9 Chapter 8

Brak!!!

Brak!!!

"Death Note ini untuk apa, Riki-san?"

"Untuk menangkal mereka membunuh kita."

Pandangan Lenka beralih ke arah Saori yang bertanya pada Riki soal Death Note. Sebenarnya dia sendiri tahu bentuk Death Note milik Riki. Bukan seperti di drama, namun memang seperti buku penangkal mayat hidup.

"Lenka, apa yang kau lamunkan? Waktu kita tidak banyak."

"Ba-baik."

Sret!!!

Riki menyakukan 2 pisau miliknya ke saku jaketnya "Tidak usah khawatir padaku, teman-teman. Ini untuk jaga-jaga."

"Baiklah."

Dan mereka berempatpun pergi meninggalkan perpustakaan lama....

****

Groar!!!

Groar!!!

Crash!!!

"Ini lebih mengerikan dari sebelumnya."

Mereka berempat menatap banyak mayat tergeletak di tanah dan penuh darah yang tergenang. Riki menatap ke arah mereka bertiga dengan tatapan serius.

"Keluarkan Death Note kalian!!! Kita akan melewati mereka."

"Hee??!! Melewati mereka??!!"

"Itupun kalau kalian masih mau hidup lebih lama."

Lenka, Mamoru dan Saori mengeluarkan Death Note dan berjalan melewati mereka yang menggila sambil menunjukkan Death Note yang mereka pegang tersebut.

"Hebat, mereka langsung memberi jalan pada kita."

"Mereka tahu bahwa nama mereka tercatat dalam buku itu, padahal aku sendiri tidak pernah tahu isinya." Riki hanya mengedikkan bahunya dengan santai.

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"HEE??!!"

"Sudah tidak ada waktu lagi!!! Kita harus cepat." Riki terlihat mulai tidak sabaran melihat mereka bertiga "Lawan kita mayat hidup yang dikuasai Iblis bukan manusia."

"Baiklah."

Drap drap drap....

Mereka berempat berlari menelusuri koridor mencari korban yang masih terjebak di dalam sekolah. Langkah kaki mereka tertahan oleh sekawanan  mayat hidup berjalan dengan gontai tanpa salah satu anggota tubuh mereka. Ada yang kehilangan kepalanya, kehilangan tangan dan kakinya bahkan ada yang kehilangan otak.

"Me-mereka.... "

"Ya, mereka yang meninggal sudah lama hingga sekarang. Alasan kematian mereka macam-macam." Riki berjalan ke arah depan sambil membawa 2 pisau miliknya "Cari tempat persembunyian dan jangan keluar jika keadaan belum aman."

"Hoshikawa-san.... "

"Cepat pergi!!!"

Lenka, Mamoru dan Saori pergi meninggalkan Riki seorang diri untuk mencari tempat persembunyian. Manik merah milik Riki menatap sinis para zombie tersebut.

"Kalian sudah mati, jadi kalian seharusnya tenang di alam sana."

"Kau juga goarrh.... "

"Aku berbeda dengan kalian semua."

Saat zombie-zombie tersebut melesat ke arah Riki, dengan cepat pemuda berparas pucat tersebut menghindari serangan zombie tersebut dengan lincah. Pisau-pisau miliknya melesat dan mengenai kepala zombie tersebut.

Crash!!!

Crash!!!

"Jadi jangan samakan aku dengan kalian."

Syut!!!

Crash!!!

"Groargh!!!" Para zombie pun lenyap dan menjadi abu. Suasanapun kembali menjadi hening.

"Sebaiknya aku pergi sekarang."

Dan diapun pergi ke suatu tempat untuk mencari teman-teman manusianya....

****

Brak!!!

Riki membuka pintu perpustakaan lama dan mendapati mereka bertiga berdiri di depan matanya dengan menggunakan senjata. Riki langsung menghela nafasnya sejenak dan menatap mereka.

"Kalian mencoba membunuhku kah? Silahkan saja." Dia menjeda ucapannya "Jika kalian ingin mengantarkan jiwa kalian pada Iblis."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

Trang!!!

Lenka, Mamoru dan Saori menjatuhkan senjata mereka dan Lenka langsung berlari memeluk Riki karena saking khawatirnya pada pemuda berparas pucat tersebut.

"Syukurlah kau selamat, Hoshikawa-san."

"Sudahlah, Lenka. Aku baik-baik saja."  Riki melepaskan pelukan Lenka "Sudah semakin parah dan sebaiknya kalian bertiga pergi dari sini."

Crash!!!

Groar!!!

"Sial, kenapa mereka ke tempat ini??!!" Riki mendesis geram karena tempatnya kedatangan "tamu" tak diduga. Manik merahnya menatap ke arah mereka bertiga "Kalian bertiga, pergilah dari sini. Sekolah ini sudah tidak aman lagi."

"Bagaimana caranya, Riki? Kita sendiri terjebak di sini."

Manik biru safir milik Lenka menangkap sekitar dan menemukan beberapa utas tali dan lembar kain yang tergeletak di dekat rak buku "Kita bisa memakai itu." Dia menunjuk ke arah barang-barang tersebut.

