webnovel

15. Memalukan

Sudah cukup lama Nain di dalam toilet. Setelah buang air besar, ia membasuh wajah berkali-kali dan menatap malu pada dirinya di depan cermin.

Nain terus berharap jika Fiyyin tak mendengar kentutnya. Entah apa yang di pikirkan pria itu nanti jika mengetahui ia kentut di depannya.

Nain memegang wajahnya yang masih memerah. Mengernyitkan dahinya karena merasa malu.

"Apa yang terjadi denganmu, Nai. Kau benar-benar memalukan." Nain mengingat kembali ekspresi wajah Fiyyin yang acuh sebelumnya, "Dia tidak mendengarnya, kan? Iyakan?" Nain lalu memukul dahinya, "Ahh! Aku bisa g**a memikirkannya. Ekspresi apa itu? Dia dengar atau tidak?"

"Nai! Nai! Keluarlah! Apa yang terjadi?" teriakan Zei membuat Nain menoleh, "Zei? Kenapa dia di sini?"

Nain lekas merapikan penampilannya dan berjalan keluar.

"Nai! Cepatlah kelu-" ucapan Zei terhenti seiring Nain membuka pintu toilet. "Ada apa, Zei? Kenapa berdiri di depan toilet wanita? Bagaimana jika ada yang melihat."

"Apa kau baik-baik saja. Kenapa tadi berlari? Apa yang terjadi?"

Nain mengehela napas, "Aku baik-baik saja, Zei. Perutku hanya terasa sakit sekali tadi. Sekarang sudah baik-baik saja." Nain tersenyum menenangkan.

"Benarkah? Kau tidak usus buntu atau semacamnya, kan? Perutmu benar-benar baik-baik saja, kan? Kau juga pernah seperti ini saat kecil, jadi aku sangat khawatir. Apa kau sembelit?" tanya Zei khawatir sambil memegang bahu Nain.

Nain mengangguk sambil tersenyum malu mengingat ia pernah sembelit sebelumnya saat menginjak bangku SMP dan parahnya ia kentut saat duduk bersebelahan dengan Zei di meja makan. "(Kau mengingatnya Zei? Benar-benar memalukan.)" Nain mengerutkan dahinya. Zei menghela napas lega dan ikut tersenyum menatap Nain, "Syukurlah." Zei mengusap kepala Nain sebentar.

Beberapa menit berikutnya, Ran berjalan ke arah toilet dan melihat ke arah mereka.

"Apa yang mereka lakukan di sana?" Ran menatap sebentar, kemudian berlari ke arah Zei.

"Zei? Apa yang kau lakukan di sini?" Ran melingkarkan tangannya di lengan Zei.

Zei tersadar bersama Nain. Zei kemudian menatap heran dengan senyuman Nain yang melihat ke datangan Ran.

"(Entah kenapa senyumanmu sangat menyakitkan bagiku, Nai. Apa kau bahagia aku bersama Ran?)"

"Ah, sepertinya aku harus pergi sekarang." kata Nain canggung.

Ran mengangguk dan tersenyum menanggapi Nain. Sementara Zei menatap dingin ke arah Nain.

"Kemana?"

Nain menoleh dan menunda niatnya untuk melangkah pergi. Tersenyum kikuk sambil berpikir, "A-" Nain melihat ke arah kantin dan menunjuk ke sana, "Ah, ke sana, kantin."

Belum sempat Nain berjalan pergi, Zei langsung menggenggam tangan Nain setelah menepis tangan Ran.

"Ayo jalan bersama. Aku juga ingin ke kantin." kata Zei.

Nain terkejut melihat Zei menggengg tangannya terlebih Ran ada di belakangnya, "Tapi,"

Zei masih menggenggam tangan Nain dan menoleh sebentar ke arah Ran, "Pergilah ke toilet, kau ingin ke sana, kan? Aku akan menunggumu di kantin."

Ran tersenyum kikuk mengiyakan ucapan Zei. Menatap Zei tak percaya dengan Nain yang berjalan meninggalkannya. Ran mengepalkan tangannya tak terlepas dari tatapannya.

Nain menatap lurus seiring Zei menggenggam tangannya dan berjalan berdampingan, "(Zei, ada apa denganmu? Kenapa aku merasa perilakumu agak berbeda dari biasanya? Apa mungkin...)" Nain menggeleng membuang pemikiran anehnya, "(Tidak, tidak.)"

"Ada apa, Nai?" tanya Zei heran melihat Nain menggeleng.

"Ah, tidak ada. Ayo cepat! Aku sangat lapar." jawab Nain setelah tersadar dan menarik Zei berjalan cepat.

