3 Chapter 2

Rumah keluarga Sakumora....

Cklek!!!

"Aku pulang, Ayah, Belle."

Lenka melepas sepatunya dan berjalan ke arah dalam rumah. Manik biru safir miliknya menatap ke arah pria bersurai yang setara dengannya dan bermain hijau muda "Ayah, apa Ayah tidak menyadari kehadiran Lenka?"

"Ah, maaf, Lenka. Ayah tidak tahu kau sudah pulang." Manik hijau muda milik pria tersebut menatap putrinya yang baru saja datang "Ganti baju dan makan, Lenka. Ayah sudah menyiapkan sebuah masakan untukmu dan Belle."

"Umm.... Baiklah, Ayah."

Lenka berjalan ke arah kamarnya, sementara pria tersebut melanjutkan pekerjaannya. Pria tersebut adalah Sakumora Hazuki, ayah Lenka sekaligus mantan murid SMA Akatsuki 24 tahun yang lalu. Manik hijau muda milik Hazuki menatap foto seorang wanita bersurai hitam dan bermanik biru safir di atas meja laci.

"Inori, andai kau masih hidup, mungkin kau bisa melihat pertumbuhan putri-putri kita, Lenka dan Belle. Mereka sudah bisa memahami situasi diri mereka di luar sana."

Tap tap tap....

Manik hijau muda miliknya beralih pada gadis bersurai hitam sebahu dan bermanik yang setara dengan dirinya "Ah, kau rupanya, Belle. Ada apa, sayang? Apa ada masalah?"

"Ayah, aku mendengar suara Kakak. Apa Kakak sudah pulang?" Gadis yang bernama Belle tersebut menatap ayahnya dengan tatapan penuh harapan.

"Ya, Belle. Kakakmu ada di kamarnya."

"Asyik!!!" Dan Bellepun berlari ke arah kamar Lenka untuk memastikan kakaknya ada di dalam kamar dengan ceria khasnya.

"Hati-hati, Belle." Hazuki hanya tersenyum kecil melihat kelakuan putri bungsunya "Dasar Belle. Sudah SMP, masih seperti anak 5 tahun."

Bruk!!!

Kedua telinga Hazuki menangkap sebuah suara yang tidak asing baginya "Belle, Ayah sudah bilang untuk hati-hati."

("Bukan Belle, Ayah!!! Suaranya dari kamar Kakak!!!")

Hazuki terkejut mendengar ucapan Belle dan berlari ke arah kamar Lenka. Di depan pintu kamar Lenka terdapat Belle yang sama terkejutnya dengan dirinya. Melihat keterkejutan Belle, Hazuki langsung mengetuk pintu kamar Lenka "Lenka, buka pintunya, Sayang."

("Buka saja, Ayah!!!  Pintunya tidak Lenka kunci!!!")

Dengan sekuat tenaga, Hazuki membuka pintu kamar Lenka. Manik hijau muda milik Hazuki dan Belle menatap Lenka yang tengah ketakutan tersebut. Jendela kamar Lenka pecah dan ada gumpalan batu yang dibungkus kertas tergeletak di lantai.

"A-ada apa, Lenka?" Hazuki menghampiri Lenka yang menggigil ketawa "A-ada apa, Nak?"

"A-ada yang mengirim surat berdarah pada Lenka." Dengan gemetar, Lenka menunjuk ke arah batu tersebut.

"Surat berdarah?" Manik hijau muda milik Hazuki menoleh ke arah batu tersebut "Belle, tolong kau lihat apa isinya."

"Baik, Ayah."

Belle memungut kertas yang membungkus batu tersebut dan manik hijau muda miliknya membaca setiap kata yang tertulis di kertas tersebut "Nee, Kakak.... "

"Ya, Belle?"

"Apa kakak pernah melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa Kakak sendiri?" Manik hijau muda milik Belle terlihat membulat sempurna dan menoleh ke arah mereka berdua "Soalnya surat ini mengatakan bahwa Kakak membuka pintu ruang terkutuk di sekolah baru Kakak."

Lenka teringat pertemuan tak sengajanya dengan Riki "Apa mungkin karena ruangan perpustakaan lama itu?"