"Idemu bagus juga, Lenka."

"Kau hebat, Lenka-san."

Riki mulai melangkahkan kakinya ke arah tempat di mana benda-benda tersebut berada dan mengambil benda-benda tersebut. Dengan cekatan, tangan pucatnya mengikat tali dan kain-kain tersebut hingga panjang.

Set!!!

Dirasa ikatannya cukup kuat untuk menahan beban berat, dia melemparkannya ke jendela yang terbuka lebar. Karena tempat mereka berada tersebut berada di lantai 2, sudah pasti sangat berbahaya.

"Sudah selesai. Sekarang kalian bisa pergi."

"Baik."

"Berhati-hatilah karena di bawah berbahaya dan sekali gerak, kalian bisa mati dengan cepat."

Mamoru dan Saori mulai turun dari atas melalui jendela, Lenka justru terlihat diam saja. Riki menatap Lenka yang sepertinya tidak ingin melakukannya.

"Aonuma-san, Aozora-san, aku tidak akan pergi dari sini. Masih ada urusan yang harus kulakukan."

"Jangan bercanda kau, Lenka!!!" Mamoru mulai kehilangan kendali emosinya "Kau sedang dalam bahaya."

"Iya, Lenka-san. Kita sudah menemukan jawabannya atas kegelapan sekolah ini."

"Lenka?" Riki menatap Lenka yang hanya diam saja. Manik merah miliknya menatap gadis bersurai coklat tersebut dengan tatapan bingung.

"Aku tidak akan pergi dari sini. Kejadian ini harus diakhiri."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Jangan bercanda kau!!!" Mamoru dan Saori terkejut dengan keputusan yang diambil Lenka.

"Apa kalian lupa? Meskipun aku bisa melarikan diri, namun mana mungkin kegelapan hilang di sekolah kita." Lenka menatap mereka bertiga dengan tatapan serius "Tidak, aku tetap di sini."

"Ta-tapi, Lenka-san.... "

"Aku yang akan menjaganya." Riki menengahi perdebatan tersebut "Lagipula, yang perlu dikhawatirkan adalah keberadaan dalangnya. Aku menduga dalangnya ada di antara mereka yang selamat."

"Jadi, tugas kita ini membuat dalangnya mengakui perbuatannya?" Mamoru semakin tidak mengerti dengan ucapan Riki.

"Ya."

Mamoru dan Saori saling berpandangan sejenak, namun pada akhirnya mereka sepakat untuk membongkar kegelapan di SMA Akatsuki selama bertahun-tahun.

"Baiklah, Lenka, jaga diri baik-baik." Dan mereka berduapun keluar gedung dengan cepat.

Setelah Mamoru dan Saori pergi, Riki menatap Lenka sejenak "Ternyata kau benar-benar mengambil resiko ini, Lenka."

"Aku harus mengakhirinya, Hoshikawa-san supaya tidak ada lagi korban berjatuhan."

Riki hanya tersenyum mendengar pernyataan Lenka "Baiklah, Lenka. Kita akhiri semua ini."

****

Drap drap drap....

Mamoru dan Saori berlari menghampiri kerumunan yang selamat dari kegelapan SMA Akatsuki yang sebenarnya ada dalang di balik kejadian selama bertahun-tahun lamanya.

"Itu Aonuma Mamoru dan Aozora Saori."

"Tapi, di mana Sakumora Lenka?"

Tap!!!

Rinto dan Misaki melihat Mamoru dan Saori langsung berlari menghampiri mereka. Seperti nostalgia, mereka berempat berpelukan.

"Syukurlah kalian selamat, Aonuma, Aozora."

"Tapi, di mana Lenka-chan?" Misaki melihat Lenka tidak bersama mereka.

"Lenka ada di dalam sekolah bersama Riki."

Misaki mulai khawatir dengan kondisi Lenka yang tertinggal di dalam gedung sekolah. Saori berusaha menghibur Misaki yang khawatir dengan kondisi Lenka di dalam sana.

"Tenang saja, Misaki-san. Semua akan baik-baik saja."

"Saori benar, Misaki. Lenka gadis yang kuat, jadi dia baik-baik saja."

"Baik-baik saja apanya?"

Pandangan mereka beralih pada seorang siswa berperawakan tinggi dan memakai kacamata. Siswa tersebut terlihat kesal dan sinis pada keempat remaja tersebut.

"Sekolah kita sudah dikutuk karena Sakumora Lenka berinteraksi dengan Hoshikawa Riki, sang kutukan."

"Kutukan apa sih?" Saori mulai sewot dan berbicara kasar "Kalian itu dibutakan dengan rumor yang tidak jelas kebenarannya."

"Itu terjadi kan? Gara-gara Hoshikawa Riki, sekolah kita terkena kutukan."

Mamoru hanya menghela nafas mendengar ucapan siswa berkacamata tersebut "Memangnya ada mayat hidup mengirim kutukan yang terjadi selama bertahun-tahun padahal dia sendiri tidak merat melakukannya?"

avataravatar
Next chapter