Saat tiba di kantin, Nain dan Zei menatap tak percaya dengan yang mereka lihat. Semua siswi berkumpul mengelilingi Fiyyin yang tengah duduk manis dengan semua jenis makanan di mejanya. Namun kerumunan ini lebih tenang dari sebelumnya, mereka hanya menatap Fiyyin yang tengah makan setelah beberapa dari mereka memberikan makanan percuma pada Fiyyin. Ucapa kasar Fiyyin sebelumnya membuat mereka sadar, namun mereka tetap menyukai ketampanan Fiyyin hanya saja lebih menjaga sikap.

"Apa yang-" gumam Zei tak percaya.

"Terima kasih atas makanannya." kata Fiyyin menatap bergantian siswi yang mengelilinginya setelah memakan 5 mangkok makanan. "Aku benar-benar kenyang sekarang."

"Tidak apa. Kami sangat mengerti kau tidak bisa menghabiskan semuanya. Ya, kan? Teman-teman." kata salah satu siswi meyakinkan siswi yang lainnya yang di balas anggukan.

"Terima kasih mau memakan makanan yang kami berikan. Kami pikir kau tidak mau memakannya setelah berkata kasar sebelumnya." sambung aira, salah satu siswi di sana dengan terus terang yang tak sadar dengan ucapannya. Kemudian siswi di sebelahnya mengenggol bahunya.

Fiyyin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena malu, "Ah, kau sangat terus terang. Hahaha.."

"Hahaha..." semua siswi tertawa sambil tersenyum melihat Fiyyin yang terlihat semakin tampan saat tersenyum. Terutama siswi yang duduk di sebelahnya, yang Fiyyin ajak ke kantin bersama saat di kelas, ia menatap kagum dan tersipu malu.

Nain menatap tak percaya pada penglihatannya, "(Bahkan sekarang dia menjadi pemeras. Astaga, yang benar saja pria ini.)"

Fiyyin terkejut dan membulatkan sempurna matanya, "Siapa yang mengumpat padaku?!" kata Fiyyin dalam hati sambil menatap bergantian kerumunan sekitarnya.

"Ayo, Zei. Kita pergi. Aku sudah tidak lapar." Nain menarik tangan Zei pergi.

"(Apa dia, atau dia. Sepertinya tidak. Dia? Dia?)" Fiyyin menerka-nerka sambil menatap bergantian siswi di sekitarnya yang ia pikir mengumpat padanya.

"Ada apa, Nai? Kenapa tidak jadi makan?" tanya Zei bingung saat tiba di koridor dekat kantin.

Sementara Nain tak mendengar ucapan Zei karena hanyut dalam lamunannya, "(Peniru! Aktor!menyebalkan! Pemeras! Dia benar handal dalam keburukan.)"

"Nai?"

"(Ah! Aku sangat membencinya karena dia meniru wajah pria misteriusku. Benar-benar merusak mimpi dan harapanku. Menyebalkan!)" Nain mengerutkan dahinya tanpa sadar.

"Nai?"

Nain tersadar, "Iya?"

"Ada apa denganmu? Kenapa kau mengerutkan dahimu?" tanya Zei heran dan meletakkan telunjuknya pada dahi Nain.

Nain tersenyum canggung, "Ah! Maaf, Zei. Aku sedang memikirkan hal menyebalkan tadi."

"Berhentilah berpikir menyebalkan mulai saat ini. Aku bersamamu, aku tidak akan membiarkanmu dalam keadaan sulit." Zei menatap Nain dalam.

"E... Zei? Apa kau sakit?" tanya Nain yang membuat Zei bingung. "Sepertinya sikapmu sedikit berbeda belakangan ini?"

Zei tersenyum, "Apa kau menyadarinya, Nai? Apa perasaanku sangat kelihatan?"

Nain terkejut dan jantungnya berdegup cepat, "A-apa maksudmu, Zei?"

Sementara Fiyyin berjalan mendekati Nain dan Zei sambil tertawa tak percaya memikirkan kejadian di kantin dan sesekali menoleh ke arah kantin, "Hah! Sangat konyol. Mereka mengumpat setelah memberiku makanan? Yang benar saja." Fiyyin berhenti sesaat saat melihat Nain dan Zei saling bertatapan tak jauh dari tempatnya berdiri. "Ada apa dengan mereka?"

Tak berbeda dengan Ran yang langkahnya juga terhenti setelah dari toilet saat melihat Nain dan Zei saling bertatapan di koridor dekat kantin. "Apa yang mereka lakukan?" gumam Ran melihat Zei dan Nain bersama, kemudian mengepalkan tangannya.

Zei tersenyum lembut seiring tatapannya pada Nain, "Aku..."

Next chapter