku, mungkin kau sudah kujadikan peyek karena menyuruh atasan istana. Ingat, aku colon raja ghaur. Suatu kehormatan aku menerima untuk membantumu."

"Iya, iya. Benar-benar kehormatan jika knight sepertiku menyuruh calon raja." Fiyyin mengangguk malas sambil tersenyum terpaksa.

*TheSecretOfMyDream*

Tanpa butuh waktu lama, akhirnya Galtain sampai di sekolah Nain. Ia heran melihat Nain yang tengah belajar di kelas dan memperhatikan guru yang mengajar dengan fokus.

Ia terus memperhatikan semua aktifitas yang Nain lakukan. Hingga pulang sekolah tiba, mereka berjalan berdampingan. Namun keadaan masih baik-baik saja tanpa ada bahaya yang menyerang Nain. Galtain bingung dan kesal. Ia berpikir apa ia telah di bohongi oleh thawabnya?

"Apa-apaan ini! Kenapa tidak ada sesuatu yang terjadi!"

"Apa thawab membohongiku?! Awas saja kau, thawab. Aku akan membunuhmu nanti!" Galtain mengepal keras tangannya, sambil membayangkan wajah thawabnya.

Dari kejauhan terlihat Ran sedang berjalan dengan langkah cepat. Dengan mata tajam dan wajah memerah terlihat di wajah putihnya. Matanya mengarah pada Nain.

Ran hendak mengambil sesuatu dari saku roknya dan mengeluarkannya secepat mungkin. Ia mulai melewati Nain yang tengah berjalan bersama Zei. Ia pun mulai mengayunkan tangannya ke atas sejajar dengan telinga dan posisi telapak tengan searah dengan wajah Nain.

"Rasakan ini!" teriak Ran cukup keras sambil melemparkan batu sebesar genggamannya ke arah Nain.

Orang di sekitar mereka berbisik-bisik melihat yang sedang terjadi.

Apa yang terjadi? Apakah itu Ran? Ayo kita pergi saja.

Set! Batu yang Ran lempar di tangkap oleh Galtain dengan satu tangan yang hampir mengenai dahi Nain. Nain dan Zei yang tengah berjalan, terkejut dengan sikap Ran yang tiba-tiba dan terkejut dengan kemunculan pria yang tinggi semampai, berambut pirang kuning gondrong, yang juga tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Sementara itu, Galtain yang refleks, tidak sadar bahwa ia sedang memperlihatkan wujudnya.

Ran yang selesai dengan rencananya dan melihat Galtain langsung berlari menuju gerbang keluar sekolah dengan wajah cemas.

Galtain memandang Ran dingin, "Ternyata kau, Qoy'an!"

Kemudian Galtain menurunkan tangannya yang masih bertahan tepat di depan dahi Nain. Galtain masih tidak sadar jika ia sedang menampakkan wujudnya dihadapan mereka.

Zei telah siap melihat pacarnya pergi dan beralih menatap Galtain.

"Hei, kau siapa? Bagaimana kau bisa muncul tiba-tiba seperti tadi? Dan dari mana asalmu? Kau juga tidak mengenakan seragam SunStudent?" semua pertanyaan keluar dari mulut Zei. Terlebih saat ini ia menatap aneh dengan baju yang di kenakan Galtain.

Nain yang juga heran hanya mengikuti semua yang di pertanyakan Zei.

Galtain terkejut dan heran dengan tatapan Zei ke arahnya yang mengeluarkan begitu banyak pertanyaan. Ia segera melihat-lihat dirinya yang sedang menampakkan diri. Ia menyadari bahwa ia muncul secara tiba-tiba karena refleks saat menangkap batu yang Ran lemparkan.

"A-Anu, a-aku sedang berjalan-jalan untuk mencari adikku ... yang bersekolah di sini." kata Galtain tersendat-sendat, berusaha menjelaskan.

"A-Aku harus segera pergi." lanjut Galtain dan berlari menjauh.

"Hei! Tunggu." Zei hendak mengejarnya namun Nain menahannya.

