3 The Hoodie One (3)

PEMUDA BERTUDUNG__3rd Part

Erich kemudian mengeluarkan sebuah surat bersegel merah dari dalam saku dan memberikannya pada pria sangar. "Itu adalah surat panggilan untuknya dari kerajaan. Penasehat Agung yang menandatanganinya dan beliau berjanji akan memperlakukan bocah itu... Maksudku pemimpin kalian sesuai dengan status yang dia peroleh sepuluh tahun lalu. Kalau kalian sangat mencintainya, ini adalah kesempatan bagus untuk mengembalikan kehormatan dan nama baik kalian."

"Aku tidak ingin menakuti kalian dengan zirah dan prajuritku. Karenanya aku datang sendirian ke lorong ini untuk membujuk kalian dan berharap kalian mengizinkanku membawanya kembali ke kerajaan agar dia bisa memperoleh kembali kehidupannya yang layak seperti sediakala," Erich menambahkan sembari meletakkan tangan kanannya di dada. Dia membungkuk untuk memberi hormat.

"Aku dan rekan-rekanku tak bisa memberikan izin untuk hal ini, meskipun sungguh mengejutkan kalau kau datang atas perintah Penasehat Agung yang merupakan orang paling berpengaruh di Axton." Pria sangar itu memberikan surat yang barusan dia baca pada rekan-rekannya. "Sama sepertinya, kami juga memiliki orang yang selalu bijaksana dalam mengambil keputusan untuk kelompok kami dan dia sedang tidak bisa ditemui untuk beberapa alasan. Mungkin kau harus datang lain kali. Maaf mengecewakanmu."

"Tidak bisa ditemui?" Erich bergumam. Kedua alisnya berkerut menandakan keresahan dalam benaknya namun hingga beberapa saat kemudian tidak ada yang mau menjawab kegusaran pria itu. "Mungkinkah terjadi sesuatu dengannya sebelum aku kemari?"

Erich menggelengkan kepala dan tidak mau ambil pusing dengan semua perdebatan mereka sejak tadi. Dia tiba-tiba mengubah arah pandang jauh ke belakang pria sangar beserta komplotannya kemudian mencabut pedang tanpa gentar. "Tidak ada kata lain kali dalam kamusku," katanya tegas.

Pria sangar mendelik marah ketika sadar bahwa tak ada yang bisa mereka lakukan selain beradu otot. Sudah sejak awal memang tidak ada seorang pun yang bisa memasuki lorong terlarang itu. Karena takut menimbulkan masalah baru, maka peraturan tersebut diterapkan. Tapi menurut Erich, kali ini sudah sangat keterlaluan. Mereka semua menolak perintah kerajaan hanya untuk melindungi seorang bocah yang diakui sebagai pemimpin mereka. Benar-benar tidak bisa dipercaya. Bahkan mereka mulai mencari alasan lain agar Erich tak bisa menunaikan tugasnya dan dia sangat membenci hal tersebut.

"Sudah sekian lama aku menunggu untuk semua ini, tak mungkin membiarkannya lolos begitu saja." Erich mengarahkan bilah pedang ke wajah pria sangar yang telah bersiap dengan sepasang goloknya.

"BERHENTI!" hardik seseorang untuk mencegah pertikaian yang akan terjadi. Suaranya lantang serta menggema di lorong tempat Erich dan lawannya berada. Pria sangar langsung menyimpan kembali goloknya kemudian berbalik. Setelah melihat siapa yang berteriak pada mereka, pria sangar tersebut langsung berlutut dan meletakkan tangan kanannya di dada. Semua pengikutnya pun melakukan hal yang sama. Mereka bergerak ke tepi lorong untuk memberikan jalan pada orang yang sangat mereka hormati tersebut.

"Kau?" Erich masih tak mau menurunkan senjatanya ketika orang itu mendekat. Pemuda dengan tudung kelabu dan iris mata berwarna biru emerald--sangat indah. Dia berjalan ke arah Erich dengan senyum menawan sambil menyilangkan tangan di belakang punggungnya.

*bersambung ke part berikutnya

avataravatar
Next chapter