"Perpustakaan lama, Lenka?" Hazuki menatap Lenka tak mengerti.

"Iya, Ayah. Perpustakaan jasad Hoshikawa Riki dibuang. Lenka penasaran dengan ruangan yang dianggap terkutuk itu."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Sebaiknya kita keluar dari sini dulu. Soal pecahan kaca di kamarmu, biar Ayah yang bersihkan, Lenka." Hazuki menatap kedua putrinya sejenak "Ayah tidak mau kalian terluka."

"Baik, Ayah."

Ketiga orang tersebut keluar dari kamar Lenka yang berantakan tersebut. Selama perjalanan, Lenka terlihat lesu karena teringat surat mengerikan yang berada di kamarnya tersebut. Setelah sampai di ruang makan dan duduk, raut wajah Lenka berubah menjadi suram.

"Lenka, tidak usah kau pikirkan." Hazuki berusaha menghibur putri sulungnya "Mungkin saja hanya bualan belaka."

"Kalau bualan belaka tidak perlu memecahkan kaca jendela, Ayah."

Hazuki tidak mampu menjawab karena surat berdarah tersebut ada kaitannya dengan kematian Hoshikawa Riki 24 tahun yang lalu. Kenangan memilukan yang masih menyisakan duka sampai sekarang.

"Apa ada kaitannya dengan rumor di SMA Akatsuki?"

"Rumor, Lenka?"

"Iya, Ayah. Rumor yang mengatakan bahwa setelah mati, keberadaan Hoshikawa Riki membawa kutukan bagi SMA Akatsuki."

Suasanapun menjadi hening seketika. Manik hijau muda milik Hazuki menatap manik safir milik Lenka dengan tatapan tenang namun menusuk "Tidak benar, kau tidak tahu ada pelaku yang bersembunyi di sekolahmu itu. Bukan Riki pelakunya."

"Ba-bagaimana Ayah bisa tahu hal itu?" Lenka terkejut mendengar penjelasan ayahnya.

Deg!!!

Jantung Lenka dipacu dengan kencang. Manik biru safir miliknya langsung membulat sempurna, begitu juga Belle. Hazuki hanya bisa memahami reaksi dari putri-putrinya tersebut.

"Berarti, dalangnya masih ada sampai sekarang, Ayah?" Sama dengan Lenka, Belle masih penasaran dengan masa lalu Hazuki tersebut.

"Ya, Belle." Akhirnya Hazuki mengalah dan menjawab pertanyaan dari putri bungsunya "Kemungkinan dalangnya bersembunyi di suatu tempat."

Lenka tampak berpikir sejenak, lalu menatap manik hijau muda milik ayahnya dengan tatapan penuh rasa penasaran "Ayah, tolong ceritanya secara detail apa yang terjadi 24 tahun yang lalu."

"Baiklah, Lenka."

****

Tok tok tok....

"Siapa?"

(Lenka, Hoshikawa-san.")

Pintu ruangan yang dianggap terkutuk tersebut terbuka dengan sendirinya dan Lenka pun masuk ke dalam ruangan tersebut. Setelah Lenka masuk, pintu tersebut tertutup tanpa ada yang mengetahuinya.

"Anoo.... Hoshikawa-san.... " Lenka mulai ragu untuk mengatakan yang sebenarnya pada pemuda berparas pucat tersebut "Ada yang meneror ku.... "

"Menerormu, Lenka?" Riki menatap bingung Lenka sejenak "Setahuku, orang-orang yang berusaha memecahkan misteri SMA Akatsuki selalu berakhir mengenaskan."

"Eh? Benarkah?"

"Ya."

Lenka langsung mengeluarkan surat yang mampu memecahkan kaca jendela kamarnya tersebut dari dalam saku blazernya dan menyerahkannya pada Riki "Ini surat ancamannya."

Wush....

Surai hitam milik Riki berkibar dan manik merah miliknya menatap manik safir milik Lenka "Kau tahu artinya ini, Lenka? Kau diincar Iblis itu."