"Tidak usah di kejar, lagi pula dia tidak seperti orang yang berbahaya setelah membantuku tadi." Nain berusaha meyakinkan Zei, padahal ia sendiri tidak mengenali Galtain dan bingung. Ia hanya percaya jika Galtain orang yang tidak berbahaya.

"Baiklah." Zei mengiyakan saran Nain. "Aneh,"

Tiba-tiba Zei teringat dengan perilaku Ran dan segera meminta maaf kepada Nain atas perbuatan pacarnya.

"Nain apa kau baik-baik saja? Maaf atas perbuatan Ran tadi terhadapmu, terlebih lagi masalahmu dengan Ran kemarin belum selesai, aku semakin merasa tidak enak padamu."

"Tadi, aku melihat ada yang aneh dalam dirinya. Dia melakukannya tanpa sadar. Tapi akan kupastikan dia meminta maaf denganmu." sambung Zei.

"Apa Ran dirasuki? Ahh, sudahlah."

Nain menganggukkan kepalanya karena mengerti. "Aku baik-baik saja. ayo, kita pulang saja. Soal Ran tidak usah terlalu dipikirkan, aku mengerti dengan sikap Ran yang seperti itu."

Zei masih merasa khawatir dengan Nain meskipun Nain bilang ia baik-baik saja.

"Ayo. Aku tidak mau di potong gaji, ya. Jika terlambat nanti," Nain tersenyum .

Setelah sampai di rumah Nain. Zei menunggu di ruang tamu sambil memikirkan hubungannya dengan Ran. Tapi ia tidak bisa mengambil keputusan jika harus memutuskan hubungannya Ran. Karena Ran adalah satu-satunya jalan untuk mengembangkan usaha coffe shop yang ia miliki. Perasaan Zei semakin campur aduk jika memikirkan Nain yang selalu diganggu oleh Ran.

Sementara Nain di kamar mengganti pakaian dan bersiap untuk bekerja paruh waktu. Ketika sedang bercermin, Nain tiba-tiba memikirkan kejadian yang di lakukan Ran tadi.

"Apa Ran membenciku? Meskipun tanpa sadar ia melamparku dengan batu. Tapi tetap saja aku marasa tidak enak. Jika memang Zei adalah alasannya, apa aku harus menjauhinya? Tapi ... Aku terlalu bergantung padanya dan persaanku terhadap Zei-." Nain segera menepis perasaan anehnya

"Ah, sudahlah. Lagipula Zei hanya menganggapku sahabat. Aku harus membuang semua perasaanku terhadapnya, terlebih lagi dia sudah memiliki Ran. Aku tidak boleh egois."

"Semenjak orang tuaku tidak bersamaku, Zei yang selalu membantuku dalam semua urusanku, sampai ia tidak sempat memiliki pacar karena aku terlalu bergantung padanya. Baiklah, aku harus mandiri dan tidak merepotkan Zei lagi. Semangat!" Nain berusaha meyakinkan dirinya.

Ia pun berjalan menuju ruang tamu, dengan setelan dres selutut dan di tutupi oleh jaket merah yang ia miliki.

Zei melihat Nain telah usai bersiap tersenyum kecil dan langsung mengajaknya segera berjalan bersama menuju restoran miliknya yang tidak jauh dari rumah Nain.

Mereka berjalan berdua tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Nain merasa canggung. Sementara Zei memikirkan perilaku Ran pada Nain. Mereka terus berjalan hingga terlihat tulisan "Good Coffe" di seberang jalan.

Nain seketika tersadar jika Ran tidak ada di sana. Biasanyanya sudah menunggu di depan pintu Coffe Shop milik Zei dan mengawasi saham 21% miliknya.

Nain merasa lega sekaligus heran. Ia lega tidak perlu melihat Ran bermesraan dengan Zei setelah di beritahu hubungan mereka namun khawatir mengingat kejadian sebelumnya.

"Apa Ran baik-baik saja?"

