9 The Hoodie One (9)

PEMUDA BERTUDUNG__9th Part

"Ada apa?" Devian bertanya tapi dia langsung tahu apa yang dipikirkan Luce hanya dengan menatap mata kosongnya. "Kau ingat tempat ini? Dulu, waktu kecil kita sering bermain di sini. Aku, kau, dan adikku, Illiana. Waktu itu kau sering menghabiskan waktumu dengan buku milik Penasehat Agung. Di sini, di tempat Paviliun Naga dibangun, mereka juga membangun perpustakaan di dalamnya. Ikutlah denganku, kau pasti akan menyukainya."

"Sebegitu sukakah aku dengan buku?" lirih Luce masih tidak yakin. Devian seolah lebih mengenalinya daripada dirinya sendiri.

"Ngomong-ngomong, aku dengar kau berhasil mengalahkan Kepala Prajurit dengan tangan kosong?" Devian bertanya sambil meneruskan perjalanan sementara Luce mengikutinya. "Dia adalah salah satu prajurit senior di sini. Kadang-kadang menemaniku ekspansi ke luar wilayah Axton. Sampai dikalahkan oleh pemuda kurus sepertimu, sepertinya aku perlu melatih dia lagi."

"Sebenarnya bukan aku yang mengalahkannya, tapi Phoenix dalam tubuhku," bantah Luce. Keduanya berhenti di depan pintu dengan papan bertuliskan 'perpustakaan' yang menempel pada bagian atasnya. "Kalau kekuatan itu tidak ada, aku hanya seorang bocah biasa. Hanya sebentar saja berlatih ilmu bela diri, bagaimana mungkin bisa mengalahkan Kepala Prajurit sepertinya."

"Oh, aku tidak tahu kalau dia serendah hati ini. Sepertinya bukan karena rendah hati, dia hanya sedang menyombongkan kekuatan Phoenix yang dicuri mendiang ibunya. Harusnya aku yang mewarisi semua itu, tapi ya sudahlah. Mau sekuat apapun dia, tetap saja aku Rajanya," pikir Devian masih saja memperlihatkan wajah kesalnya.

"Apa kau benar-benar seorang Raja?" tanya Luce. "Kalau kau memerintahkanku untuk mengalah, aku bisa saja melakukannya. Sayangnya kau tidak ada di sana waktu itu, jadi aku melakukan sesuai kehendakku sendiri. Maaf aku telah lancang." Luce tiba-tiba membungkuk di hadapan Devian dan hal itu membuat pria di hadapannya tercengang. Devian sama sekali tak menyangka kalau Luce sangat penurut. Dibandingkan Erich yang selalu mengikutinya seperti anjing peliharaan, Luce terlihat seperti kucing yang sedang memaksa majikannya untuk memberinya makan.

Devian kemudian menepuk dahinya yang tertutup poni. "Dengar, sepertinya kau salah paham. Meskipun aku raja, bukan aku yang memberikanmu kesempatan hidup kedua sepuluh tahun lalu," Devian menjelaskan. "Itu adalah ayahku. Raja-Tertinggi Eginhard Idylla. Kakak laki-laki dari mendiang ibumu yang juga adalah pamanmu. Dia satu-satunya pria bermahkota di kastil ini."

Luce terperangah, tapi meskipun itu benar. Yang di hadapannya juga berstatus sebagai raja. Dia tak bisa menyangkalnya hanya karena status Devian sebagai seorang anak. Luce akhirnya berdiri ketika pintu perpustakaan tiba-tiba terbuka. Pria lain berambut hitam-panjang menyambut mereka berdua. Dia adalah Frederick Rainar, sang Penasehat Agung. Pakaiannya yang terbuat dari sutera dan bermotif naga, berwarna biru dengan lis perak di beberapa bagian. Pria itu juga membawa kipas besar yang senada dengan warna pakaiannya. Dia menepuk kepala Devian dengan kipas tersebut kemudian.

"Kau apakan tamuku hingga dia terlihat frustasi seperti itu?" tanyanya saat Devian melenguh kesakitan.

"Maaf, Paman Rick," Devian berkilah. "Tadi dia tersesat, jadi aku berniat mengantarkannya kemari sambil menunjukkan beberapa hal yang bisa mengembalikan ingatannya waktu kecil. Tapi sepertinya, itu sia-sia."

"Sekarang pergilah. Biar aku yang mengurus sisanya," Rick melambaikan kipasnya pada Devian sebagai isyarat untuk meninggalkannya sendiri dengan Luce.

"Aku pergi dulu, Adik ipar," Devian menepuk bahu Luce sambil tersenyum hangat. "Cari aku jika kau memerlukan bantuan atau tersesat seperti tadi."

Luce menyambutnya dengan anggukan kecil. Masih terasa tepukan hangat seorang saudara yang tidak pernah dia dapatkan di Alcander dulu. Kalaupun dia memiliki seorang kakak, menemuinya saja begitu sulit. Sama seperti menemui mendiang ibunya yang tinggal dalam pengasingan. "Kalau sejak awal memang begini, kenapa dulu ayahanda sampai mengeksekusiku?" Luce membatin. Netranya tampak sendu mengingat peristiwa yang dialaminya itu. "Sayangnya aku sama sekali tak ingat apa yang telah membuatku berkhianat waktu itu. Aku masih terlalu kecil. Yang kuingat hanya wajahnya yang diam melihat seluruh keluarganya dieksekusi."

"Masuklah dulu ke dalam," Rick membuyarkan lamunan Luce ketika Devian telah pergi meninggalkan mereka berdua. "Aku akan memberimu beberapa buku untuk melupakan sejenak kesedihanmu itu."

*bersambung ke part berikutnya

avataravatar
Next chapter