"I-Iblis, Hoshikawa-san?" Raut wajah Lenka mendadak kaku dan tubuhnya menegang "Ma-maksudmu Iblis yang berkeliaran di sini selama bertahun-tahun itu, Hoshikawa-san?"

"Ya dan tempatnya ada di kelas 2-4, tepatnya di dekat meja guru."

Deg!!!

Wajah Lenka mulai memucat mendengar ucapan Riki dan mulai mundur selangkah sambil memegang kepalanya sendiri. Manik biru safir miliknya langsung membulat sempurna "A-aku diincar Iblis?"

"Lenka, tidak usah khawatir. Iblis itu tidak bisa membunuhmu."

Wush...

Dalam sekejap mata, Riki melesat ke arah belakang Lenka dan diapun mengendus leher Lenka "Aku akan melindungimu, Lenka." Dan diapun memeluk gadis bersurai coklat tersebut "Baumu sangat harum."

"Anoo.... Hoshikawa-san.... "

Tanpa berkata sepatah katapun, Riki menancapkan taringnya ke leher Lenka. Lenka hanya merintih kesakitan saat mengetahui Riki menghisap darahnya.

"Akh.... Hoshikawa-san.... "

"Hn?" Riki melepaskan kedua taringnya dari leher Lenka dan memeluk tubuh Lenka "Maafkan aku, Lenka. Aku tidak tahan dengan bau darahmu."

"Jadi, ceritanya kau lapar?"

"Err.... Ya."

Lenka hanya menghela nafas frustasi mendengar jawaban Riki. Raut wajahnya berubah menjadi merah saat melihat dirinya dipeluk dari belakang oleh sang vampire bersurai hitam tersebut.

"Anoo... " Lenka memilih memalingkan pandangannya ke arah lain "Kau memelukku terlalu rapat."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Ups, maaf." Riki melepaskan pelukannya agar Lenka mampu bernafas lega "Sebaiknya kau berhati-hati mulai sekarang."

"Baiklah, Hoshikawa-san."

Tok tok tok....

Keduanya mendengar sebuah ketukan yang berasal dari pintu ruangan yang mereka tempati saat ini. Manik merah milik Riki menatap gadis bersurai coklat tersebut dengan tatapan curiga.

"Apa kau yakin tidak ada seorangpun yang mengikutimu kemari?"

"Tentu saja, Hoshikawa-san. Aku sudah memastikan tidak ada yang mengikutiku."

"Lalu, siapa yang ada di sana?" Riki menunjuk ke arah pintu yang diketuk seseorang.

Tok tok tok....

("Lenka-san, apa kau di sana?  Keluarlah, Lenka-san!!!")

("Cepat keluar, Lenka!!!  Aku akan mendobrak pintu ini jika mayat itu menyakitimu!!!")

Manik biru safir milik Lenka mendadak membulat sempurna dan mundur selangkah "Aonuma-san dan Aozora-san? Ta-tapi.... Kenapa bisa mereka tahu kalau aku di sini?"

"Lenka, apa kau baik-baik saja?"

"Sungguh, Hoshikawa-san. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa tahu keberadaanku di sini." Lenka berusaha membela diri di depan Riki.

Manik merapat milik Riki mulai tertutup dan pintu ruangan tersebut dengan sendirinya terbuka. Pemuda bersurai biru dan gadis bersurai hitam tersebut menerobos masuk dan menatap Lenka tengah bersama Riki.

"Hei, mayat hidup!!!  Lepaskan Lenka sekarang juga!!!" Pemuda tersebut menodongkan sebuah pisau ke arah pemuda berparas pucat tersebut.

"Tu-tunggu, Aonuma-san.... Hoshikawa-san tidak pernah.... "

"Sudahlah, Lenka." Riki menahan Lenka agar gadis tersebut tidak bertindak terlalu jauh "Biar aku yang menanganinya."

"Ta-tapi, Hoshikawa-san.... "

"Aku baik-baik saja, Lenka."

Lenka akhirnya mengalah. Riki melangkah maju ke arah kedua remaja tersebut dengan tatapan datar khasnya. Langkahnya terhenti di depan mereka berdua.

"Apa kalian terpengaruh rumor yang tidak jelas kebenarannya?"

avataravatar
Next chapter