Setelah Galtain melihat keadaan memungkinkan. Ia pun melakukan teleportasi ke istananya dan menghampiri Fiyyin yang sedang tertidur pulas.

"Woi, Fiy. Bangun!" Galtain menggoyang-goyangkan badan Fiyyin.

"Hmm ..." jawab Fiyyyin yang masih menutup mata karena mengantuk.

"Bangun, Fiy. Ini gawat!" Galtain berbicara panik dan manarik tangan Fiyyin hingga Fiyyin duduk.

Fiyyin tetap tidak membuka matanya dan kembali berbaring di pinggir ranjang. Galtain melihat tingkah Fiyyin kesal dan mendorongnya dari ranjang.

Duk!!!

Fiyyin terjatuh dari tempat tidur yang tingginya 1 meter. Fiyyin langsung berdiri mengusap punggungnya yang terasa sakit.

"Aduh... Apaan? Aku masih ngantuk, hoam..." Fiyyin lagi-lagi menguap dan duduk di atas ranjang.

"Kau ini! Aku sudah meninggalkanmu 9 jam di dunia manusia. Itu artinya kau sudah tertidur selama 90 menit!" teriak Galtain kesal.

"Yasudah, katakan apa yang kakakku lakukan di sana?" Fiyyin berbalik dan menatap Galtain lemas.

"Kau tahu? Dia membayar Qoy'an. Sementara Qoy'an menggunakan manusia yang sedang emosional sebagai tubuhnya." jelas Galtain.

Fiyyin membulatkan matanya. Seketika rasa kantuknya hilang.

"Lalu, apa yang terjadi?" Fiyyin bertanya dengan khawatir.

Galtain menggaruk-garuk kepala, mengingat kesalahan yang telah ia lakukan.

"Aku sempat mencegah perbuatan Qoy'an yang melemparkan batu terhadap Nain lalu tanpa sadar aku menampakkan diri secara tiba-tiba di hadapan mereka."

"Tapi tenang saja, aku sudah menjelaskan kepada mereka. Meskipun mereka pasti bertanya-tanya tentangku."

"Ooh, baguslah. Asalkan gadis itu selamat, meskipun kau membuat sedikit kesalahan."

"Tapi dari pada itu, kita tetap harus waspada dengan rencana Vaqsyi selanjutnya. Sepertinya ia masih menggunakan Qoy'an. Terlebih ia tahu kau juga terlibat menyelamatkan gadis itu." kata Fiyyin sambil memikirkan apa yang akan di lakukan kakaknya nanti.

*TheSecretOfMyDream*

Ran sampai di rumah yang tubuhnya masih di rasuki oleh jin Qoy'an. Ia masih sadar dengan setengah dirinya dan setengah jin itu. Tak lama Jin itupun keluar dari tubuh Ran dan kembali ke alam Jin menghampiri Vaqsyi. Ran tiba-tiba terjatuh di lantai dan tidak sadarkan diri.

Setelah sampai di kerajaan Ghaur. Qoy'an memberitahu semua yang telah terjadi.

"Maaf tuan, aku telah selesai menjalankan perintah. Namun, Galtain yang menolong manusia itu."

"(Bagus. Kini Galtain pun ikut terlibat, ini sesuai dengan rencanaku. Setelah Fiyyin terluka, tentu dia akan menyuruh Galtain menggantikannya dia alam fana. Dengan begitu Fiyyin tidak akan sempat ke alam Fana.)" Vaqsyi tersenyum miring. Merasa puas semua berjalan sesuai keinginannya.

"Tetap celakai gadis itu, aku ingin membuat Fiyyin kewalahan mencegahku, hingga dia berhenti sendiri dan kembali ke istana. Tapi ingat, setiap adikku membantu gadis itu, hentikan jika dia sudah terluka. Jangan sampai adikku terbunuh. Paham!" kata Vaqsyi tegas.

"Baik tuan." Qoy'an menundukkan kepalanya dan segera meninggalkan istana untuk menjalankan rencana selanjutnya.

Next chapter